Bara tak henti memagut bibir Bintang dengan liar, meledakan semua rasa dalam diri. Otaknya tak bisa berfungsi dengan baik di kala ciuman itu semakin panas. Sementara Bintang yang tadi berontak mulai lemah tak bertenaga di kala ciuman itu semakin menggebu.
Bara dan Bintang seperti terjebak di dalam lingkaran api yang membuat mereka terjerat. Mereka tak bisa lepas. Sekeras apa pun mereka berlari, kenangan yang mereka miliki terlalu dalam, hingga tak bisa sama sekali teratasi.
Tiba-tiba, kepingan memori Bara tentang luka yang diberikan Bintang muncul. Detik itu juga Bara melepaskan ciuman itu, dan menjauh dari Bintang beberapa langkah. Pun sama halnya dengan Bintang yang menjauh dari Bara.
“Apa yang sudah kamu lakukan, Bara?!” seru Bintang, menahan air matanya.
Bara terdiam, masih belum bisa menjawab apa pun perkataan Bintang.
Bintang mati-matian menahan air matanya agar tidak tumpah. “Kamu udah nggak waras! Udah aku berkali-kali bilang sama kamu, lupain aku! Jangan pernah—”
“Kamu