Naskah Tanpa Sampul
Angin bergulung di antara lapisan realitas. Tidak lagi sekadar hembusan, melainkan gerakan sadar dari kata-kata yang membentuk dunia. Di tengah pusaran narasi yang mulai pecah dari garis besar lama, Lena berdiri di depan gerbang yang tidak pernah tertulis—gerbang menuju “Paragraf Awal yang Tidak Dipakai.”
Ia tahu tempat ini. Pernah mendengarnya dari suara-suara samar dalam Perpustakaan Tertutup. Di sanalah semua awal yang dibatalkan, prolog yang dihapus, dan kalimat pertama yang terlalu jujur disimpan. Tidak ada struktur, tidak ada penanda bab. Hanya naskah yang hidup dalam bentuk niat, menunggu kesempatan untuk dihidupkan kembali.
Ustadz Faris menyusulnya. Jubahnya sobek oleh percikan tinta liar yang menolak diatur. Namun langkahnya tetap mantap. Wajahnya penuh luka dari pertempuran di Bab Realitas yang Tertinggal, tapi matanya tajam, menembus setiap metafora yang mencoba menutupi kebenaran.
“Ini bukan sekadar awal yang dibuang,” gumamnya. “Ini fondasi dari semua