Part 5
Sore hari semua pengobatan sudah selesai dan aktivitas Mak Bayah mengajak Ryan berlatih berjalan di halaman rumahnya yang terbilang sangat luas itu, seperti biasa kedua suaminya dengan patuh melihat dan menunggu perintah yang akan diberikan oleh Mak Bayah. Sementara Raya tidak nampak batang hidungnya sama sekali setelah meminum air ramuan dari Mak Bayah. Dia tak peduli dengan pandangan heran para tetangga, Mak Bayah terlihat seperti orang yang sedang jatuh cinta dari caranya menggandeng dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Ryan. Laki-laki dari kota itu sama sekali tak protes, bahkan tetangga melihat keduanya sangat mesra sekali. “Sepertinya ada mangsa baru. Mungkin nasibnya akan sama dengan suami-suaminya terdahulu. Bingung saja melihat kelakuan Mak Bayah, mau sampai kapan dia begitu.” Kata Lela ke pada Wati, tetangga Lusi yang kebetulan melintas dan melihat pemandangan itu. “Aku malah kasihan dengan para suaminya. Selain mereka itu akur, aku juga melihat Mak Bayah seperti menganggap mereka budak. Coba lihat saja saat dia memerintah dengan suara keras, herannya tak satu pun yang berani berbicara saat perempuan itu membuka mulut.” Sahut Wati tak mau kalah dengan bibir yang dikerucutkan. “Heran juga sama Rizal, suami keduanya bukannya dulu dia pacaran lama sama si Lusi, tapi malah si Lusi yang cantik dan manis begitu ditinggal percuma demi perempuan keriput itu, rasanya memang tidak masuk akal dan aku yakin Mak Bayah itu pasti pakai ajian atau pelet yang bikin siapa saja laki-laki yang melihatnya langsung jatuh cinta, tuh contohnya seperti anak kota tadi,” tukas Lela. Wati mengangguk mengiyakan. “Aku yakin Mak Bayah suka lagi sama anak gagah tadi, kayaknya dia bukan orang dari sini, pasti orang kota. Dari pakaian dan penampilannya saja sudah mengatakan bahwa dia orang kota. Aku yakin dalam beberapa hari lagi, Mak Bayah pasti mengumumkan akan menikah dengan laki-laki muda tadi.” “Ya betul, aku sudah sering mendengar laki-laki punya istri banyak, tapi berbeda dengan kampung kita ini bikin geger dengan perempuan bersuami dua, dan mungkin dalam waktu dekat mau menambah lagi. Kayaknya Mak Bayah tak pernah puas dengan dua laki-laki saja!” “Hish … makin ngeri aku melihatnya, nasib baik aku tidak punya anak laki-laki yang masih bujang, mungkin kalau ada pasti jadi mangsanya juga.” Urai Wati sambil mencebikkan bibirnya. Lela tertawa tergelak. “Dia tidak mungkin mau sama anakmu, coba lihat aja si Nanda anakmu itu, sudah jelek, sekolah juga bodoh. Mak Bayah senang dengan bibit yang bagus kayak si Rizal yang sekolah tinggi, kerjanya bagus dan satu lagi orangnya juga tampan.” “Sialan kau, La. Biar jelek tapi nanti kalau anakku sudah besar pasti bakal manis juga kayak bapaknya. Biar gitu-gitu Mas Agus legit juga rasanya, ya walaupun hitam legam.” Wati dan Lela tertawa bersamaan. “Kita ke rumah Lusi, yuk. Biar dia dengar informasi mengenai Mak Bayah,” Wati mengangguk mengikuti ajakan Lela. “Lus, kami punya info penting buat kamu, kamu tahu kah kalau Mak Bayah sudah punya mangsa baru, kalau dilihat dari tampilan pakaiannya sepertinya laki-laki itu dari kota, orangnya 50 persen lebih tampan dari Rizal, Rizal tidak ada apa-apanya dibanding orang kota ini, kulitnya putih, mulus, tinggi badannya dan kekar badannya,” lapor Lela. Lusi terlihat santai menanggapi. “Tidak heran kalau Mak Bayah, dia kan memang suka daun muda, lagian laki-laki itu pasti kekasih perempuan yang tadi pagi jalan-jalan pagi di kampung kita, perempuan putih, cantik itu,” sahut Lusi. “Lho, rupanya kamu sudah tahu, kira-kira kalau sudah punya yang baru … Mak Bayah akan tinggalkan Rizal atau tidak ya? Terus seandainya saja Rizal sudah lepas dari Mak Bayah, kira-kira kamu mau menerima Rizal kembali, Kah?” Wati segera menutup mulut Lela yang keceplosan, apalagi melihat mata Lusi melirik sinis, tak senang ke arah Lela. Lusi tak menanggapi pertanyaan teman-temannya, baginya tanpa berbicara saja, kedua temannya sudah paham bagaimana dirinya yang sulit melupakan cinta pertamanya tersebut. Berita mengenai kedekatan Mak Bayah dengan anak kota, Ryan pun mulai tersebar melalui mulut Lela dan Wati. Tak hanya sampai ke telinga Lusi namun ke telinga ke dua orang tua Lusi. “Sudah-sudahlah, Nak. Sebaiknya kamu cari saja pengganti Rizal. Buat apa kamu urusi hidupnya yang sudah bahagia dengan Mak Bayah,” nasehat ibunya Lusi saat dia membahas mengenai berita kedekatan Mak Bayah dengan Ryan. “Lusi hanya kasihan sama Mas Rizal, Bu. Dia itu sudah rela dijadikan suami kedua dan sekarang Mak Bayah mau bersuamikan orang kota lagi yang lebih muda dan tampan dari dia,” “Kamu tidak perlu kasihan dengan Rizal. Dia saja tidak pernah peduli dengan perasaan ibunya dan juga waktu dia mau menikahi Mak Bayah. Kamu itu seakan lupa dengan rasa sakit hatimu, sampai-sampai masih saja mengingat Rizal. Ibu tidak akan pernah suka kamu membicarakan apa saja yang ada hubungannya dengan Rizal atau Mak Bayah,” tegas ibunya Lusi. “Apa yang dikatakan oleh ibumu sudah benar, kamu lebih baik mempersiapkan masa depanmu saja karena kamu sudah berumur 22 tahun, seharusnya kamu memikirkan waktumu untuk menikah dan cepat kasih momongan buat Bapak sama Ibu, kamu itu anak kami satu-satunya kalau lama baru menikah terus kami kapan punya cucu,” Lusi hanya diam saja mendengar ucapan Bapaknya. “Ya itu si Dahlan sudah lama suka sama kamu, orang tuanya sudah kasih kode mau melamar kamu, hanya tinggal menunggu lampu hijau dari kita saja. Ibu takut bilang iya, takutnya kamu malah menolak menikah sama anak juragan jagung itu,” terang ibunya sembari membelai lembut rambut anak semata wayangnya ini. “Ya, nanti Lusi pikirkan,” “Jangan terlalu lama, paling lama tiga minggu ya atau awal bulan depan kasih jawaban,” pinta Ibunya. Lusi tak berkutik selain mengiyakan. Batinnya, dia tak akan menerima siapapun, selain Rizal. Rasanya berat jika harus membuka pintu hatinya buat orang lain, sebab Lusi merasa seakan-akan begitu gila saat Rizal memilih Mak Bayah ketimbang dirinya, lucunya ia tidak membenci Rizal dan masih menganggap bahwa suatu saat Rizal akan sadar dan kembali lagi padanya. *** “Seperti biasa kasih minuman ini sama perempuan kota itu, sebentar lagi Mak mau obati Ryan, setelah itu kalian berdua berjaga-jaga di depan kamar perempuan itu supaya dia tidak ke sana ke mari lagi ingin tahu dengan cara pengobatan yang aku lakukan, aku tak mau pengobatanku berjalan setengah-setengah,” perintah Mak Bayah ke pada kedua suaminya, Rizal dan Suwito kompak mengangguk. Rizal menerima secangkir air berwarna merah yang sudah dua hari ini diberikan ke pada Raya, Mak Bayah sendiri sengaja memberikan air merah yang sudah ia beri mantra tersebut untuk diminumkan ke Raya supaya calon istri Ryan tertidur lelap dan tidak akan berkeliaran saat Mak Bayah memadu kasih dengan Ryan. Begitu ia masuk ke dalam kamarnya, ia melihat Ryan yang sudah berdiri dengan gagah menunggunya, Mak Bayah menyambutnya dengan senyum. “Kamu awasi kedua suamiku jangan sampai mereka tahu apa yang aku lakukan dengan Ryan dan pastikan perempuan kota itu tertidur lelap, sekarang pergilah,” Mak Bayah berbicara dengan bayangan yang berganti-ganti wajah persis tak jauh dari posisi Mak Bayah, tak lama bayangannya menguap dan menghilang. Senyum Mak Bayah mengembang.Part 22“Ya ampun, Lus. Ibu pikir kamu akan menolak lagi lamarannya Dahlan, ya sudah kalau begitu besok pagi-pagi Ibu sama Bapakmu akan ke rumah Dahlan memberi tahu berita baik ini,” Ayu menghambur memeluk anaknya dengan penuh haru. Dedi bernapas lega. ***Sekira pukul Sembilan pagi, Ayu dan Dedi mendatangi rumah Aminah, Ibunya Dahlan untuk menyampaikan berita baik mengenai diterimanya lamaran anaknya beberapa minggu yang lalu, Ayu dan Dedi begitu tampak bahagia, saat melintasi rumah Mak Bayah terlihat sangat ramai dan suara orang menangis bersahut-sahutan, mereka berdua juga tidak tahu apa namun mereka tak peduli dan terus melanjutkan perjalanan mereka menuju ke rumah Aminah yang bakal menjadi besan mereka nantinya.Kedatangan mereka disambut oleh Aminah juga putranya, Dahlan. Dahlan yang mengetahui kujungan kedua orang tua tentu saja menjadi deg-degan, ia khawatir jika Lusi menolak pinangannya karena kemarin tidak ada tanda-tanda Lusi akan menyukainya, dia merasakan juga jika
Part 21Ke luar dari rumah Mak Bayah, Dahlan mengedarkan pandangan kea rah luar, ia takut ada yang memergokinya berkunjung ke rumah dukun kampung. Beruntung keadaan jalan sepi, Dahlan gegas berjalan dan kini menuju rumah Lusi. Ia sendiri masih bingung apa yang harus ia lakukan supaya Lusi mau meminum air yang sudah dimantera oleh Mak Bayah. Saat berjalan, mendadak ia punya ide untuk membawakan makanan ke rumah Lusi jadi nanti akan dihidangkan bersama dengan air yang ada di tangannya. Dahlan singgah ke warung membeli aneka jajanan dan dengan tersenyum senang ia berharap agar Lusi bisa meminum dan akan terus mengingat Dahlan di hatinya. “Ehh, Dahlan apa kabar?” sambut Ibunya Lusi, Ayu. Dahlan celingak celinguk mencari keberadaan Lusi, tapi sepertinya Lusi sedang tidak ada di rumah.“Kabarku baik, Bu. Oya Lusi mana, Bu? Aku ke sini mau ketemu sama dia, mau lebih dekat mengenal dia,” Ayu tersenyum.“Lusi ada di kamarnya, tadi baru saja pulang dari mencuci di sungai, biasalah kegiatannya
Part 20 “Sudah ada jawaban si Lusi kah, Mak?” tanya Dahlan mengenai lamarannya ke pada Lusi, mantan Rizal. Sebelumnya saat melamar, kedua orang tua Lusi meminta waktu selama tiga minggu, hanya saja sudah hampir tiga minggu lamanya, belum jua kunjung ada tanda-tanda lamarannya akan diterima, Dahlan sendiri sudah lama memendam perasaan ke pada gadis bergigi gingsul tersebut, hanya saja dulu keburu pacaran dengan Rizal.Kali ini Dahlan tidak mau kehilangan kesempatan mendapatkan Lusi, hanya Lusi yang terus menari-nari di pelupuk matanya, selalu hadir di dalam mimpi indahnya, Dahlan yang seharusnya menerima pekerjaan di luar kota pun terpaksa ia tolak karena berharap Lusi akan menerima lamarannya dulu, menikah barulah ia akan pergi jauh bersama Lusi dari kampung ini di mana ada Rizal, mantan Lusi yang bisa saja sewaktu-waktu akan mengambil Lusi lagi darinya, hal itulah yang harus dia cegah.“Sampai sekarang belum ada kabarnya, Nak? Coba saja kamu jalan-jalan ke rumahnya, tanyakan sama o
Part 19 Nurhayati yang pingsan membuat Anisa juga Mbok Ijah menjadi panik, mereka mencoba membaringkan Nurhayati ke sofa, Anisa meminta Mbok Ijah membawakan minyak angin.“Bu … Bu Nur, bangunlah … bangun, Bu,” Anisa mencoba membangunkan Nurhayati sembari menggosokkan telapan tangannya, tak lama Nurhayati bangun dan begitu membuka mata ia kembali menangis.“Anakku, Raya. Aku tak mau terjadi sesuatu padanya, Bu. Kita harus kembali ke kampung itu, aku ingin menjemput Raya secara langsung, tolong Bu Anisa diam-diam dulu ya, aku maunya Papanya Raya tidak tahu akan hal ini, lagipula Beliau masih bertugas ke luar daerah,” lirih Nurhayati, Anisa hanya bisa mengangguk setuju. “Semoga saja anakku masih hidup,” harap Nurhayati.“Ya, Bu. Semoga saja, sebab saat menumpang di mobil, kata Raya dia ingin kembali ke kampung Mak Bayah itu karena ingin mengambil barangnya yang tertinggal di sana, semoga saja itu pertanda kalau Raya masih hidup dan memang dia masih ada di sana, kemarin mungkin saja kar
Part 18 Ibunya Ryan, Anisa segera membawa Ryan pergi dari kampung di mana Mak Bayah berada, sepanjang perjalanan Ryan terlihat gelisah, bahkan dia nekat ingin membuka pintu mobil. Sepertinya Ryan melakukannya tanpa sadar, yang ada di otaknya kini bagaimana ia kembali pada Mak Bayah, calon istrinya.“Apa yang kamu cari dari manusia tua seperti itu, otakmu memang sudah dicucinya supaya tidak mengenali calon istrimu, Raya. Bahkan kamu menolak perintah Ibu, biasanya kamu selalu menurut apa saja yang kami katakan, tapi tidak lagi sejak kamu diobati dukun kampung itu, sekarang ini Ibu harus mengurusmu dulu, nanti urusan Raya akan Ibu kasih tahu sama Papanya biar dijemput langsung,” Ryan nampak melotot tak senang ketika Ibunya menyebut nama Raya, baginya Raya adalah tukang selingkuh yang membuat hatinya hancur, beruntung ada Mak Bayah yang mau mengobati luka hatinya, selain itu Ryan selalu teringat pada kenangannya bersama Mak Bayah terutama saat memadu mesra di ranjang, Ryan merasakan sen
Part 17“Kalian itu yang sopan kalau mau masuk rumah orang, belum lagi aku mempersilahkan masuk, kalian sudah seenaknya main masuk tanpa permisi, atau mau aku teriak memanggil orang sekampung biar kalian digebuk warga di sini,” Langkah Ibunya Ryan tadi terhenti, ia tersenyum sinis kemudian dengan santainya menyingkap tirai pintu kamar yang ditempati oleh Ryan. Ia sempat terdiam melihat sekitar kamar, Mak Bayah merasa gugup sekali, khawatir jika calon suaminya akan ditemui di sana dan diambil paksa darinya mengingat ia sudah merencanakan akan menikah dengan laki-laki kota tersebut. “Tidak ada siapa-siapa di sini, baguslah berarti mungkin mereka ada di dalam,” Mak Bayah kaget tak menyangka jika Ryan yang semula masih tertidur pulas di dalam kamar justru tak ada, Mak Bayah ikut melihat mencari ke dalam kamar, memang tidak ada Ryan di sana. Mak bayah merasa lega dan kembali merasakan detak jantungnya tak beraturan saat Ibunya Ryan kembali melangkah cepat menuju dapur dan kamar yang lai