Jelita? Mendadak, Galih melepaskan pelukan Amanda. Dia berdehem saat merasakan bibirnya panas dan sedikit bengkak. Lembut, basah dan hangat bibir Amanda bahkan masih terasa membekas di bibirnya.
Lelaki itu mengusap wajah dan rambutnya kasar. Bayangan wajah Jelita memenuhi kepalanya. Dia mengembuskan napas kencang saat ancaman istrinya beberapa waktu yang lalu kembali melintas dalam ruang ingatan.
“Kamu tahu betul bagaimana aku. Aku sangat membenci pengkhianatan. Sekali kamu tergelincir, kamu bukan hanya akan kehilangan aku dan dua anak kita. Kamu akan kehilangan semuanya.”
Galih menghela napas panjang sekali lagi. Dia meraih gelas berisi teh dan menghabiskan isinya dengan segera. Galih meraih kunci mobil dan berdiri begitu saja. Dia takut akan semakin semakin jauh kalau terlalu lama berduaan dengan Amanda. “Aku … pulang, Manda. Terima kasih atas makan malamnya. Untuk yang barusan, lupakan saja. Aku jelas tidak mau menyakiti Jelita dan aku yakin kamu juga.”
Amanda mengangguk pelan. Dia