Sementara di apartemen Aditya, Intan lebih banyak diam. Mendengarkan Runi bercerita meski sebenarnya dia tak menangkap apapun. Runi yang dikenalnya pendiam mendadak menjadi berbinar binar dan bercerita tak henti.
“Tan, aku pamit, deh,” ucap Runi seraya meletakkan piring sate di wastafel.
Intan membiarkan Runi mencuci piring itu. Kesal rasa hatinya, sedari tadi Runi memuji-muji Aditya. Dari baik lah, pinter lah, perhatian lah…. terakhir," Dia itu seleraku banget, Tan."
“Iya, tapi kamu bukan seleranya.” Ketus Intan menanggapi. Padahal sebenarnya Intan juga tak tahu persis selera Adit. Apakah wanita seperti Sarah yang pernah singgah di hati pria itu. Atau bahkan tipe-tipe yang lainnya. Harapan Intan, agar Runi tak lagi meninggikan harapan pada Aditya.
Runi mengerutkan keningnya, dalam hati dia membatin," Kenapa Intan jadi ketus dan sinis begini ya? Apa salah aku suka sama kakaknya?" batin Runi.
“Toh, yang penting kan Pak Aditya belum menikah,” batin Runi lagi.
Gadis itu penasaran denga