Tidak! Tidak mungkin Mas Kaivan di sini.
Aku mempercepat langkah untuk naik, ingin memastikan bahwa pandanganku tak menipu. Namun, beban menggendong Rayyan yang terus bertambah berat badannya, cukup membuatku kesulitan berjalan cepat naik tangga. Sampai di atas, napasku aku mengatur napas yang tak beraturan.
Tak ada siapa-siapa di sana selain suara toa masjid yang sudah mulai mengumandangkan syalawat tanda sebentar lagi masuk waktu salat. Dinginnya angin yang meniupkan bau tanah basah makin mendukung suasa misteri yang tengah menguasai imajinasiku.
Aku mengerjap cepat. Jantung seakan berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Lebih kencang dari angin yang tiba-tiba juga menambah kecepatan.
Apa iya Mas Kaivan tadi memang di sini? Ah, mungkin aku hanya berhalusinasi. Memangnya dari mana dia tahu aku di sini? Apa selama ini dia mengikutiku dan ... tetapi Edo bilang Mas Kaivan masih mencariku.
Tak ada siapa pun di lorong menuju kamarku. Sepertinya memang aku tadi berhalunisasi. Aku hanya sed