“Jika mencintaimu terlalu berat, maka melepaskanmu adalah pilihan terbaik.” Bara hanya mencintai Bintang, begitupun sebaliknya Bintang hanya mencintai Bara. Namun, sayangnya kisah cinta mereka tak sesederhana itu. Ada jurang yang menghalangi dua insan yang saling mencintai. Mereka bagaikan dua samudera yang tak akan mungkin bisa dipersatukan. Bintang menyerah, dan Bara memperjuangkan. Seakan cinta tak setara, tapi faktanya cinta mereka sangat besar. Hanya saja banyak orang di sekeliling mereka yang berusaha memisahkan. Badai selalu menerpa, membuat cinta mereka goyah. Kisah ini harusnya sudah usai bagi Bintang, tapi tidak bagi Bara.
Lihat lebih banyak“Aku mau putus.”
Kata-kata yang lolos di bibir gadis cantik bernama Bintang, membuat Bara yang duduk di hadapannya sontak terkejut. Tampak aura wajah Bara menunjukkan emosi yang tak bisa tertahan. Sorot menajam yang tercipta di mata Bara, tak membuat Bintang takut sedikit pun. “Aku lagi nggak suka becanda, Bi. Jangan ngomong hal-hal konyol,” jawab Bara menekankan, tak suka diajak bercanda oleh kekasihnya itu. Bintang bangkit berdiri. “Aku nggak bercanda, Bara. Aku udah bosen sama kamu. Aku mau kita putus.” Bintang hendak pergi, tapi Bara menahan lengan Bintang. “Nggak usah main-main bisa nggak sih? Aku lagi capek!” Bintang menepis kasar tangan Bara, berusaha kuat menahan air mata yang nyaris tumpah. “Aku udah bosen sama kamu. Kamu nggak lebih baik dari Mario. Aku capek sama kamu yang selalu naik motor. Sementara Mario punya mobil bagus. Aku capek sama kamu diajak makan di pinggir jalan, sedangkan Mario selalu bawa aku ke restoran mahal. Aku capek sama kamu yang kasih kado boneka, sedangkan Mario kasih aku kado mahal.” Bara terdiam di tempatnya mendengar apa yang dikatakan oleh Bintang. Laki-laki tampan itu melangkah mundur, di kala mendapatkan ucapan tajam dari sang kekasih yang sudah bersamanya selama lima tahun. “Kamu selama ini jalan sama Mario?” tanya Bara menahan amarahnya mendengar nama ‘Mario’. Bintang mengangguk tanpa ragu. “Ya, di belakang kamu selama ini aku jalan sama Mario. Aku bandingin kamu dengan dia. Kamu jauh banget dari dia. Mario bisa bahagian aku, sedangkan kamu? Aku capek dengan keadaan kamu yang cuman pas-pasan, Bara.” Bara tertunduk lesu, sudut matanya mengeluarkan air mata. “Kamu bohongin aku kan, Bi. Kamu nggak serius sama ucapan kamu.” “Apa yang dibilang Bintang sama sekali nggak bohong. Dia memang pacar gue,” sahut sosok laki-laki tampan, yang memiliki postur tubuh tinggi tegap seperti Bara. Tatapan Bara menajam menatap laki-laki bernama Mario. “Lo ngapain di sini?!” Mario memeluk pinggang Bintang di hadapan Bara. “Cewek yang ada di hadapan lo ini adalah cewek gue. Jangan ganggu cewek gue!” Emosi Bara terpancing mendengar ucapan Mario. Dia meraih kerah baju Mario. “Berengsek! Bintang itu cewek gue, Sialan!” Mario tersenyum sinis. “Yakin? Nyatanya cewek yang lo akuin ini milih gue.” Bintang mendorong keras Bara, membela Mario. “Apa-apaan sih, Bar! Tadi kan aku udah bilang putus! Sekarang aku udah bukan pacar kamu lagi!” Bara semakin marah, dan mencengkeram tangan Bintang. “Bintang Dilara! Jangan main-main sama aku!” “Aku udah tidur sama Mario! Apa yang kamu harapin dari aku?! Kamu ngapain ngejar cewek yang udah jelas-jelas nggak mau sama kamu!” bentak Bintang, menahan air matanya. Bagaikan tersambar petir, Bara terkejut luar biasa mendengar ucapan Bintang. Laki-laki tampan itu tak bisa menahan air matanya. Dia meneteskan air mata di hadapan gadis yang sangat dia cintai. “K-kamu udah tidur sama Mario?” tanya Bara dengan nada bergetar. Bintang mengangguk, menahan air mata. “Iya! Dia bisa kasih kebahagiaan yang kamu nggak bisa kasih.” Bara tak kuasa menahan air matanya mendengar fakta yang ada. Laki-laki tampan itu menyeka air matanya berusaha kuat, dan tanpa berkata apa pun lagi, dia berbalik pergi meninggalkan Bintang. Tubuh Bintang nyaris ambruk di kala Bara pergi dalam keadaan menangis. Refleks, Mario yang masih memegang Bintang langsung memeluk erat tubuh Bintang, membantu gadis berusia 20 tahun itu untuk tetap berdiri. “Bintang, are you okay?” tanya Mario khawatir. Bintang menangis seraya menatap lirih Mario. “I’m okay, Mario. Thank you udah nolongin aku.” Mario menghela napas dalam. “Harusnya nggak kayak gini. Kamu bisa jelasin ke Bara tentang—” “Nggak! Ini udah seharusnya terjadi. Bara punya masa depan yang cerah. Aku nggak mau jadi penghalang dia,” ucap Bintang, dengan air mata yang tak henti lolos. *** Tiga minggu berlalu, hidup Bintang tanpa Bara seakan siang tanpa malam. Gadis cantik itu sudah tak lagi bertemu dengan Bara di kampus. Bara merupakan mahasiswa akhir fakultas bisnis, sedangkan Bintang di bawah Bara satu tahun. Siang itu, Bintang memutuskan untuk segera pulang ke apartemen yang letaknya di wilayah Jakarta Timur. Gadis cantik itu pulang menggunakan busway, tapi saat di halte—dia merasa perutnya benar-benar aduk. Rasa mual tidak bisa lagi teratasi. Bintang memilih mengabaikan rasa mualnya. Dia pikir mual ini karena asam lambung, tapi tiba-tiba saja pandangan Bintang mulai buram. Orang yang semakin banyak mengantre di busway, membuat Bintang mulai merasakan sesak luar biasa. Dalam hitungan detik, Bintang jatuh pingsan di halte. Seluruh orang yang ada di halte menjerit melihat Bintang jatuh pingsan. Mereka meminta petugas membantu Bintang. Tubuh mungil Bintang dibopong oleh petugas—dibawa ke rumah sakit. Aroma rumah sakit menyeruak ke indra penciuman Bintang. Sayup-sayup, gadis itu mulai membuka matanya, dan mengendarkan pandangannya menatap dirinya berada di sebuah ruangan yang dia yakini adalah di rumah sakit. “Permisi, Anda sudah siuman?” seorang dokter wanita menghampiri Bintang. Bintang memijat keningnya, menatap dokter di hadapannya. “Maaf, Dok. Kenapa saya ada di sini?” “Anda pingsan di halte busway. Ada petugas yang membawa Anda ke sini,” jawab sang dokter seraya tersenyum hangat. Bintang terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sang dokter. Kepingan memorinya mengingat tentang dirinya yang pulang kuliah, dan merasakan mual luar biasa. Selain mual, dia juga merasakan rasa pusing yang tak teratasi, hingga membuatnya jatuh pingsan. “Maaf, saya menyusahkan banyak orang,” ucap Bintang pelan, dan merasa bersalah. Sang dokter tetap tersenyum. “Sebagai seorang dokter, sudah tugas saya untuk mengobati pasien saya.” Bintang menatap sang dokter. “Saya baik-baik saja, kan, Dok?” “Di mana suami Anda?” tanya sang dokter yang sontak membuat Bintang terkejut. Kening Bintang mengerut dalam. “Suami? Saya belum menikah. Kenapa dokter menanyakan suami saya?” Sang dokter menghela napas. “Anda hamil. Usia kandungan Anda saat ini adalah lima minggu. Tapi, Anda harus tahu bahwa kandungan Anda lemah. Sepertinya banyak beban yang Anda pikirkan. Saya tidak ingin menghakimi Anda. Saran saya segera beri tahu ayah dari calon anak Anda.” Tubuh Bintang membeku terkejut mendengar penjelasan sang dokter. Debar jantungnya berpacu dengan kencang. Tangannya sampai berkeringat dingin penuh rasa takut. Berkali-kali, dia menggelengkan kepalanya meyakinkan bahwa apa yang dia dengar ini pasti salah. “Tidak mungkin! Dokter pasti salah,” seru Bintang menahan air matanya. Sang dokter langsung menyerahkan selembar kertas yang ada di tangannya pada Bintang. “Hasil medis Anda sudah keluar. Di sana sangat jelas bahwa Anda sedang mengandung.” Tangan Bintang gemetar memegang selembar kertas itu. Air matanya satu demi satu membasahi pipinya. Dadanya sesak luar biasa, mengetahui fakta di mana dirinya sedang mengandung. “Apa yang harus aku lakukan?” gumam Bintang lirih seraya menyentuh perutnya yang masih rata.Bintang tak bisa berkata-kata di kala hari yang dinanti-nantikan telah tiba. Hari di mana dirinya dan Bara akan menjadi sepasang suami istri. Perjalanan panjang, yang membuatnya dan Bara melewati berbagai rintangan. Bahkan mereka sempat terpisah akibat takdir yang tak pernah memberikan arahan pasti.Namun sekali lagi Bintang mengatakan bahwa dia tak pernah menyesali apa pun. Pernah terpisah dengan Bara cukup lama memang membuat hatinya sangat hancur, tapi dia menganggap bahwa ini adalah perjalanan kehidupannya—yang mana dia bisa memahami arti pentingnya sebuah waktu. Sebagian banyak orang, memiliki perjalanan kisah yang berbeda-beda dalam menemukan cinta sejati. Seperti contoh Bintang yang dulu tak disukai oleh ibu Bara, kini bisa berdiri di depan cermin dengan balutan gaun pengantin indah—dan akan sebentar lagi mengucapkan janji suci dengan pria yang dia cintai yaitu Bara.Badai datang menerpa berupaya memisahkan, tapi terbukti cinta Bintang dan Bara terlampau kuat—hinga mampu mena
Jakarta, Indonesia. Tinggal di New York cukup lama, akhirnya Bintang dan Bara kembali ke tanah air. Tentu kepulangan mereka bersama dengan Bima, Della, Galih, dan Mbok Inem. Meninggalkan tanah air cukup lama, membuat mereka tentu merindukan Indonesia. Well, bukan hanya sekadar merindukan saja, tetapi acara pernikahan Bara dan Bintang harus segera berlangsung.Bara bukan pria yang main-main dalam ucapannya. Sebelum kepulangan ke tanah air, dia sudah meminta Andi untuk mengurus persiapan pernikahannya dengan Bintang. Pun Wilona turut membantu. Selama berada di New York, Bintang selalu menjalin hubungan baik dengan Wilona. Kabar pernikahan Bara dan Bintang itu, membuat seluruh karyawan di Gunaraya Group sangat senang. Jadi, banyak yang menawarkan diri untuk membantu persiapan pernikahan Bara dan Bintang.Selama bekerja di Gunaraya Group, Bintang adalah sosok yang lemah lembut, dan tak suka mencari keributan. Wanita cantik itu selalu fokus bekerja, tanpa mau ada masalah. Beberapa kali a
Salju di kota New York, menunjukkan keindahan. Meski jalanan dan banyak tempat diselimuti salju, tetapi selalu ada nilai keindahan tersendiri. Tampak orang berlalu lalang melewati jalan, dengan memakai mantel cukup tebal. Ya, tidak sedikit turis berdatangan saat musim salju seperti ini.Central Park, taman terbesar di Manhattan itu berubah menjadi negeri dongeng saat tertutup salju. Taman itu berdiri megah, diselimuti oleh lapisan salju yang tebal. Suasana tenang dan damai menyelimuti taman yang biasanya dipenuhi dengan hiruk-pikuk pengunjung.Pepohonan yang tinggi, cabang-cabang berkilau dengan salju putih, menciptakan pemandangan yang menakjubkan. Suara langkah kaki yang menginjak salju menghasilkan bunyi ‘krak-krak’ yang lembut, seolah-olah mengundang setiap orang untuk menikmati keindahan musim dingin.Sepanjang jalan setapak, anak-anak berlarian dengan ceria, membuat bola salju dan membangun manusia salju. Tawa mereka menggema di udara dingin, menciptakan melodi kebahagiaan yang
Bintang menatap foto Bima yang baru saja dia upload di media sosialnya. Tampak jelas senyuman di wajahnya merekah indah. Dia sangat merindukan putra kecilnya yang ada di Jakarta. Terakhir, dia tahu bahwa Bima sedang sibuk di sekolah—dan membuat putranya itu masih belum bisa menyusul ke New York. Pun selain itu, orang tua Bara menambahkan les khusus untuk Bima. Jadi, bisa dikatakan aktivitas putra kecilnya itu sangat banyak. Sibuk melebihi dirinya.Ya, Bintang tak mau bersikap egois. Apalagi dia sadar bahwa Bima harus mendapatkan masa depan yang terbaik. Menahan diri tak bertemu dengan putranya adalah caranya membiarkan putranya lebih berkembang. Pun dia masih bisa meluapkan rasa rindu dengan video call.“Bintang,” panggil Bara seraya melangkah masuk ke dalam kamar.Bintang mengalihkan pandangannya, mendongak menatap Bara yang mendekat. “Iya?” jawabnya hangat, dan lembut.Bara duduk di samping Bintang. “Aku pesan pizza. Baru aja kurirnya anterin. Aku udah taro di meja makan. Kamu mau n
Bintang menggeliat di dalam pelukan Bara. Wanita cantik itu mengerjap beberapa kali, menandakan bahwa sebentar lagi matanya akan seger terbuka. Tepat di kala matanya kini sudah terbuka sempurna, tatapannya menatap Bara—yang ternyata sudah lebih dulu membuka mata—dan terus menatap dirinya dengan tatapan hangat.“Udah bangun, hm?” bisik Bara seraya membelai lembut pipi Bintang.Bintang tersipu mengingat kejadian tadi. Kejadian di mana dirinya dan Bara melakukan pergulatan panas. Hatinya berbunga-bunga, tak bisa menutupi bahwa dirinya sangat bahagia. Sentuahan Bara begitu candu.“Aku tidur lama, ya?” balas Bintang bertanya.Bara mengecup bibir Bintang. “Nggak apa-apa. Kamu pasti capek. Lapar nggak? Aku masakin ya?” tawarnya hangat.Kening Bintang mengerut dalam. “Eh, jangan. Aku aja yang buatin makanan buat kamu,” jawabnya cepat-cepat.Bara menyapukan hidungnya ke hidung Bintang. “Aku cuman masak simple. Aku buat steak aja. Jadi, nggak susah kok.”Bintang ingin menolak, karena tak tega p
Bintang terbangun dengan perasaan hangat yang mengalir dari pelukan Bara. Cahaya lembut matahari menembus tirai jendela, memancarkan kilau hangat pada wajah mereka yang masih terlelap bersama. Udara dingin di luar seolah kontras dengan kehangatan yang ada di dalam kamar mereka.Tatapan Bintang terhenti pada jendela yang terlihat seperti lukisan hidup. Butiran salju putih turun pelan-pelan, menari di udara sebelum mendarat halus di trotoar dan atap bangunan. Kota yang biasanya sibuk perlahan tertutup oleh selimut salju yang tenang dan bersih, menciptakan suasana magis yang sangat jarang ditemui. Lampu jalan redup berkilauan di balik sapuan putih itu, memberikan warna keemasan yang elegan.Wanita cantik itu terlihat merasakan kenyamanan. Dinding bercat krem lembut dipenuhi lukisan-lukisan kecil kenangan mereka bersama: foto-foto liburan, tiket konser, dan gantungan hati kecil. Di meja samping tempat tidur, terdapat cangkir teh yang mulai dingin, mengingatkan Bintang akan malam yang penu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen