Midnight In Manhattan

Midnight In Manhattan

last updateLast Updated : 2025-07-12
By:  Meldy WitaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
10Chapters
84views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Nara Evans Claudya, Marketing Director di sebuah perusahaan teknologi global di Manhattan, hidup dalam ritme cepat—presentasi besar, networking, wine di rooftop bar, dan rapat lintas zona waktu. Di mata semua orang, dia sukses. Tapi setiap malam, ia mematikan lampu dengan rasa sepi yang sama. Segalanya runtuh ketika Bara Damien Dane, mantan kekasih yang dulu pergi tanpa pamit ke London, tiba-tiba muncul sebagai konsultan strategi untuk proyek internasional. Kini, mereka harus bekerja sama dalam proyek miliaran dolar—berpura-pura tak punya masa lalu. Tiap kata yang mereka kirimkan di chat langsung dihapus. Tiap sentuhan terasa dosa. Tapi hati mereka terus mengkhianati logika. Di tengah kota yang tak pernah tidur, mereka saling menemukan lagi—tapi hanya sebagai rahasia. Karena cinta terlarang hanya bisa mampir sebentar, sebelum akhirnya harus pulang ...

View More

Chapter 1

Kota Yang Tak Pernah Tidur

Langit Manhattan malam itu menggantung rendah, penuh lampu-lampu kaca dari gedung pencakar langit yang seolah tak pernah lelah menyala. Dari jendela kaca ruang rapat lantai tiga puluh tujuh, Nara Evans Claudya berdiri sendiri, memandangi dunia yang begitu sibuk di bawah sana.

Cahaya kota seharusnya menghibur, tapi yang ia rasakan hanya kelelahan yang tertahan, dan keheningan yang terlalu dalam untuk diabaikan. Di tangan kirinya, ada gelas wine putih yang bahkan tak disentuh sejak dituang oleh asisten pribadi setengah jam lalu.

Rapat itu seharusnya selesai, tapi belum ada yang datang. Mereka bilang akan ada strategic consultant baru dari Eropa yang akan memimpin sesi evaluasi proyek. Tentu, Nara sudah terbiasa menghadapi orang baru. Tapi ada firasat aneh yang menempel di pikirannya sejak tadi pagi.

Dering notifikasi muncul di layar tablet—pesan dari Rhea.

'Rumornya ganteng dan super brengsek. Jangan jatuh cinta, Nara. Aku serius!'

Nara tersenyum tipis. Rhea selalu berlebihan. Ia hendak membalas ketika pintu ruang rapat terbuka pelan.

Yang masuk pertama adalah Thom Harson, sang CEO. Di belakangnya, suara langkah kaki terdengar mantap. Nara tak langsung menoleh. Ia masih menyesap ketenangannya yang tipis sebelum harus kembali bicara dengan orang-orang yang hanya melihatnya sebagai pencetak angka.

Sampai satu suara itu terdengar. Begitu dalam, halus, dan akurat.

"Senang bertemu dengan Anda semua. Saya Bara Damien Dane. Akan menangani bagian strategi lintas regional mulai hari ini."

Nara tidak bergerak. Detak jantungnya melonjak tanpa izin.

Bara Damien Dane. Nama itu menggema dalam ruang yang terlalu sempit untuk menampung kenangan. Ia tak perlu menoleh untuk tahu suara itu—ia telah hidup dengan gema itu selama enam tahun, bahkan setelah ditinggal tanpa pamit.

'Sial.'

Thom mulai memperkenalkan orang-orang di ruangan. Suara-suara bersahutan, saling menyebut nama, gelar, fungsi. Tapi semuanya terdengar seperti suara jauh di terowongan.

Nara masih belum menoleh.

Sampai akhirnya ...

"Dan ini, Nara Evans Claudya. Marketing Director kami. Ia akan jadi partner utama Anda, Bara.”

Perlahan, dengan senyum paling profesional yang bisa ia tempelkan di wajahnya, Nara berbalik.

Matanya bertemu matanya, dan waktu terdiam. Tidak ada kata. Tidak ada anggukan. Tidak ada pengakuan akan masa lalu.

Tapi di sana, di antara kedua pasang mata yang sama-sama tenang di luar dan porak-poranda di dalam, ada badai yang tak terlihat.

Bara hanya mengangguk kecil.

"Senang bekerja sama, Nara."

Suaranya tetap rendah. Tetap tenang. Tapi nadanya—Nara bisa dengar perbedaan satu milimeter dari nada aslinya.

Nara menjawab, "Kita akan lihat nanti seberapa senang Anda, Tuan Dane."

Sebuah senyum tipis di bibirnya. Nyaris sinis. Tapi hanya ia yang tahu, tangan kanannya sedikit bergetar.

---

Rapat berjalan normal. Begitu normalnya hingga rasanya menyesakkan.

Setiap kalimat Bara di layar presentasi membuat Nara semakin muak—bukan karena isinya buruk, tapi karena otaknya masih mengenali cara pikir pria itu. Cara dia menyusun analisis, urutan logika, hingga pilihan kata. Bara belum berubah. Bahkan gaya mencoret grafik pun masih sama: garis lurus, satu ketukan pendek di ujung.

Saat semua orang sibuk mencatat dan mengangguk, Bara berjalan pelan ke sisi tempat Nara duduk. Lalu—satu sentuhan kecil terjadi.

Tangannya menyentuh sisi meja. Tidak menyentuh kulit Nara, tidak menyenggol kursinya. Tapi jarak mereka tak lebih dari lima sentimeter.

Dan Nara bisa mencium aroma yang menghantui malam-malam sepinya, citrus dan kayu cedar. Aroma yang dulu menempel di bantalnya. Aroma yang membangkitkan luka.

Ia tetap menatap layar. Tapi tubuhnya kaku. Ia tahu Bara berdiri terlalu dekat. Terlalu tenang. Terlalu menyebalkan.

"Sepertinya kamu masih suka presentasi panjang ya," bisik Bara perlahan. Sangat pelan, namun hanya untuknya.

Nara tak menoleh. "Dan kamu masih suka pergi tanpa peringatan."

Sentakan itu pelan tapi tepat sasaran. Bara tidak menjawab. Ia menjauh dengan satu langkah pelan, kembali ke posisi di depan ruangan. Tapi Nara tahu, dia tidak baik-baik saja.

Beberapa jam kemudian, ruang rapat telah kosong. Nara berdiri di depan kaca lagi, seperti awal sebelumnya.

Tapi kali ini, ia tidak sendiri. Langkah pelan datang dari belakang. Refleksi di kaca menunjukkan siluet pria jangkung bersetelan abu-abu dengan dasi longgar.

"Kenapa kamu kembali?" tanya Nara tanpa menoleh.

"Karena akhirnya aku bisa." Jawaban itu datar, tapi suara Bara lebih pelan dari biasanya. Seolah takut menghancurkan dinding yang rapuh.

"Kamu pikir kamu bisa masuk begitu saja setelah enam tahun?"

"Aku tidak masuk. Aku hanya bekerja."

Nara menahan napas. Matanya masih menatap kota. Tapi hatinya sudah penuh dengan kata-kata yang tak terucap.

"Dan kamu? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Bara. Kali ini benar-benar lirih.

Nara mengangkat gelas winenya, masih penuh.

"Aku minum sendirian sekarang. Itu jawabanmu."

Sunyi.

Angin dari ventilasi menderu pelan. Di luar sana, Manhattan tetap sibuk. Tapi di ruang itu, dua hati yang dulu saling memiliki hanya bisa berdiri sejauh satu napas—dan satu masa lalu.

---

Di lift yang membawa Nara turun ke lobi, ponselnya bergetar. Pesan dari nomor tak dikenal masuk.

'Kalau kamu butuh ruang napas, rooftop 47 masih terbuka. Seperti dulu.'

Nara memandangi pesan itu cukup lama. Ia tahu siapa pengirimnya. Ia tahu arti ajakan itu. Tapi ia juga tahu ... cinta yang datang lagi kadang hanya untuk menyiksa lebih dalam.

Nara tidak membalas pesan itu. Bukan karena dia tak ingin, tapi karena dia tahu—kalau dia membalas, dia akan naik.

Kalau dia naik, dia akan kembali membuka pintu yang selama ini ia jaga rapat-rapat dengan ego, dengan kesibukan, dengan karier yang menjulang tapi kosong di dalam.

Langkahnya di lobi terdengar mantap, sepatu haknya berdentang seperti ritme yang ia kenal betul, disiplin, tegas, rapi. Seolah tak ada yang goyah. Tapi dadanya—masih menahan denyut yang tak mau diam sejak suara itu kembali mengisi ruangnya.

Keluar dari gedung, malam sudah larut. Jalanan Manhattan masih dipenuhi lampu-lampu tak tidur. Taksi kuning melintas cepat. Hujan gerimis turun, menyapu kilap dari trotoar dan menyisakan aroma aspal basah yang familiar. Dulu, saat masih bersamanya, Bara sering bilang, "Aku suka bau hujan di kota. Sama kayak kamu—dingin, tapi bikin ketagihan."

Nara memejamkan mata sejenak. Lalu tertawa kecil. Sangat Pelan, tapi pahit.

'Kenapa kamu harus kembali saat aku sudah nyaris lupa cara menyebut namamu tanpa rasa sakit?'

---

Sementara itu, di lantai 47, Bara duduk di tepi rooftop, kemejanya dilepas setengah, dasi sudah longgar, dan rambutnya sedikit acak. Di tangannya ada dua gelas bir kaleng dari vending machine karyawan yang dulu mereka curi waktu bersama. Ia tidak tahu apakah Nara akan datang. Tapi ia tetap duduk di sana, untuk menunggu.

Dulu, tempat itu tempat mereka kabur dari dunia—rooftop gedung lama, tempat diam-diam mereka menikmati dunia tanpa status. Tanpa label.

Dua gelas. Satu kosong. Satu masih utuh. Hujan turun lebih deras. Tapi Bara tetap di sana. Bahkan saat ponselnya tetap sunyi.

Di apartemennya yang tinggi, dengan interior hitam putih dan satu lukisan abstrak besar di ruang tengah, Nara berdiri menatap jendela. Tangannya masih memegang ponsel yang kini tergeletak di meja dapur, layar menyala dengan pesan yang tak dibalas.

Dia membuka laci kecil. Di dalamnya, kotak kayu kecil yang sudah lama tak disentuh.

Nara membukanya pelan. Di dalamnya. Sehelai tiket konser jazz yang sudah lusuh, sebuah kunci kamar hotel kecil di Prague tempat liburan mereka dulu, dan ... foto mereka berdua, dalam hitam-putih, sedang tertawa.

Waktu itu sangat bahagia, meskipun cukup sederhana. Nara menatap foto itu lebih lama. Lalu meletakkannya kembali. Tapi bukan di laci.

Ia meletakkannya di meja. Di atasnya. Karena meski ia tak tahu akan ke mana semua ini berakhir, satu hal pasti—malam ini, hatinya kembali bergetar setelah lama membatu.

Di dalam hatinya, bagi Nara, cukup untuk membuat semuanya berantakan lagi.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Meldy Wita
hai dear ... selamat datang di kisah pertama. Nantikan setiap kisah yang lain, terima kasih. Ig: Meldy_ta29
2025-07-02 07:39:05
0
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status