Denting pedang menyatu dengan desau angin es. Xu Ming mundur tiga langkah. Lututnya sedikit goyah saat kakinya menapak kembali pada lantai es yang keras. Di sekelilingnya, kabut tipis menggantung dari napas-napas yang membeku. Udara terasa kaku, tidak hanya karena suhu... tapi karena tekanan dari pria di hadapannya.
Lawan itu berdiri tegak. Diam. Tidak satu tetes keringat, tidak satu tarikan napas terdengar dari balik tudung hitamnya. Hanya matanya gelap, sunyi, seperti ruang kosong di tengah badai. Dan kosong itulah yang mengancam Xu Ming.
Xu Ming menyesuaikan posisi kuda-kuda. Pundak kirinya terasa nyeri tumpul. Di sisi tubuhnya, jubahnya robek lebar, dan darah tipis merembes dari bekas hantaman sebelumnya. Itu bukan tebasan. Bukan serangan energi. Hanya sebuah pukulan lurus, namun cukup untuk membuat tulangnya nyaris retak.
"Apa kau mulai merasakan perbedaan kekuatan kita bocah?" Suara pria itu datar, tidak meninggi, tidak menantang. Hanya sebuah pernyataan yang seperti palu yang m