Part 6
Sudah dua hari ini Raya merasakan kepalanya terasa berat dan matanya sulit sekali terbuka, ngantuk sekali dan tidak bisa ia tahan. Mulutnya terasa kering karena tidur terlalu lama, ia menyadari sejak meminum air merah yang diberikan Mak Bayah, tidurnya begitu pulas bahkan ia baru terbangun setelah berganti hari. Kali ini ia mencoba bangun dari tempat tidurnya, jalannya masih sempoyongan efek ngantuk dan pusing melanda. Perlahan berpegangan pada dinding, ia melangkah ke luar kamar menuju ke dapur mengambil air minum, baru saja melintas di kamar Mak Bayah, ia mendengar seperti orang yang sedang mengerang diiringi desahan, akan tetapi suaranya tak seperti biasanya. Raya menengok ke kanan dan kiri memastikan tidak ada yang memergokinya saat mengintip, ia tak ingin kejadian beberapa hari yang lalu terulang kembali. Dengan detak jantung tak karuan, mulailah Raya menyibak sedikit saja tirai penutup pintu di kamar Mak Bayah. Semua pintu di rumah Mak Bayah hanya ditutup oleh gorden saja. Mata Raya melotot dan mulutnya segera ia bekap, ia khawatir karena rasa syok nya membuatnya mengeluarkan suara dan ia pasti akan ketahuan. Dengan mata kepalanya ia melihat Mak Bayah tengah bercinta namun tidak dengan kedua suaminya, justru yang menjadi lawan mainnya di ranjang kini adalah sesosok makhluk tinggi besar, seluruh badannya berbulu hampir menyerupai serigala jadi-jadian, hanya saja bentuk kupingnya kecil layaknya milik manusia. Herannya, Mak Bayah tak merasakan geli bercumbu dengan makhluk tersebut, yang membuat Raya kaget ketika bercumbu makhluk tersebut mengeluarkan kuku-kuku tangannya yang tajam dan membuat banyak luka di tubuh Mak Bayah. Darah yang mengucur sama sekali tak mempengaruhi mereka. Dengan sangat pelan sekali, Raya menutup kembali tirai gorden dan memundurkan langkahnya sebisa mungkin tanpa suara, meski peluh memenuhi dahinya ia tetap berusaha melangkah mundur dan memutuskan kembali ke kamarnya. Baru saja beberapa langkah, tiba-tiba dari arah belakang seorang tangan laki-laki membekap mulutnya, ia ingin berteriak dan meronta, hanya saja laki-laki tadi memberi isyarat supaya Raya diam. “Stttt, kamu jangan ribut, nanti ketahuan Mak Bayah,” sebutnya pelan. Dari suaranya saja Raya sudah tahu bahwa laki-laki yang menyuruhnya diam ini adalah Rizal, suami kedua Mak Bayah. Raya pun menurut, Rizal membawa Raya dengan cepat kembali ke kamar yang ditempati Raya, kemudian menutup tirai dengan cepat. “Aku sudah memperingatkan kamu supaya tidak keliaran malam hari dan mencoba mengintip apa yang dilakukan oleh Mak Bayah, kenapa kamu susah sekali kalau dikasih tahu, mau cari mati kamu?” sebut Rizal sangat pelan nyaris berbisik, matanya melotot jengkel melihat ke arah Raya. Raya menunduk takut. “Aku tak bermaksud jahat dengan memintamu menjauh dari apa pun urusan Mak Bayah, kalau kamu melanggar yang kuperintahkan ke kamu, maka kamu juga yang akan menerima akibatnya, syukur saja kamu hanya mengintip sebentar dan mencari aman,” tukasnya lagi. Raya masih menunduk bingung. Tak lama ia mendongakkan kepalanya. “Kalau kamu di sini, terus yang tadi bersama Mak Bayah, siapa?” tanya Raya penasaran. Rizal melangkah menuju ke pintu dan mengintip sedikit di balik tirai pintu melihat keadaan sekitar, setelahnya ia kembali ke hadapan Raya. Setelahnya ia kembali menyilangkan jari telunjuknya ke bibirnya meminta supaya Raya tak memperbesar volume suaranya. “Yang tadi bersama dia, tentunya bukan aku dan juga bukan Suwito, kami para suaminya. Laki-laki yang bersama dia adalah peliharaan Mak Bayah yang mungkin saja membuat Mak Bayah kuat dan bisa mengobati orang-orang dengan cepat, aku sendiri juga tidak tahu peliharaanmu itu dari mana, yang pasti setiap malam jumat, Mak Bayah pasti meminta aku dan Suwito untuk tidak tidur dulu di dalam kamarnya, karena setiap malam jumat jatahnya peliharaannya itu, hanya malam jumat begini kami berdua Suwito bisa bebas di rumah ini, entah berjalan-jalan atau sekedar menghabiskan waktu bermain kartu dengan teman-teman di pangkalan ojek seperti yang dilakukan Suwito,” terang Rizal, Raya manggut-manggut. “Maaf, aku ingin bertanya lagi … kira-kira berapa lama mereka akan begitu?” “Semalaman, biasanya Mak Bayah juga akan libur mengobati setiap hari jumat, ini sudah menjadi kebiasaannya. Warga yang mau berobat juga sudah paham, biasanya juga seharian besok Mak Bayah hanya berdiam diri di dalam kamar untuk menyembuhkan diri,” Raya mulai mengerti maksud perkataan Rizal, menyembuhkan diri yang ia maksud adalah luka-luka bekas cakaran kuku tajam makhluk yang dilihat Raya barusan, pantas saja dukun kampung tersebut hebat dalam mengobati, ternyata ia dibantu oleh kekuatan makhluk yang mungkin saja adalah jin. Raya semakin takut rasanya berlama-lama di rumah Mak Bayah. “Kalian sudah tahu lama soal ini? Soal Mak Bayah dengan makhluk itu,” herannya Rizal mengangguk membuat Raya bingung. “Kalau sudah tahu mengapa kamu masih mau bertahan dengannya? Lagipula kamu hanya dijadikan yang kedua, waktu awal datang ke mari aku juga sudah curiga ada apa-apa dengan Mak Bayah, kok bisa kalian tetap akur meski kalian menjadi suami pertama dan suami kedua, aneh saja rasanya janggal,” “Soal itu ….” Baru saja Rizal ingin menjelaskan, tiba-tiba dari arah luar terdengar seperti suara benda jatuh yang begitu keras, membuat Rizal dan Raya terperanjat. Rizal berjalan perlahan menuju pintu dan kembali menyibak tirai, setelahnya ia menutup mulutnya, wajahnya memucat dan Rizal menengok ke kanan kiri dalam kamar. Raya tentu saja bingung. Rizal segera bersembunyi di bawah ranjang dan meminta agar Raya berpura-pura tidur di ranjang dan memejamkan mata. “Cepat kamu pura-pura tidur, makhluk tadi sedang berjalan menuju ke sini,” mata Raya melotot seakan ke luar dari tempatnya. Mereka pun segera mengatur posisi, Raya membelakangi pintu agar tak melihat langsung penampakkan makhluk seperti serigala tadi. Jangan tanyakan lagi bagaimana wajah Raya yang berubah pucat, detak jantungnya tak beraturan, seketika peluhnya berlomba-lomba mulai menetes memenuhi dahinya. “Arggggg … Arggggghhh,” suara makhluk itu terdengar mendekat dan masuk ke dalam kamar Raya, ranjang Raya terasa bergoyang menandakan makhluk itu ikut duduk di atas ranjang, Raya mencoba alami memejamkan mata, tanpa mau mengintip sedikit pun. Terasa sekali suara napas makhluk tadi di telinga Raya, bahkan bulu-bulu di badannya terasa menjalar lembut di tangan Raya. Rasanya perempuan kota itu sulit bernapas sangking ketakutannya. Hanya sebentar saja, makhluk tadi mundur dan menjauh. Raya juga Rizal masih dengan posisi mereka semula tanpa mau bergerak sedikit pun. Setelah merasa posisi agak aman, Rizal ke luar dari bawah ranjang dan menggoyangkan tubuh Raya membangunkannya. Begitu Raya membuka mata dan menatap sekelilingnya, ia mengangguk pasrah saat Rizal pamit ke luar dari kamar yang ia tempati. Raya bisa bernapas lega, hanya saja apa yang dikatakan suami kedua Mak Bayah masih terngiang-ngiang di telinganya. Sementara Rizal yang baru saja ke luar dari kamar Raya, tiba-tiba sebuah suara menegurnya. “Dari mana kamu?” Deg. Rizal mematung di tempatnya.