LOGINDi sebuah kota yang jarang tidur, Nadia, seorang wanita karier berusia 28 tahun, menjalani hidupnya dengan ambisi besar. Namun, di balik pencapaiannya, ada kehampaan yang tak bisa ia pahami. Hingga suatu malam, ia bertemu dengan Reza—seorang pria penuh misteri dengan tatapan yang sulit diabaikan. Percakapan mereka yang awalnya biasa perlahan berubah menjadi permainan penuh godaan. Malam semakin larut, dan batas antara logika serta hasrat mulai memudar. Nadia terhanyut dalam pengalaman yang mengguncang tubuh dan pikirannya. Namun, di balik keintiman itu, ada rahasia besar yang disembunyikan Reza. Apakah pertemuan mereka hanya sekadar pelampiasan, ataukah malam itu menjadi awal dari sesuatu yang lebih dalam? Novel ini bukan hanya menghadirkan kisah penuh gairah, tetapi juga menyelami perjalanan psikologis tokoh dalam memahami kebebasan, hasrat, dan arti keintiman yang sesungguhnya.
View MorePagi itu, hujan turun pelan-pelan. Bukan hujan deras yang menakutkan, tapi rintik lembut yang menenangkan. Nadia menyeduh teh hangat di dapur, sementara Reza mengganti popok Aluna yang sedang tertawa-tawa di ranjang kecilnya."Dia makin pintar," ujar Reza sambil menoleh ke Nadia yang berdiri di ambang pintu, membawa secangkir teh untuknya."Dan makin cerewet. Tapi lucunya nggak hilang-hilang," balas Nadia.Setelah sarapan, mereka duduk di ruang tamu, memandangi jendela yang dihiasi embun. Di pelukan mereka, Aluna tertidur setelah kenyang bermain."Aku selalu suka suasana pagi kayak gini," kata Reza."Karena damai?""Karena kamu ada di sini. Karena kita ada di sini. Nggak peduli hujan, badai, atau apa pun, asalkan kita bertiga di tempat yang sama, semua terasa aman."Nadia tersenyum, menatap wajah Reza dengan rasa cinta yang masih sama seperti dulu, tapi kini lebih dalam. Cinta yang telah diuji waktu, jarak, konflik, bahkan tangis bayi di tengah malam.Hari-hari mereka dipenuhi tawa ke
Aluna tumbuh cepat. Seperti waktu yang tak pernah menunggu. Baru kemarin mereka belajar mengganti popok, kini Aluna sudah bisa berjalan tertatih-tatih sambil tertawa, mengejar bayangannya sendiri di teras rumah."Jangan terlalu cepat besar, sayang," bisik Nadia suatu pagi sambil menyuapi bubur ke mulut kecil itu.Reza datang dari belakang, mengecup bahu Nadia, lalu mengelus kepala Aluna. "Tapi setiap langkah kecilnya, Nad, adalah bukti bahwa kita berhasil sejauh ini."Hari-hari berlalu, tapi tak semuanya mudah. Tantangan datang dalam bentuk yang berbeda. Reza mulai sibuk lagi dengan proyek seni, persiapannya untuk pameran di luar negeri membuatnya sering pulang malam. Nadia mulai merasa ada jarak yang perlahan tumbuh—bukan karena cinta berkurang, tapi karena fokus mereka terbagi.Malam itu, saat Aluna tertidur, Nadia duduk sendirian di ruang keluarga. Reza baru pulang, membawa laptop dan setumpuk berkas."Kamu belum makan?" tanya Reza sambil duduk di sampingnya.Nadia hanya menggeleng
Musim hujan datang. Hujan deras turun hampir setiap sore, membawa aroma tanah basah dan nostalgia masa-masa awal Reza dan Nadia saling mengenal. Di dalam rumah mereka yang hangat, suasana dipenuhi suara-suara kecil Aluna yang mulai berceloteh. Ia belum bisa berkata-kata jelas, tapi gumamannya seperti musik bagi telinga Reza dan Nadia.Pagi itu, Nadia duduk di ruang kerja Reza sambil menggendong Aluna. Di hadapannya, terbuka sebuah buku kosong."Aku mau nulis surat buat Aluna. Untuk dibaca dia nanti saat usianya tujuh belas," kata Nadia.Reza yang sedang menyusun koleksi foto untuk pameran baru menghentikan pekerjaannya. "Itu ide bagus. Aku juga mau nulis. Kita bikin satu kotak waktu. Kita isi surat, foto, potongan baju bayi, semuanya. Buka bareng nanti."Nadia tersenyum. Ia mulai menulis.Untuk Aluna, saat kamu beranjak menjadi perempuan dewasa,Kamu mungkin sedang jatuh cinta, atau baru saja patah hati. Mungkin kamu sedang berjuang mencari tahu siapa dirimu. Apapun kondisimu, satu ha
Hari-hari berlalu dengan ritme baru. Tangisan bayi, aroma susu, suara alat sterilisasi, dan malam-malam panjang tanpa tidur menjadi bagian dari keseharian Reza dan Nadia. Tapi di balik semua kelelahan, mereka menemukan jenis kebahagiaan yang belum pernah mereka kenal sebelumnya—kebahagiaan yang datang dari memberi, merawat, dan mencintai tanpa syarat.Pagi hari dimulai lebih awal dari biasanya. Nadia bangun sekitar pukul lima, lalu menyusui Aluna yang mulai merengek. Reza biasanya menyusul beberapa menit kemudian dengan secangkir teh hangat dan handuk kecil di tangan."Kita kayak kru sirkus," kata Nadia suatu pagi sambil tertawa kecil. Rambutnya berantakan, mata sembab, tapi senyumnya tak pernah hilang."Iya. Tapi kita sirkus yang cuma punya satu pemain bintang: Aluna," jawab Reza sambil menggendong putri mereka, lalu mengayunkannya pelan.Aluna mulai menanggapi suara dan wajah orang tuanya. Setiap kali Nadia menyanyi, ia menoleh. Setiap kali Reza
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews