Gallen mengangguk. “Kita berangkat jam delapan, persiapkan dirimu lebih awal,” katanya sebelum meraih sebuah dokumen dalam tumpukan map.
Sementara Alina yang berdiri di hadapannya berusaha mengatur wajahnya untuk tidak gugup sedikit pun. Kakinya nyaris gemetar, tapi bibirnya ditarik dalam garis datar sempurna.
Gerakan tangan Gallen terhenti. Alina langsung membungkam suaranya.
“Kamu hanya perlu datang.” Suara Gallen terdengar dingin. Tangannya kembali sibuk membalik halaman.
Alina menarik napas dalam. "Dokter sebelumnya bilang kantung janin belum terlihat. Disarankan periksa ulang setelah delapan minggu. Sekarang baru empat minggu hasilnya kemungkinan tetap belum jelas."
Gallen membuang napas, meletakkan dokumen, lalu menatap Alina dalam diam sejenak. “Memangnya kenapa kalau belum jelas?”
Alina menelan ludah. Pria seperti Gallen ini jika sudah membuat keputusan, dunia pun seolah harus mengikutinya.
“Ya tentu masalah,” jawab Alina hati-hati. “Kita hanya buang waktu kalau hasilnya tetap