“Anas,” kataku dengan sedikit penekanan. “Kamu enggak perlu menyembunyikan sesuatu.” Aku menatapnya sedikit tajam tapi masih berusaha santai agar orang kepercayaan suamiku ini, bisa mengatakan hal yang dia sembunyikan.
Aku percaya, Anas mengetahui sesuatu.
“Tapi apa yang saya katakan, itu kenyataannya, Bu.” Dia tertunduk. Aku jadi agak geram dan membuatnya tersentak lantaran tangan ini refleks memukul meja.
“Maaf.” Aku menghela penuh frustrasi. “Saya benar-benar pengin tahu tentang Bapak, Nas.”
Anas akhirnya menatapku. Ada yang berbeda dengan tatapan pemuda itu padaku. Seolah sedikit mengasihaniku padahal aku tak ingin itu terjadi. Karena itu juga, aku memalingkan pandangan ke arah lain.
“Saya ingin kamu jujur. Seandainya kecurigaan saya benar, saya ... berusaha menerima.”
Aku dengar Anas menghela panjang. Dari ekor mataku bisa terlihat dia kebingungan. Di satu sisi aku