Taksi melaju di jalan raya yang cukup padat, tapi June dan Alarick sama-sama diam. Mereka larut dalam pemikiran mereka masing-masing. June melihat keluar jendela, berusaha memikirkan cara untuk kabur, tapi percuma dengan kondisi kakinya yang masih sakit, ia tidak mungkin bisa lari. June berdoa dalam hati, semoga saja laki-laki ini tidak berniat jahat padanya.
Alarick mengemudikan mobilnya tanpa ragu, ia nampaknya benar-benar sudah tahu di mana tempat tinggal June. Lima belas menit kemudian, Alarick sudah memarkirkan mobilnya di lahan parkir apartemen June. Mata June membesar, ia benar-benar tidak menyangka Alarick tahu persis tempat tinggalnya.
“Ayo, turunlah,” kata Alarick sambil membuka pintu mobil untuk June.
June hanya terdiam menatap Alarick tanpa bisa berkata apapun.
“Mau tetap di dalam taksi?” tanyanya lagi.
June tetap diam. Bukan karena ia ingin diam di dalam mobil, tapi June tidak yakin ia punya pilihan. Diam di dal