"Tuan marah padaku?" Charlie bertanya segan. Dia meletakkan cangkir dengan hati-hati di atas meja.
"Aku menanyakan pacarmu. Memangnya aku pacarmu?" sahut Dastan dengan ekspresi dingin.
Charlie terbatuk. “Tuan… Anda sedang menyindir?” ujarnya dengan senyum hambar. “Dengan pekerjaan ini, bagaimana aku bisa punya pacar? Perempuan mana yang akan kompromi kekasihnya bekerja hampir dua puluh empat jam sehari?"
Dastan mendengus, sangat tak puas dengan jawaban itu. Tapi dia tidak membalas lagi, pikirannya sudah terlalu penuh oleh satu hal atau lebih tepatnya, satu orang.
Tak lama, sekretarisnya, Cindy, masuk membawa setumpuk dokumen untuk ditandatangani. Melihat kehadirannya, Dastan yang masih penasaran langsung melempar pertanyaan lagi.
“Cindy, kau pernah marah?” tanyanya cepat, kali ini membuat sang sekretaris nyaris menjatuhkan map dari tangannya.
Cindy berkedip bingung, tapi tetap menjaga senyumnya. “Maaf, Tuan?”
“Kalau kau marah pada suamimu... apa yang biasanya kau lakukan? Apa kau pi