Mahkota di Balik Tirai Cinta
Di bawah langit Kekaisaran Zhenhua, pernikahan bukan tentang cinta melainkan tentang kuasa. Li Xian, putri pejabat agung yang cerdas namun dingin, dipaksa menikah dengan Pangeran Kedua, Zhao Wei, seorang pewaris yang terkenal ambisius dan berhati batu.
Bagi Li Xian pernikahan itu hanyalah takdir yang dipaksakan, tak ada kata “suka” sebelum cincin dan gelar itu melekat di tangannya. Tapi siapa sangka di balik benteng istana yang penuh tipu daya, cinta bisa datang tanpa permisi dengan pelan-pelan, dari tatapan curiga menjadi perhatian, dari amarah menjadi perlindungan.
Sementara itu bayangan pengkhianatan, perebutan tahta, dan rahasia kelam keluarga kekaisaran mengancam segalanya. Ketika cinta mulai tumbuh, keduanya dihadapkan pada pilihan paling sulit:
Cinta atau mahkota.
Baca
Chapter: Bab 14. Bunga di Atas AbuSudah seratus hari sejak cahaya Zhao Wei lenyap dari bumi, langit kini telihat tenang dan biru kembali tapi bagi Li Xian ketenangan itu terasa terlalu sunyi seperti dunia yang sedang menahan napas dan menunggu sesuatu yang belum selesai.Di taman belakang istana, di bawah pohon sakura yang selalu mekar meski musim telah berganti, berdiri sebuah batu nisan sederhana. Tidak ada nama di atasnya hanya ada satu ukiran halus berbentuk naga yang melingkar pada bunga wisteria, itulah simbol yang dulu menandai sumpah darah yang kini jadi penanda penghapusnya.Li Xian datang ke sana setiap pagi, ia duduk di bawah pohon itu sambil memandangi kelopak-kelopak bunga sakura yang jatuh perlahan. Dalam diamnya terkadang ia masih mendengar suara Zhao Wei dengan samar, seperti bisikan yang tertiup angin. “Langit tak butuh nama, tapi manusia butuh harapan.”Hari itu seorang pengawal datang terburu-buru dari menara utara, menunduk dalam-dalam. “Yang Mulia bintang Wei-Xing, berubah warnanya.”Li Xian mend
Terakhir Diperbarui: 2025-11-05
Chapter: Bab 13. Langit Tanpa NamaFajar pertama setelah dua bulan menyatu datang dengan keheningan yang aneh, tidak ada suara ayam jantan yang terdengar, tidak ada dentang lonceng pagi, hanya desir angin yang melintas di antara menara istana yang separuh hancur. Di seluruh Kekaisaran Zhenhua langit tampak berbeda, terlalu terang untuk disebut pagi tapi terlalu lembut untuk disebut siang. Rakyat menyebutnya Langit Tanpa Nama, karena warna cahaya itu tak pernah mereka lihat sebelumnya ada campuran perak, emas dan merah muda yang bergerak perlahan seperti napas.Li Xian berdiri di teras tertinggi Paviliun Utama, jubah putih keemasannya berkibar ditiup angin. Dari tempat itu ia bisa melihat seluruh istana yang kini sunyi, istana yang dulu megah tampak seperti cangkang kosong dengan ratusan lentera padam dan bendera-bendera kekaisaran yang sudah robek setengah. Namun di tengah reruntuhan, pohon sakura di halaman tengah mekar padahal musimnya belum tiba. Kelopak-kelopaknya jatuh perlahan ke udara, memancarkan cahaya lembut
Terakhir Diperbarui: 2025-10-28
Chapter: Bab 12. Dua Bulan di Langit ZhenhuaLangit Kekaisaran Zhenhua malam itu tampak seperti kain sutra yang disobek dua, di satu sisi bulan putih menggantung tenang seperti biasa, namun di sisi lain muncul bulan merah yang tak seharusnya ada bulan dengan bulat sempurna, yang memancarkan cahaya seperti bara hidup.Seluruh rakyat berlutut memandang langit dengan ngeri, para pendeta di kuil utama berteriak menyebutnya “tanda penghakiman dewa”, sementara para jenderal memerintahkan lonceng perang dibunyikan. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di lembah Guanshi, bahwa sejak cahaya merah itu meledak, angin menjadi berubah arah, salju berhenti turun dan bayangan di tanah mulai bergerak tanpa mengikuti tubuh.Di tengah kehancuran lembah itu kabut merah perlahan menyingkir, batu-batu altar retak dan api sudah padam, hanya bara kecil yang tersisa seperti jantung dunia yang masih berdetak. Li Xian terbaring di atas salju dengan wajahnya yang pucat tapi terlihat damai, darah menetes dari pelipisnya namun luka itu perlahan m
Terakhir Diperbarui: 2025-10-28
Chapter: Bab 11. Cermin yang Tidak Memantulkan DiriMalam itu langit Kekaisaran Zhenhua seperti terbakar, bukan oleh api melainkan oleh warna merah darah yang merayap dari timur ke barat. Bulan diselimuti kabut hitam, seolah langit sedang menutup matanya dari dosa yang akan bangkit.Li Xian berdiri di tengah paviliun pribadinya, lentera menggantung rendah dipaviliunnya, telihat bayangannya terpantul di dinding dengan gerakan lembut tapi terlihat sesuatu yang tampak salah. Setiap kali ia bergerak, bayangan di dinding itu tidak mengikuti secara sempurna kadang terlambat, kadang lebih cepat, kadang menatap balik.Udara di sekitarnya dingin seperti di dasar sumur, aroma dupa bunga melati yang biasanya menenangkan kini justru membuatnya mual. Di depannya ada meja dengan cermin perunggu tua yang diwariskan turun-temurun dari keluarga Li yang tampak bergetar halus, permukaannya tidak lagi memantulkan wajahnya, melainkan kabut kehitaman yang bergerak seperti air hidup.“Jangan percayai cermin…” suara Zhao Wei bergema di kepalanya, kalimat tera
Terakhir Diperbarui: 2025-10-27
Chapter: Bab 10. Prajurit Bertopeng PerakAngin utara menggigit seperti pisau yang menusuk kulit hingga ke tulang, salju turun tanpa henti hingga menutupi jejak langkah pasukan Zhao Wei yang telah tiba di dataran beku dekat Benteng Qinghe. Di hadapan mereka, terlihat benteng itu kini hanya tersisa puing dan bara yang membara pelan di bawah langit.Zhao Wei turun dari kudanya, menatap reruntuhan yang sunyi. “Tidak ada tanda perlawanan,” katanya lirih. “Semua mati tanpa sempat mengangkat senjata.”Jenderal Muda Shen yang berdiri di sampingnya, menunduk. “Yang Mulia, semua mayat pasukan kita mengering. Sepertinya darah mereka seperti telah diserap sesuatu.”Zhao Wei berjongkok menyentuh tanah yang membeku di antara abu dan salju, warna merah gelap menempel di jari-jarinya. Tapi ia menemukan bahwa itu bukan darah biasa, sangat aneh dan terasa panas meski udara sedang dingin sedingin kematian.“Ini darah yang telah terikat,” gumamnya.Malam turun cepat di utara, pasukan Zhao Wei mendirikan kemah di kaki benteng. Api unggun menyala
Terakhir Diperbarui: 2025-10-27
Chapter: Bab 9. Bayangan dari UtaraSalju pertama turun lebih awal tahun itu, menutupi atap-atap istana Zhenhua dengan selimut putih yang dingin dan sunyi. Namun di balik keindahan itu, udara membawa kabar buruk dari utara. Tiga minggu telah berlalu sejak kematian Permaisuri Han, istana masih berkabung, tapi kedamaian yang diharapkan tak kunjung datang, justru semakin banyak tanda-tanda ganjil bermunculan.Li Xian berdiri di balkon Paviliun Timur sedang memandangi bendera kekaisaran yang berkibar setengah tiang, ia memejamkan mata, mencoba melupakan jeritan dan darah di aula tiga minggu lalu, tapi bayangan cincin retak dan kata-kata terakhir Permaisuri Han terus menghantuinya.“Sumpah darah tidak bisa dihapus, hanya dipindahkan.” Kalimat itu bergaung di pikirannya seperti kutukan.Zhao Wei memasuki ruangan tanpa suara, dengan mengenakan jubah perang berwarna abu dengan lambang naga keemasan di pundaknya dan masih ada salju yang menempel di bahunya. “Utusan dari perbatasan baru tiba,” katanya datar. “Benteng utara diser
Terakhir Diperbarui: 2025-10-23