Tepat pukul delapan malam lebih tiga puluh menitan Idhar datang membawa berbagai jenis makanan. Wajah jenakanya yang khas selalu membuat Ziva tersenyum meski kondisi hatinya sedang tidak karuan.
“Malam Om,” sapa Idhar kala melihat Bramono yang berdiri menjulang tinggi di belakang Ziva.
“Hm, malam.”
“Ini aku bawa makanan dari Enyak untuk Ziva sekeluarga.”
Bramono mengerutkan kening curiga. “Dalam acara apa bagi-bagi makanan?”
“Soalnya besok aku mau sidang, Om. Doain, ya.”
“Oh ….” Bramono mengangguk-angguk percaya dan semua itu membuat Ziva merasa lega. Bahkan papa-nya sudah menyuruh Idhar untuk masuk. Bramono juga sudah menyuruh Ziva membuatkan minuman untuk Idhar. “Kamu teman kuliahnya Ziva?” tanya Bramono, menatap intens Idhar dari ujung kepala ke ujung kaki.
“Iya, Om. Tapi aku jurusan teknik.”
“Owalah bagus kalau begit