Tengah malam itu, Tara tak bisa memejamkan matanya. Gelisah menghantui pikirannya. Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar untuk mengambil air minum.
Namun, saat melewati kamar Liora, ia mendapati pintunya terbuka sedikit. Tara mendekat, berniat menutupnya. Tapi sebelum pintu itu tertutup sepenuhnya, terdengar suara dari dalam, suara Liora yang sedang mual dan muntah.
Tanpa pikir panjang, Tara langsung masuk ke kamar itu.
“Mau sampai kapan, Kakak menutupi kehamilan itu?”
Suara Tara membuat tubuh Liora terlonjak kaget. Ia buru-buru memutar keran wastafel, mencoba menyamarkan suara.
“Bukan urusanmu,” sahut Liora dingin. “Aku tahu kamu pasti mau mamah sama ayah tahu, lalu aku diusir dari rumah. Itu kan tujuan kamu balik ke rumah ini?”
Tara menggeleng pelan, menahan emosi yang mulai memuncak. “Sejak dulu, Kak Liora selalu berprasangka buruk. Padahal, cepat atau lambat, ayah dan mamah pasti tahu sendiri. Bayi dalam perut Kakak nggak mungkin disembunyikan selamanya, bayi itu