Chapter: Bukan Diriku yang Kembali“Radit...”Suaranya seperti ditarik dari kejauhan, seperti bisikan di balik air. Aku membuka mata. Dunia tampak redup, seperti dilihat dari balik kaca buram yang belum dibersihkan bertahun-tahun.“Radit, kamu dengar aku?”Aku mengenal suara itu. Intan.Namun mataku masih berusaha menyesuaikan cahaya. Siluetnya duduk di samping ranjang, tangan hangatnya menggenggam jemariku. Ia mengguncang sedikit, pelan, penuh harap.“Aku di sini...” bisikku, atau setidaknya kupikir begitu. Tapi tidak ada suara keluar.Aku coba bergerak. Tubuhku berat. Setiap otot seperti terikat, ditambatkan ke ranjang dengan beban yang tak kasat mata. Tapi perlahan, sangat perlahan, satu jari bergerak. Kemudian yang lain. Napasku mulai stabil.Monitor di samping tempat tidur mulai berdenting pelan, nada-nadanya menandakan aktivitas vital kembali.Intan menatapku dengan air mata yang mulai menggenang. “Kamu kembali...
Last Updated: 2025-06-15
Chapter: Yang Menyamar Menjadi Aku“Siapa kamu?”Suara itu keluar dari mulutku sendiri. Atau setidaknya dari tubuh ini—karena saat aku mencoba bergerak, aku tidak bisa merasakan tanganku. Tidak bisa merasakan detak jantungku. Bahkan, napas pun tidak terasa keluar masuk seperti biasa.Pria di balik pantulan kaca bundar itu tersenyum. Matanya cokelat gelap, persis seperti milikku. Bentuk wajahnya serupa, namun ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Sebuah kehampaan di balik sorot matanya, seolah segala hal tentang menjadi manusia telah dikupas habis dan hanya menyisakan... kulit.“Aku adalah kamu,” jawabnya ringan. “Yang dibuang. Yang kamu tolak.”Aku mencoba menoleh ke sekeliling, tapi ruang ini terlalu sempit, terlalu hening. Tidak ada suara mesin, tidak ada cahaya luar. Hanya tembok kelabu tanpa batas dan meja kayu tua ini.“Kamu bukan aku,” kataku dengan suara pelan namun menekan.“Ah, tapi lihat baik-baik. Kulit in
Last Updated: 2025-06-14
Chapter: Rekomposisi“Aku harus ke sana,” bisikku, meski belum tahu apa yang menungguku di lorong itu.Ruangan rumah sakit mendadak terasa terlalu terang. Terlalu bersih. Terlalu… palsu.Langkahku terasa berat ketika aku turun dari ranjang. Kakiku dingin menyentuh lantai. Monitor di sebelahku masih berbunyi—tapi datar. Seolah tubuhku masih terbaring di tempat tidur, meskipun aku sudah berdiri.Perempuan tadi tak lagi terlihat. Tapi buku kecil itu masih tergenggam erat di tanganku.“Subjek 0.”Apa maksudnya? Aku tak pernah mendaftar jadi relawan. Aku tak pernah ikut eksperimen.Tapi, ingatan… sulit dipercaya. Bahkan, aku tak bisa lagi mengingat wajah ibu dengan jelas. Atau warna asli mata Intan.Aku melangkah ke pintu.Lorong itu menyambutku dengan cahaya temaram kehijauan. Tidak seperti lampu biasa, lebih menyerupai sinar dari dalam ganggang laut—dingin, hidup, tapi tak ramah.Di dinding tertera tulisan besar:REKOMPOSISI: AKSES TERBATAS. HANYA UNTUK SUBJEK AKTIF.Dan saat kakiku melewati ambang pintu, tu
Last Updated: 2025-06-13
Chapter: Nama yang Tidak Pernah Dicatat“Siapa kamu sebenarnya?” tanyaku lirih.Anak kecil itu memiringkan kepalanya. Senyumnya tidak berubah. Seolah dipahat, bukan tumbuh.“Aku adalah awal dan akhir dari semua yang kamu sebut ‘kemungkinan.’”Aku menatap matanya. Tidak hitam. Tidak putih. Tapi kosong. Seperti kertas yang belum ditulisi, atau lembar ingatan yang tak pernah dimiliki siapa pun.Dia melompat turun dari kursi. Langkahnya nyaris tak bersuara di atas lantai logam yang sekarang tampak seperti cangkang kapal tua—berkarat, lembap, bergaung.“Kenapa semua ini terjadi padaku?” tanyaku lagi, suara mulai goyah.Ia berhenti berjalan. Menoleh sebentar, lalu menunjuk ke arah kursi yang tadi kududuki. Kursi itu kini kosong. Tapi yang membuat jantungku berhenti berdetak sesaat—di bawah kursi itu, terbuka pintu kecil, seperti lorong ventilasi.“Terkadang,” katanya sambil berjalan menuju pintu kecil itu, “jawaban hanya muncul saat kamu cukup kecil untuk masuk ke pertanyaannya.”Ia masuk. Menghilang dalam kegelapan.Aku menelan
Last Updated: 2025-06-12
Chapter: Lantai Tiga Belas"Radit... bangun..."Suara itu terdengar lirih, seolah tertiup angin, tetapi cukup kuat untuk menarikku kembali dari jurang kesadaran. Mataku terbuka pelan. Bau antiseptik menusuk hidung, disusul sensasi dingin pada ujung jari dan pergelangan tangan—infus.Aku di ranjang rumah sakit.Namun ada yang janggal. Langit-langitnya terlalu rendah. Cat tembok mengelupas. Tak ada monitor. Tak ada alat bantu medis lain. Hanya aku. Dan keheningan.Aku mencoba bangkit, tetapi tubuhku berat. Otot-ototku menolak. Seperti baru saja diguncang sesuatu yang lebih besar dari mimpi buruk.“Lantai... berapa ini?” gumamku, setengah sadar.Tak ada jawaban. Namun saat menoleh, aku melihat sesuatu yang lebih membuatku ingin pingsan kembali.Kamar ini tidak memiliki pintu.Hanya jendela di dinding, dengan tirai robek melambai pelan, seolah disentuh angin dari dunia yang tak terlihat.Aku berusaha berdiri. Perlahan. Lututku gemetar, tapi cukup kuat menopang. Aku mendekati jendela. Di luar, bukan kota. Bukan pema
Last Updated: 2025-06-11
Chapter: Aktivasi“Kamu tidak akan suka apa yang terjadi setelah ini.”Suaranya seperti gema dari dalam rongga kosong. Dia—makhluk yang mengenakan wajahku—menatapku tanpa kedip. Bibirnya menyusun kalimat tanpa tekanan emosi, seperti membaca skrip yang sudah ribuan kali diputar dalam ingatannya.“Aku tidak peduli,” kataku pelan, walau bibirku terasa kaku. “Kalau memang harus diakhiri, biar aku yang mengakhirinya.”Dia mengangguk, seolah menyetujui. Tapi kemudian tertawa kecil, nyaris tak terdengar.“Kau pikir ini tentang mengakhiri?”Seketika kursi yang didudukinya melayang ke belakang, masuk ke dalam dinding. Lalu aku merasakan tekanan di pelipis. Sesuatu menusuk ke dalam tengkorak, bukan fisik—tapi seperti memori yang sedang dibongkar dengan paksa. Suara mesin berdengung, naik turun, lalu berhenti di frekuensi yang menusuk gendang telinga.Layar muncul di hadapanku, menggantung di udara.Rekaman hitam putih. Aku—atau versi diriku—berjalan menyusuri lorong rumah sakit tua. Tangannya membawa pisau bedah
Last Updated: 2025-06-10
The Caliph
11 September 2001, yang juga dikenal sebagai peristiwa 9/11, adalah titik balik peta perpolitikan dunia. Sejak hari tersebut, situasi geopolitik, terutama untuk umat muslim di dunia, tidak pernah lagi sama. Rais Hoetomo adalah seorang ilmuwan dan juga pengusaha berkebangsaan Indonesia-Amerika. Peristiwa 9/11 yang dialaminya secara langsung membuatnya berpikir ulang dan mencari jawaban atas semua pertanyaan yang menghantui dirinya. Pertanyaan - pertanyaan tentang tujuan ia dilahirkan, serta apa yang harus dilakukannya sebagai seorang Muslim.
Read
Chapter: Kengerian Yang Belum Pernah Ada SebelumnyaSilvester Morran memasuki ruangan kantornya. Ia telah menyaksikan apa yang terjadi. Walaupun Morran menyatakan turut bersukacita atas apa yang dicapai Abdul Aziz, tapi ia tidak pernah serius mengatakannya.Bagi Morran, saat ini yang penting adalah pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat semakin memiliki saingan kuat. Dan ia tidak bahagia akan hal itu.“Pagi.” Sebuah suara mengagetkannya.Seseorang telah berada di ruangan kerja Morran sebelum dirinya masuk.“Ka...kau...” Morran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Kejutan, bukan?” tanya orang tersebut.“Dengar, kau tidak seharusnya ada di sini.”“Begitu juga denganmu.”“Apa maksudmu?”“Kau sama sekali tidak layak berada di tempat ini. Tidak sedikit pun.”Orang itu mengokang pistol, membidik ke arah kepala Morran.“Hei, tunggu, ada apa ini?” Morr
Last Updated: 2021-09-21
Chapter: DuelDi kantor FBI, Andrea Izmaylov telah menerima pesan dari nomor tidak dikenal mengenai posisi Al Qassar. Walaupun nomor tersebut tidak dikenalnya, ia tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Andrea segera memerintahkan mobilisasi.“Cepat, siagakan pasukan dan bergeraklah menuju Gedung Putih!!!” perintahnya.Sementara itu di Gedung Putih, Presiden menyambut Abdul Aziz. Mereka adalah saingan berat pada pemilihan sekarang, namun Presiden merasa perlu untuk menunjukkan wajah hangat Amerika Serikat.Karena itu ia mengundang Abdul Aziz, Janna, dan Fathia, putri mereka. Presiden memandu sendiri tur mereka mengelilingi bagian dalam Gedung Putih. Ia menunjukkan kantor-kantor, sayap Barat dan Timur, bahkan Oval Office.Tidak lupa, Presiden juga menunjukkan area residency.“Ini tempat Presiden Amerika Serikat menjalani kehidupan pribadinya.” Kata Presiden.Abdul Aziz dan Janna mengangguk-a
Last Updated: 2021-09-21
Chapter: Di Luar DugaanPenjara Distrik Columbia yang baru saja menerima tamu istimewa semalam tidak terlihat akan mendapat kejutan di hari yang baru ini. Betapa tidak, malam sebelumnya mereka baru saja merayakan keberhasilan gabungan pasukan MPDC, SWAT, dan Garda Nasional dalam meringkus seorang teroris paling berbahaya di Washington.Tapi kini, justru keadaan berbalik. Orang tersebut berjalan dengan bebasnya di area penjara, bahkan tidak ada seorang pun petugas keamanan yang mencegahnya.Al Qassar berdiri di hadapan kepala penjara.Di sekitar mereka, pasukan berseragam petugas penjara berjaga-jaga sambil bersiap dengan senjata masing-masing.“Kau... benar-benar orang gila.” Kata kepala penjara.“Jika kau tidak keberatan, akuilah, bahwa pasukanmu lebih loyal kepadaku dibandingkan bos mereka sendiri.”Si kepala penjara terdiam menahan geram.“Aku tahu kau marah. Aku tahu kau juga sedih. Tapi inilah kenyataan. Kau harus belajar u
Last Updated: 2021-09-21
Chapter: Rising StarWashington Monument, keesokan harinya.Podium telah disiapkan. Tidak ada panggung khusus, hanya podium. Masyarakat Washington telah ramai memenuhi area tersebut. Pers juga tidak tertinggal.Waktu telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Abdul Aziz menaiki podium. Janna menyaksikan di antara masyarakat Washington.Sementara dari sisi lain kota, di sebuah griya tawang, Rais Hoetomo menyaksikan CNN yang meliput Abdul Aziz.“Telah banyak tersebar berita dalam beberapa waktu ke belakang ini. Berita-berita yang membahas tentang pencalonan sejumlah nama sebagai Presiden Amerika Serikat. Banyak nama yang beredar, di antaranya nama saya. Tapi hal itu bukan menjadi perhatian saya pada waktu-waktu tersebut.“Perhatian saya tertuju kepada timbulnya kelompok-kelompok ekstremis dan teroris, baik di Amerika Serikat maupun seluruh dunia. Aksi dari kelompok-kelompok tersebut, sejak awal saya percaya, tidak mewakili apa pun di atas muka bumi i
Last Updated: 2021-09-21
Chapter: KeberhasilanAbdul Aziz telah berada di mobil evakuasi. Sesuai rencana, pasukan SWAT akan segera membawanya pergi sesaat setelah Al Qassar datang.Sasaran mereka adalah Al Qassar. Sejak awal, tidak ada niat dari pasukan SWAT maupun MPDC untuk membiarkan Abdul Aziz menjadi umpan yang akan disantap Al Qassar.Di depan dan belakang mobil yang ditumpangi Abdul Aziz, terdapat masing-masing dua mobil SWAT yang mengawal mereka. Sekilas, mereka tampak aman.Namun itu hanya nampaknya.Mobil pengawal paling belakang tiba-tiba terjungkal. Dari bawahnya terlihat api berkobar.Di belakang mereka, terlihat pasukan Al Qassar.Al Qassar memang bukan orang bodoh. Ia tahu bahwa sejak awal tidak mungkin mereka menempatkan senatornya sebagai tumbal.Karena itu ia menempatkan seorang Al Qassar palsu untuk menyerang Northwest, sementara ia sendiri mengamati ke mana Abdul Aziz akan dibawa pergi.Kini Al Qassar hanya me
Last Updated: 2021-09-21
Chapter: Perang DimulaiJika dibandingkan dengan peperangan-peperangan yang telah dialaminya, baik di Timur Tengah maupun tempat lain, malam ini bukanlah hal yang aneh bagi Rais. Ia akan berhadapan dengan satu atau sekelompok teroris.Dan ini bukan hal baru baginya.Tapi Rais tahu bahwa ia harus tetap waspada. Al Qassar bukan teroris biasa. Ia adalah seorang mastermind. Bahkan masih belum dapat dipastikan apakah Al Qassar akan memakan umpan Rais.Jika umpan ini berhasil, Al Qassar akan menyerang Abdul Aziz di Northwest. Saat itulah Rais akan beraksi.Rais juga menyadari bahwa Al Qassar tidak akan datang sendirian. Orang ini tidak cukup bodoh untuk menghadapi pasukan MPDC seorang diri. Ia pasti membawa pasukannya.Dalam hatinya Rais berharap semua rencananya bersama Abdul Aziz berhasil. Lalu Al Qassar akan ditangkap dan dipenjarakan dengan keamanan maksimum sebelum menerima hukuman terberat dari pengadilan. Mungkin hukuman mati.Tapi seperti yang telah dika
Last Updated: 2021-09-21
Chapter: 55Starla memang jarang menunjukkannya, tapi aku tahu bahwa dia juga memikirkan masa depan Adam. Butuh waktu cukup lama bagiku meyakinkan dirinya sampai ia setuju metode pendidikan yang akan kami terapkan pada Adam.Saat ini aku menikmati masa-masa Adam bermain dengan ceria. Kulitnya yang ditimpa sinar matahari pagi dan sore. Keringatnya saat bermain sepakbola, juga caranya meneguk air putih dalam jumlah banyak usai lelahnya bertanding.“Gimana permainanku, Ayah?”“Kamu melakukannya dengan sangat baik, Adam. Kamu hebat,”“Ayah selalu bilang gitu,” Adam tertawa.“Itu kenyataannya, Ayah nggak mengada-ada,” kataku sambil mengacak-acak rambutnya.Lalu kami pulang, seiring adzan magrib yang mulai berkumandang.Adam memantul-mantulkan bolanya ke jalanan selama kami menuju rumah.Mobil-mobil mulai berdatangan dari mereka yang baru saja menyelesaikan harinya.Aku membiarkan Adam masuk terlebih dahulu dan menyuruhnya untuk segera mandi, sementara kusaksikan matahari terbenam dengan indah.Sebenta
Last Updated: 2024-12-16
Chapter: 54Alarm ponselku.Perlahan kubuka mata.Starla masih ada dalam dekapanku.Ini masih kamar kami. Bukan kamar Mama dan Papa.Ini masih 2020, bukan 1989.Kuperhatikan sekujur tubuhku, tak puas, lalu aku beranjak menuju cermin.Aku, masih diriku, diriku yang berusia tiga puluh empat tahun.“Sayang?” suara lembut Starla memanggilku.Aku menoleh, tanpa sadar air mataku telah berlinang.“Kamu...kenapa?”Jawabanku adalah menghambur ke arahnya, dan memeluknya.“Re?” katanya sambil balas memelukku.“Sayang...”“Apa yang sudah terjadi? Apakah yang kamu bilang semalam....?”“Nggak..nggak sayang! Nggak!”“Maksudmu?”“Aku nggak tahu apa yang harus kubilang. Nggak ada yang harus kuceritakan. Yang pasti adalah...semua baik-baik saja,”“Jadi semua misterimu masih akan menjadi misteri?”“Kuharap selamanya,”Starla menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.Kami melanjutkan hidup kami.Aku membeli sejumlah bangunan di Selatan ibu kota, tempat kami tinggal sekarang. Kuratakan mereka dan kudirikan kom
Last Updated: 2024-12-16
Chapter: 53Pesawat Starla telah tiba, aku menjemputnya, lalu membawakan bagasinya, setelah sebelumnya memeluknya erat-erat.Kugenggam tangannya sambil kami berjalan, jauh lebih erat daripada biasanya.Ia adalah hartaku yang paling berharga.Lalu di sanalah kulihat sosok itu. Di tengah keramaian bandara, ia berdiri, menatapku.Sosoknya seperti tidak terpengaruh oleh orang lain yang berlalu-lalang di sekitarnya. Semula otakku masih berusaha memproses tentang sosok ini.Lama kelamaan aku mulai menyadarinya.Rambut dan janggutnya yang putih sangat kuingat.Ia adalah bapak tua yang membelaku saat aku disidang karena menghajar Dimas. Dan dia tidak tampak berubah sama sekali, bahkan pakaian yang dikenakannya pun masih pakaian yang kulihat puluhan tahun silam.Yaitu saat ia muncul di depan kelas.Kurasa ia tersenyum ke arahku.Kupercepat langkahku untuk menghampirinya. Aku yakin ia bukan orang biasa. Bahkan aku punya firasat bahwa ia memiliki jawaban atas banyak pertanyaan yang berputar di benakku. Ten
Last Updated: 2024-12-16
Chapter: 522023Pandemi virus Corona telah berakhir satu tahun silam. Keadaan dunia telah kembali seperti semula. Pemandangan orang-orang yang mengenakan masker di jalanan telah lama hilang.Aku dan Starla juga bisa leluasa pergi ke mana pun kami mau. Karena aku menjadi orang yang memberi petunjuk kepada Dr. Hobson untuk vaksin virus Corona, maka aku dan keluargaku mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan vaksin.Kubawa Starla menyaksikan El Classico, Derby De La Madonnina, dan Derby Manchester. Kami mengenakan seragam AC Milan saat pertandingan di Milan. Aku mengamatinya berteriak, meniup peluit ejekan kepada tim lawan, dan menyanyikan lagu Curva Sud. Kami pergi berkeliling dunia, beberapa kali dengan sistem backpacking. Namun lebih sering kami menginap di hotel mewah. Walaupun demikian, kami menyusuri jalan-jalan di Paris, Munich, Madrid, Barcelona, dan Zurich. Trotoar demi trotoar kami lalui, dan kami hanya menggunakan satu buah payung jika hari hujan.Starla sendiri tidak ingin berg
Last Updated: 2024-12-16
Chapter: 51Tidak cukup banyak hal menarik yang terjadi setelah 2010, karena semua fenomena di dunia bisnis yang terjadi setelah tahun itu telah kuambil alih. Telah kukuasai dunia, dan kusebar semuanya di berbagai perusahaan. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa kekayaanku hanya bisa didekati oleh Bill Gates.Dekade setelah tahun 2010 adalah waktu untuk bermunculannya perusahaan-perusahaan startup. Semua telah kuantisipasi.Kudirikan inkubator bisnis di setiap kampus papan atas dunia. Ide-ide dan inovasi bermunculan dari sana.Para pegiat startup pun berbondong-bondong mengajukan proposal.Kuseleksi semua dokumen yang mereka berikan, dan kukucurkan dana berdasarkan kualitas bisnis yang menurutku paling baik.Bagi proposal yang kurang menarik, kuminta mereka untuk mengembangkan diri dan menerima pelatihan. Bagaimanapun aku yakin bahwa tidak ada ide inovasi mereka yang akan sia-sia.Aku belajar dari penyesalan para konglomerat yang menolak membiayai Whatsapp, Instagram, dan lain sebagainya. Tidak a
Last Updated: 2024-12-16
Chapter: 50Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar
Last Updated: 2024-12-16
Corona Love
Sari Asrianti, gadis berusia 22 tahun, terpaksa menjadi Orang Dalam Pemantauan (ODP) karena beberapa rekan wisudanya didiagnosis positif mengidap Covid-19. Ia harus mengisolasi diri secara mandiri selama empat belas hari karena hal tersebut. Untuk mengisi waktunya selama isolasi mandiri, Sari mengikuti sebuah grup daring yang berisi sesama ODP. Oleh Mirka, moderator grup tersebut, Sari dikenalkan dengan sejumlah teman baru, di antaranya Markus yang merupakan ODP termuda karena berusia remaja, serta seorang pemuda bernama Salman.
Tanpa diduga oleh Sari, Salman mengajaknya berinteraksi secara pribadi setelah sesi grup usai. Seiring berjalannya waktu, Sari semakin nyaman bercengkerama dengan Salman melalui panggilan video maupun chatting. Karakter Salman yang supel dan optimis membuat Sari menyukai pemuda itu. Terlebih lagi, tidak lama kemudian Salman menyatakan cintanya kepada Sari.
Read
Chapter: 27Paket dari Salman yang kutunggu ternyata sudah datang. Akhirnya aku bisa mengobati rasa penasaranku.Mama membersihkannya dengan disinfektan dan menjemurnya di bawah sinar matahari untuk membunuh virus yang mungkin ada di sana. Baru satu jam kemudian, aku bisa membukanya.Dan di dalamnya kudapati benda yang mengejutkan.Sebuah DVD October Sky.Aku terdiam mematung melihatnya.Ini yang diberikan Salman?Maaf, aku harus mencarinya sampai Pasar Baru. Semoga ini menyenangkannmu. Dan semoga juga ini menjadi penggugur atas hutangku. Janji adalah hutang, bukan?Aku mencintaimu. 
Last Updated: 2021-06-30
Chapter: 26Aku banyak bicara dengan Markus setelah itu. Keterlibatannya dalam permainan FIFA bersama kami telah membuatnya sangat tertarik akan dunia sepakbola. Karena itu, Markus banyak bertanya tentang sepakbola kepadaku.“Siapa klub terbaik?” tanyanya.“Milan!” tentu saja itu jawabanku.“Manchester United, bagiku.” timpal Markus.“United sudah hancur. Nggak akan bangkit lagi.” Jawabku.“Bangkit kok, sebentar lagi!” ia masih ngotot.“Sekarang Liverpool yang akan menguasai Inggris.” Balasku.“Memangnya jadi? ‘Kan distop gara-gara Corona.” Markus tetap tidak mau kalah.Aku tertawa miris. Ya, sepertinya Liverpool akan menjadi salah satu pihak yang dirugikan oleh Corona. Jika Liga Inggris dihentikan, penantian mereka selama tiga puluh tahun untuk juara akan terhenti. Padahal tinggal membutuhkan dua kemenangan lagi untuk itu.Aku dan Markus kemud
Last Updated: 2021-06-30
Chapter: 25Salman dimakamkan dengan protap Corona. Tidak ada yang boleh menghadiri pemakamannya kecuali orang-orang tertentu.Aku tidak termasuk di dalamnya, karena aku memang bukan siapa-siapa dalam hidup Salman.Namun Tante Arny meneleponku esok hari setelah pemakaman Salman. Ternyata ia memiliki nomor kontakku.Lalu kenapa ia tidak pernah menghubungiku saat Salman sedang berada dalam masa kritis?Apakah karena ia khawatir akan membuatku cemas?Tidakkah ia tahu bahwa aku justru lebih cemas saat tidak kunjung mendapat kabar tentang Salman?Sudahlah, aku tidak ingin memperpanjangnya.Tante Arny menceritakan bahwa Salman sangat sering bercerita tentang diriku. Bahwa aku membawa gairah baru dalam hidup Salman.Aku sangat menghargainya. Tapi kini aku telah kehilangan seseorang yang sangat penting. Seorang teman bicara, seorang sahabat, seorang pendengar, dan juga seorang...kekasih.Ya, kekasih, jika aku boleh menyebutnya demikian.
Last Updated: 2021-06-30
Chapter: 24Aku tidak mendengar kabar dari Salman selama sepekan lebih. Selama itu, aku harap-harap cemas menunggu kabar darinya atau dari siapa pun yang bisa memberitahuku tentang keadaannya. Tapi kabar yang kuharapkan tidak kunjung datang.Waktu seperti berjalan begitu lambat. Sepekan ini terasa seperti lebih dari satu bulan bagiku. Pikiranku selalu didominasi oleh Salman.Aku ingin tahu kabarnya, itu saja.Kenapa tidak ada orang yang memberiku hal tersebut barang sedikit?Mana Tante Arny?Mana Rosa?Aku menyesal tidak pernah meminta kontak mereka kepada Salman. Jika tidak, aku pasti bisa bertanya tentangnya.Mama selalu menghibur dan menenangkanku. Aku merasa cukup lebih baik karenanya. Tapi yang bisa membuatku sepenuhnya merasa lebih baik hanyalah kabar dari Salman.Bahkan aku sampai lupa bahwa diriku telah melewati empat belas hari masa karantina. Tanpa gejala apa pun, sehingga aku bisa dikatakan tidak terinfeksi. Tapi karena aku tida
Last Updated: 2021-06-30
Chapter: 23Entah kenapa hari ini aku merasa seperti ada yang tidak beres. Perasaanku seperti mengatakan bahwa aku akan mengalami sesuatu yang kurang menyenangkan hari ini. Tapi aku sendiri tidak tahu apa itu.Kucoba untuk menghubungi Salman via Whatsapp, tapi tidak berhasil. Pesannya tidak ada yang dibaca. Bahkan terkirim pun tidak.Lalu aku mencoba panggilan telepon maupun video, dan hasilnya sama. Perasaanku semakin tidak karuan.Aku turun dan mondar-mandir di dapur.“Ada apa, Sari?” tanya Mama dari ruang tengah.“Enggak, Ma. Nggak apa-apa.” Jawabku.Mama tidak bertanya lagi. Tapi aku tetap mondar-mandir gelisah.“Sayang, sebenarnya ada apa?” Mama bertanya lagi.“Hmmm, Ma...” kataku ragu.Aku lalu menceritakan semuanya.“Belum tentu ada yang nggak beres, ‘kan?” kata Mama.“Iya sih, Ma.” Jawabku.“Tunggu saja kabar dari dia.&rd
Last Updated: 2021-06-30
Chapter: 22Aku tidak tahu apakah hari ini aku sedang PMS atau bagaimana, tapi rasanya yang ingin kulakukan hanyalah merajuk. Aku memang sudah lama tidak menyaksikan berita tentang Corona. Tapi aku tidak bisa menghilangkan kekesalanku akan virus ini.“Aku mengutuk keberadaan virus ini!” kataku kepada Salman. “Dan juga orang-orang yang menyebarkannya!”“Sayang,” jawab Salman. “Mereka yang menyebarkannya tidaklah berniat demikian. Bahkan itu terjadi tanpa mereka sadari. Kalau mereka punya pilihan, tentu mereka nggak akan melakukannya.”“Tapi mereka menyebarkannya, dan membuat orang lain menderita.” Kataku.“Bagaimana jika kita yang menjadi penyebar?” tanya Salman.Aku terdiam dan merasa seperti tertohok oleh pertanyaannya.“Sudahlah,” Kata Salman. “Pada dasarnya nggak ada orang yang berniat jahat. Bahkan virus ini pun nggak berniat jahat. Dia hanya ingin hidup melalu
Last Updated: 2021-06-30