“Tolong buatkan segelas teh hangat untuk Abi.. Aku harus ke kamar sebentar dan akan segera kembali.”
Itu kata – katanya Barbara beberapa saat lalu. Moreau pikir ibunya masih harus disergap kebutuhan – kebutuhan untuk menjelaskan segala sesuatu yang terungkap kemarin malam.
Namun, sepertinya dia menduga dengan salah saat mendapati wanita itu sedang berjalan sambil bergelayut manja di lengan Abihirt, pria tegap yang sempurna dalam balutan jas biru navy.
Walau tak dimungkiri ekspresi wajah yang dingin, begitu jomplang terhadap wanita yang menarik kursi lalu mempersilakan suaminya duduk.
“Aku sudah membuatkan teh untukmu, Abi. Minumlah.”
Ada sesuatu yang ganjil di sini. Moreau menatap Barbara sedikit tak percaya. Wanita itu mengaku – ngaku, bahkan teh yang Moreau siapkan tadi, teh di hadapan Abihirt saat ini, diseduh secara khusus seperti yang pernah diajarkan seseorang.
Sayangnya apa yang bisa dilakukan? Moreau tak mungkin membantah hanya karena butuh pengakuan jujur. Dia