Penjaga Kata yang Terakhir
Mereka berdiri dalam ruangan yang belum pernah diberi nama. Di sekelilingnya, kalimat-kalimat melayang, membentuk pola seperti langit bintang yang retak. Setiap kalimat adalah kemungkinan. Setiap kemungkinan adalah ancaman atau harapan. Dan di tengahnya, berdiri sosok yang selama ini hanya menjadi bayangan samar dalam kata-kata yang terputus.
Ia mengenakan jubah dari frasa. Wajahnya tak jelas, seperti sedang terus-menerus ditulis ulang. Tapi suaranya tetap. Tegas. Tenang. Tak terburu-buru. Ia adalah Penjaga Kata yang Terakhir.
“Kalian menembus apa yang seharusnya tak bisa ditembus,” ujarnya. “Bukan karena kekuatan. Tapi karena keberanian menolak kalimat yang sudah ditentukan.”
Kapten Arya memegang gagang pedangnya, yang kini berubah menjadi pena panjang. “Kami tidak datang untuk melawanmu,” katanya. “Kami datang untuk membebaskan makna.”
Sosok itu menoleh pada Ustadz Faris. “Dan kau... sang penjaga yang sudah lama sadar. Kau tahu, tugas penjaga bukan melind