Penjara Distrik Columbia yang baru saja menerima tamu istimewa semalam tidak terlihat akan mendapat kejutan di hari yang baru ini. Betapa tidak, malam sebelumnya mereka baru saja merayakan keberhasilan gabungan pasukan MPDC, SWAT, dan Garda Nasional dalam meringkus seorang teroris paling berbahaya di Washington.
Tapi kini, justru keadaan berbalik. Orang tersebut berjalan dengan bebasnya di area penjara, bahkan tidak ada seorang pun petugas keamanan yang mencegahnya.
Al Qassar berdiri di hadapan kepala penjara.
Di sekitar mereka, pasukan berseragam petugas penjara berjaga-jaga sambil bersiap dengan senjata masing-masing.
“Kau... benar-benar orang gila.” Kata kepala penjara.
“Jika kau tidak keberatan, akuilah, bahwa pasukanmu lebih loyal kepadaku dibandingkan bos mereka sendiri.”
Si kepala penjara terdiam menahan geram.
“Aku tahu kau marah. Aku tahu kau juga sedih. Tapi inilah kenyataan. Kau harus belajar u
Di kantor FBI, Andrea Izmaylov telah menerima pesan dari nomor tidak dikenal mengenai posisi Al Qassar. Walaupun nomor tersebut tidak dikenalnya, ia tahu siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Andrea segera memerintahkan mobilisasi.“Cepat, siagakan pasukan dan bergeraklah menuju Gedung Putih!!!” perintahnya.Sementara itu di Gedung Putih, Presiden menyambut Abdul Aziz. Mereka adalah saingan berat pada pemilihan sekarang, namun Presiden merasa perlu untuk menunjukkan wajah hangat Amerika Serikat.Karena itu ia mengundang Abdul Aziz, Janna, dan Fathia, putri mereka. Presiden memandu sendiri tur mereka mengelilingi bagian dalam Gedung Putih. Ia menunjukkan kantor-kantor, sayap Barat dan Timur, bahkan Oval Office.Tidak lupa, Presiden juga menunjukkan area residency.“Ini tempat Presiden Amerika Serikat menjalani kehidupan pribadinya.” Kata Presiden.Abdul Aziz dan Janna mengangguk-a
Silvester Morran memasuki ruangan kantornya. Ia telah menyaksikan apa yang terjadi. Walaupun Morran menyatakan turut bersukacita atas apa yang dicapai Abdul Aziz, tapi ia tidak pernah serius mengatakannya.Bagi Morran, saat ini yang penting adalah pencalonan dirinya sebagai Presiden Amerika Serikat semakin memiliki saingan kuat. Dan ia tidak bahagia akan hal itu.“Pagi.” Sebuah suara mengagetkannya.Seseorang telah berada di ruangan kerja Morran sebelum dirinya masuk.“Ka...kau...” Morran tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.“Kejutan, bukan?” tanya orang tersebut.“Dengar, kau tidak seharusnya ada di sini.”“Begitu juga denganmu.”“Apa maksudmu?”“Kau sama sekali tidak layak berada di tempat ini. Tidak sedikit pun.”Orang itu mengokang pistol, membidik ke arah kepala Morran.“Hei, tunggu, ada apa ini?” Morr
Aku telah bersumpah atas nama Allah akan komitmenku kepada umat. Komitmen paling suci dan agung bahwa aku harus menyelamatkan mereka dari apa pun yang mengancam kami. Semua ancaman, mulai dari setan terkecil hingga yang paling biadab, harus kami singkirkan.Semua untuk umat.Itulah yang sedang kuperjuangkan.Aku yakin bahwa semua ini akan berhasil.Karena Allah bersama kami.Aku tidak pernah meragukan hal tersebut. Bagaimanapun kita ada di sini untuk membela-Nya. Membela-Nya menghabisi musuh besar-Nya, setan raksasa bernama Amerika Serikat. Karena Amerika Serikat adalah setan raksasa yang telah menzalimi umat-Nya, membuat semua hamba-Nya berada dalam penderitaan. Dan mereka harus membayar harga dari semua perbuatannya.Mereka telah menyebarkan hukum-hukum buatan manusia ke seluruh dunia, dan membuat umat Islam menderita selama puluhan tahun. Amerika telah mendeklarasikan perang kepada Allah dan Rasul-Nya.Aku
Ia belajar dari pengalaman pribadinya bahwa sistem pendidikan di masa kini harus dibuang ke tempat sampah. Rais merayakan ulangtahunnya yang ke-21 beberapa saat setelah ia meraih gelar Ph.D. Banyak hal yang dipelajarinya dari universitas, hanya saja baginya itu tidak lebih dari keping-keping butiran debu jika dibandingkan dengan apa yang didapatnya di luar kampus.Rais sering berkeliling di malam-malam yang dingin. Diamatinya kehidupan masyarakat, di negara yang disebut orang sebagai adidaya. Pada kenyataannya banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka yang hidup dengan menggunakan mantel di setiap malam hari, tidur beratapkan langit, dan harus menyalakan api dengan membakar sampah.Ia menjadi seorang insinyur jalanan, memperbaiki alat-alat pemanas dari keluarga-keluarga gelandangan, maupun membuat alat-alat rumah tangga sederhana dengan kemampuannya. Ia kagum akan keteguhan orang-orang itu hidup dari hari ke hari.Rais punya seseorang yang disebu
Salah satu teman Ibunya berkata bahwa seharusnya Rais disekolahkan di sekolah orang-orang jenius. Teman tersebut adalah teman lama Ibunya semasa kuliah. Ia datang berkunjung sebulan sekali, kadang lebih.Rais tahu bahwa orangtuanya tidak setuju dengan temannya tersebut.Ayah Rais menginginkannya mengikuti sekolah biasa. Ia ingin Rais menjadi orang yang “merakyat”, “mengetahui kehidupan masyarakat”, dan “tidak manja”. Ibu Rais juga mengatakan bahwa tidak ada sekolah khusus anak jenius di Amerika. Jika ada, maka sekolah tersebut harus dimasukkan keranjang sampah karena membuat anak-anak jenius menjadi “eksklusif”.Akhirnya mereka memutuskan bahwa Rais akan pergi ke sekolah umum. Ia akan bersekolah di kota kelahirannya, yang juga tidak jauh dari tempat tinggal kedua orangtuanya.Setiap kali ada kesempatan, Ayah dan Ibu Rais mengajarinya semua pengetahuan tentang alam. Pengetahuan-pengetahuan tentang sains
Rais tidak telalu menyukai pesta kelulusan dirinya yang dibuat keluarga Hoetomo. Ia mencoba, tapi tetap tidak bisa. Tidak pernah disukainya pesta-pesta semacam itu. Ayah dan Ibunya mengundang semua orang yang seharusnya menjadi kebahagiaan bagi Rais. Mereka para keluarga Muslim dan juga Indonesia-Amerika yang dikenal keluarga Hoetomo.Selama bertahun-tahun lamanya Ibunya telah mengenalkan Rais kepada sejumlah anak, terutama anak perempuan. Hanya sebagian di antara mereka yang Muslim, karena orangtuanya selalu mengajari Rais untuk tidak menjadi eksklusif. Terkadang Rais bermain ke rumah mereka, terkadang sebaliknya mereka yang mengunjungi Rais.Semula terasa aneh berkunjung ke rumah orang lain, namun lama kelamaan Rais menjadi terbiasa. Dari sini Rais belajar mengeksplorasi kehidupan pertetanggaan mereka. Sesekali mereka bertanya apakah diizinkan bermain ke rumah Rais, di mana rumah itu sangatlah mewah meskipun Ayah Rais berusaha untuk membuatnya “sesederhana mung
Ikhwan sekalian, hari akhir kian dekat. Aku telah diberitahu bahwa Sang Messiah akan segera datang. Kita harus mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Kupikir sudah jelas bahwa Pemimpin Besar kita adalah Sang Mesiah.Dia adalah penyelamat kita. Dia yang akan membawa kejayaan Islam di seluruh dunia, dan memusnahkan Dajjal Amerika Serikat. Oleh karena itu, kita harus mempersiapkan penyambutan untuknya. Kita harus memulai serangan.Aku telah menyelesaikan rencana kita. New York City akan menjadi alat eksperimen pertama. Aku pribadi tidak berharap banyak dari serangan pertama ini. Aku hanya ingin seluruh Muslim bersatu kembali. Kita harus melawan musuh kita. Dan kita memiliki satu musuh utama: Amerika Serikat.Seluruh Muslim harus berjihad melawan Amerika. Tidak ada keraguan untuk itu. perang mungkin bukan jalan yang utama. Tapi saat ini, tidak ada cara lain.Orang-orang kafir telah menginvasi negara-negara Islam dan mendudukkan para koruptor di pucuk-pucuk ke
Rais tidak melihat World Trade Center sebagai tempat yang istimewa. Ia bahkan tidak mengerti kenapa orang mau bekerja di sini. Ini hanya gedung pencakar langit, seperti gedung-gedung pencakar langit lainnya. Rais hanya pernah membaca tentang World Trade Center dari artikel, dan itu didapatnya dari internet.Ia tahu bahwa orangtuanya memiliki saham dalam jumlah besar pada mayoritas perusahaan di dunia. Dan sebagian perusahaan itu memiliki kantor di World Trade Center.Ayahnya ingin Rais sesekali mengunjungi kantor mereka. Kantor-kantor perusahaan di bawah bendera Hoetomo Group. Termasuk yang berada di World Trade Center.Rais tidak mengenal New York City dengan baik. Tapi ia merasa sesekali harus memenuhi keinginan ayahnya.Maka pagi ini ia memasuki salah satu bangunan menara kembar tersebut. Baginya ini seperti sebuah istana, tapi dengan kubik-kubik. Diliriknya arlojinya. Ini masih terlalu dini untuk memulai hari.Baru ada sedikit orang di sini, da