Chapter: Rahasia Baru"Bara ... kamu tampan sekali," lirih Nara pelan sambil tersenyum.Pagi itu seharusnya menjadi pagi paling damai dalam hidup Nara. Sinar mentari masuk melalui celah tirai, menyinari kulitnya yang masih hangat oleh sentuhan semalam. Di sampingnya, Bara masih terlelap dengan napas teratur, rambutnya sedikit berantakan. Tangannya yang kokoh masih melingkari pinggang Nara, seolah menegaskan bahwa ia tidak ingin melepaskannya lagi.Nara menatapnya lama, jemarinya menggambar garis rahang Bara dengan pelan. Hatinya terasa penuh—antara bahagia, takut, dan rindu yang baru saja terobati. "Apakah ini hanya mimpi? Atau dia benar-benar kembali untukku?"Bara bergeming, lalu perlahan membuka mata. Begitu mata mereka bertemu, senyum kecil muncul di bibirnya. "Pagi," bisiknya serak.Nara tersenyum, pura-pura menyembunyikan debar di dadanya. "Kamu tidur kayak bayi, Bara.""Kalau ada kamu, ya begini jadinya," jawab Bara ringan. Ia menarik Nara lebih dekat, mencium ubun-ubunnya lama. "Kalau aku bisa, ak
Last Updated: 2025-07-06
Chapter: Terbangun Di SampingnyaPagi datang perlahan, memecah malam yang berat seperti napas yang baru dihela setelah sekian lama tertahan. Nara berdiri di depan lemari pakaian. Ia tidak memikirkan apa yang akan dikatakannya jika bertemu Bara, tidak juga tentang jawaban yang harus ia berikan atas luka lama mereka. Yang ia tahu, pagi ini ia akan pergi ke tempat itu—tempat yang pernah menjadi rumah kecil untuk dua hati yang saling mencari.Lower East Side, belum terlalu ramai. Jalanan masih basah sisa hujan malam. Nara masuk ke dalam kafe kecil itu, yang dindingnya masih sama seperti dulu. Bata merah, aroma kopi yang menyambut dari kejauhan.Dan di sana, di sudut jendela, Bara duduk. Mengenakan jaket hitam sederhana, wajahnya seperti memuat ribuan kata yang tak pernah ditulis.Nara menghampiri. Mereka hanya saling pandang. Tidak ada pelukan. Tidak ada sapaan basa-basi. Hanya keheningan yang terasa ... akrab."Aku nggak tahu kenapa aku datang," kata Nara pelan."Tapi kamu akhirnya datang." Suara Bara nyaris seperti bi
Last Updated: 2025-06-13
Chapter: Setelah Ciuman ItuMatahari pagi menyelinap pelan melalui jendela apartemen Nara, menembus celah tirai putih yang melambai lembut tertiup angin dari pendingin ruangan. Di atas sofa ruang tamu, Nara masih duduk dengan tubuh memeluk lututnya. Rambutnya berantakan, matanya sembab. Ia belum tidur.Bara telah pulang satu jam lalu. Bukan karena diminta, bukan karena pertengkaran—tetapi karena mereka sama-sama takut.Setelah ciuman itu, setelah tubuh mereka terlalu dekat, dan napas saling bertukar dalam keheningan malam … mereka berhenti. Nara menyuruh Bara pergi. Dengan suara pelan dan mata yang tak berani menatap. Ia hanya berkata, "Kalau kamu tinggal, semuanya akan rusak."Dan Bara, meski enggan, memilih diam-diam meraih jaketnya dan meninggalkan apartemen dengan tatapan terluka.Sekarang, Nara terdiam dalam apartemennya yang dingin. Di luar, New York mulai hidup kembali. Tapi jiwanya … belum.Di seberang kota, Bara duduk di kursi tinggi dapur kecil di unit serviced apartment tempatnya menginap. Kopi yang
Last Updated: 2025-06-13
Chapter: Menghadapi RasaRapat berakhir lebih cepat dari yang diperkirakan. Semua orang keluar, mengucapkan terima kasih, dan saling menyapa. Nara berdiri, mencoba merapikan kertas dan laptopnya. Tetapi Bara sudah berdiri di sampingnya, menatapnya tanpa berbicara. Hanya jarak yang memisahkan mereka."Kamu ingin bicara?" Bara bertanya, suaranya rendah, penuh arti.Nara menoleh, matanya menangkap intensitas yang tidak bisa ia abaikan. "Aku sedang bekerja," jawabnya, meski suaranya terdengar lebih lemah dari yang ia inginkan.Bara tidak bergerak. Hanya berdiri di sana, menunggu. Ia tidak berkata apa-apa lagi, karena ia tahu, Nara akan memberi tanda. Lalu, akhirnya Nara menghela napas panjang."Aku tidak tahu apa yang kau inginkan dariku, Bara," kata Nara pelan. "Bahkan aku tidak bisa begitu saja melupakan segalanya, dan aku rasa kamu tahu itu."Bara mendekat sedikit, langkahnya tak terburu-buru. Hanya sebuah gerakan perlahan, tapi cukup untuk menggoyahkan keseimbangan Nara. "Aku ingin kamu kembali melihat kita,
Last Updated: 2025-06-13
Chapter: Ciuman Lama MenantiMalam ini, Nara kembali ke kantor. Tentu, itu bukan pilihan yang disukai, tetapi terkadang pekerjaan memang memaksa. Meskipun dunia luar mengerucut menjadi sebuah tempat yang tidak menyenangkan setelah pertemuan kemarin, ia berusaha mengendalikannya. Tangannya menggenggam cangkir kopi hitam, memeras energi seperti biasa.Namun, bukan kopi atau pekerjaan yang kini menarik perhatian Nara. Setiap detik di ruang rapat terasa seperti perangkap, dan setiap kali ia menoleh, Bara sudah ada di sana. Duduk dengan ketenangannya yang mendalam, seolah tidak ada apa pun yang mengganggunya.Nara menyapu pandangan ke arah pria itu. Tak banyak yang berubah—kecuali bagaimana perasaannya yang dulu datar, kini dipenuhi dengan kilatan keraguan dan kerinduan yang membingungkan.Ponselnya bergetar di meja. Pesan singkat dari Bara masuk.'Jika kau butuh istirahat, aku akan menunggu di lobi.'Dia tahu persis cara menyentuhnya tanpa sentuhan. Tanpa kata-kata, hanya tindakan. Dan Nara tahu, pertemuan ini—meskip
Last Updated: 2025-06-13
Chapter: Tanpa Kata, Tapi Segalanya TerasaJam dinding menunjukkan pukul tujuh pagi saat Nara tiba lebih awal di kantor—seperti biasa. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ia tidak membawa kopinya dari kafe sudut jalan seperti biasanya, dan wajahnya sedikit lebih tegang, meskipun tetap terbungkus makeup sempurna dan balutan jas krem yang rapi.Ketika ia melewati ruang lounge karyawan, beberapa staf menyapa sopan."Pagi, Mbak Nara."Ia hanya mengangguk. Separuh pikirannya masih terikat pada kejadian semalam. Pesan dari Bara. Sentuhan tanpa senggolan. Tatapan tanpa suara. Dan ... perasaan yang masih menggantung, seperti kabut pagi yang belum menghilang dari kaca jendela.Langkahnya berhenti sejenak di depan ruang rapat. Di sana, layar masih menampilkan sisa presentasi Bara dari semalam. Ia masuk, lalu duduk sendiri di kursi yang sama, dan menyentuh permukaan meja yang kemarin disentuh pria itu. Tiba-tiba jari-jarinya seperti bisa mengingat suhu tubuh yang mendekat diam-diam.Ia mendesah pelan. "Ini konyol," bisiknya.Tapi ra
Last Updated: 2025-06-13