Malam yang panas
Di sebuah kota yang jarang tidur, Nadia, seorang wanita karier berusia 28 tahun, menjalani hidupnya dengan ambisi besar. Namun, di balik pencapaiannya, ada kehampaan yang tak bisa ia pahami. Hingga suatu malam, ia bertemu dengan Reza—seorang pria penuh misteri dengan tatapan yang sulit diabaikan.
Percakapan mereka yang awalnya biasa perlahan berubah menjadi permainan penuh godaan. Malam semakin larut, dan batas antara logika serta hasrat mulai memudar. Nadia terhanyut dalam pengalaman yang mengguncang tubuh dan pikirannya. Namun, di balik keintiman itu, ada rahasia besar yang disembunyikan Reza.
Apakah pertemuan mereka hanya sekadar pelampiasan, ataukah malam itu menjadi awal dari sesuatu yang lebih dalam?
Novel ini bukan hanya menghadirkan kisah penuh gairah, tetapi juga menyelami perjalanan psikologis tokoh dalam memahami kebebasan, hasrat, dan arti keintiman yang sesungguhnya.
Read
Chapter: Bab 11 - Bayang-bayang masa laluPagi itu, Nadia terbangun lebih dulu. Sinar matahari menyelinap lembut melalui tirai kamarnya, tapi hatinya justru terasa berat. Ia menatap Reza yang masih terlelap di sebelahnya—tenang, nyaris polos. Tapi di balik ketenangan itu, Nadia tahu ada badai yang belum reda.Ia bangkit pelan, mencoba tidak membangunkan Reza, lalu menuju dapur dan mulai membuat kopi. Saat aroma pahit itu memenuhi udara, ponselnya berbunyi. Satu pesan baru masuk, tanpa nama pengirim.> "Kalau kau tahu apa yang pernah dia lakukan padaku, kau pasti tak akan mempercayainya lagi."Jantung Nadia berdetak lebih cepat. Ia menatap layar, menimbang apakah ini hanya ancaman kosong—atau sesuatu yang lebih gelap.Reza muncul di ambang pintu, matanya masih berat. "Kamu bangun pagi.""Ada yang harus aku pikirkan," jawab Nadia pelan, lalu menyodorkan ponselnya.Reza membaca pesan itu. Napasnya tertahan."Dia mulai menyerang kamu juga," katanya perlaha
Last Updated: 2025-05-04
Chapter: Bab 10 - Luka yang belum sembuhPagi itu, sinar matahari masuk lewat celah tirai, memecah kehangatan kamar yang masih diselimuti sisa-sisa malam. Nadia terbangun lebih dulu. Ia duduk di tepi ranjang, menyelimuti tubuhnya dengan selimut tipis, menatap ke luar jendela dengan perasaan campur aduk. Tubuhnya masih hangat oleh pelukan Reza semalam, tapi pikirannya sudah melayang ke dunia luar—tempat masalah tak bisa diabaikan. Reza masih tertidur, napasnya teratur. Wajahnya tenang, seolah malam tadi telah membawa kedamaian yang ia cari selama ini. Nadia memandangi pria itu lama, membiarkan dirinya merasa tenang sejenak sebelum kenyataan mengetuk kembali. Ponsel Nadia bergetar di atas meja. Ia melirik—“Mama”. Hatinya mengecil. Ia ragu beberapa detik, lalu mengangkatnya. “Halo, Ma?” “Di mana kamu?” suara ibunya tajam, tidak menunggu sapaan balik. “Kamu enggak pulang semalam. Ini sudah pagi, Nadia.” Nadia menarik napas dalam. “Aku di tempat teman, M
Last Updated: 2025-05-03
Chapter: Bab 9 - Malam yang membakar Malam telah larut. Jam di dinding berdetak pelan, seakan tahu bahwa waktu yang berjalan malam ini bukan sekadar menit dan detik—tapi langkah-langkah menuju sesuatu yang lebih dalam. Nadia berdiri di depan jendela, memandangi bias lampu kota yang membias di permukaan kaca. Rambutnya tergerai, dan gaun tipis yang ia kenakan hanya sampai lutut. Reza mendekat perlahan, langkahnya nyaris tanpa suara. Tatapannya tak lepas dari siluet perempuan itu—sosok yang dulu ia miliki, lalu ia kehilangan, dan kini berdiri di hadapannya lagi, dalam damai dan keraguan yang membaur jadi satu. “Kamu masih ingat malam itu?” tanya Nadia pelan, tanpa menoleh. Reza berhenti di belakangnya. “Malam yang mana?” “Malam pertama kamu bilang kamu ingin aku, bukan hanya tubuhku. Tapi hidupku.” Reza mendekat, menempelkan dadanya ke punggung Nadia. Ia melingkarkan kedua lengannya ke pinggang perempuan itu, memeluknya tanpa kata. Hangat. Teguh.
Last Updated: 2025-05-02
Chapter: Bab 8 - Rasa yang tak bernamaHujan turun lagi malam itu. Tidak deras, hanya rintik-rintik yang lembut, seperti nada latar untuk hati yang sedang rapuh. Nadia berdiri di depan jendela, menatap lampu jalan yang berpendar oleh air.Sudah dua hari sejak pertemuannya dengan Reza dan Faris. Dua hari yang tenang di luar, tapi penuh pergolakan di dalam. Ia pikir ia bisa menenangkan pikirannya, menjernihkan segalanya. Tapi hati bukan sekadar logika.Di dalam dadanya, ada dua suara: satu yang terus memanggil nama Reza—dengan rindu, dengan kenangan, dengan luka yang tak bisa ia benci; dan satu lagi yang mulai berbisik tentang kemungkinan baru, tentang seseorang yang hadir tanpa menyentuh masa lalu—Faris.Dan malam ini, tanpa ia rencanakan, Reza datang lagi.Ketukan di pintu apartemennya pelan. Tidak mendesak. Tapi cukup untuk membuat jantungnya berdetak lebih cepat.Nadia membuka pintu. Reza berdiri di sana, dengan jaket kulit basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak, dan mata
Last Updated: 2025-05-01
Chapter: Bab 7 - Bayangan yang tak pergiPagi datang dengan cahaya lembut yang menyelinap melalui tirai jendela. Nadia terbangun perlahan, matanya masih berat, tapi tubuhnya sadar—ia tidak sendiri.Reza duduk di dekat jendela, masih dengan kaus abu-abu dari malam sebelumnya, menatap keluar dengan secangkir kopi di tangan. Ada ketenangan aneh di raut wajahnya, seperti seseorang yang baru saja mengalami mimpi yang hampir ia lupakan begitu terbangun.Nadia bangkit perlahan, membenarkan rambutnya dan duduk di tepi ranjang.“Pagi,” ucapnya pelan.Reza menoleh dan tersenyum kecil. “Pagi.”Untuk beberapa detik, keduanya hanya saling menatap. Tak ada kata yang keluar, tapi semua yang mereka rasakan mengalir bebas di antara sorot mata.“Aku enggak tahu harus bilang apa soal tadi malam,” ujar Nadia, suaranya serak karena tidur.Reza meletakkan cangkirnya di meja. “Enggak usah bilang apa-apa. Aku juga masih belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.”“Tapi kamu teta
Last Updated: 2025-04-30
Chapter: Bab 6 - Api yang belum padamHujan turun sejak sore. Jakarta yang biasanya gaduh mendadak terasa lebih tenang, seolah turut menyaksikan pertarungan diam-diam antara dua hati yang belum selesai.Nadia duduk di depan kaca besar apartemennya, mengenakan kaus longgar dan celana pendek tipis. Rambutnya masih basah, baru saja mandi setelah seharian bekerja di galeri. Matanya menatap ke luar, ke arah lampu-lampu jalan yang memantul di aspal basah. Tapi pikirannya… entah ke mana.Ponselnya bergetar.> Reza: Kamu masih bangun?Nadia menggigit bibir bawahnya. Jari-jarinya sempat ragu di atas layar sebelum ia membalas singkat.> Nadia: Masih.Beberapa detik kemudian, balasan datang.> Reza: Aku di bawah. Boleh naik?Jantung Nadia berdebar. Ia menatap bayangannya sendiri di kaca. Lalu berdiri perlahan, berjalan ke pintu tanpa menjawab pesan itu.Dan ketika ia membukanya, Reza sudah di sana. Basah oleh gerimis. Jaket hitamnya licin oleh air, rambutnya sedikit acak-acakan. Tatapan matanya—tajam, gelap, menyimpan sesuatu yang s
Last Updated: 2025-04-29