Berkisah tentang seorang pangeran sampah tak berguna yang kembali ke masa lalu. Menyadari bahwa hidupnya hanya menjadi permainan bagi mereka yang kuat dan berkuasa. Feng Longwei berniat menuntut balas pada mereka yang menindas dan menghianatinya dulu... Dan sekarang ia bukan lagi sampah tak berguna seperti dirinya di masa lalu, ia adalah sosok yang baru dengan Tekad Baja...
View MoreDesas-desus tentang lumpuhnya pangeran ketiga, Feng Liang, menyebar bak api di istana. Kabarnya ia tak bisa berjalan dan menggerakkan kakinya, membuatnya terbaring payah di Paviliun Angsa Timur.
Tak semua orang tahu apa penyebabnya, namun setelah tabib istana kekaisaran memeriksa, ternyata pangeran Feng Liang lumpuh karena telah mengonsumsi racun berbahaya yang bahkan penawarnya tak diketahui. Setelah mengetahui penyebabnya, Kaisar Dinasti Yan, Feng Zhuqu akhirnya memerintahkan seluruh prajurit bahkan jendral militer turun tangan untuk menginvestigasi secara menyeluruh. Semua kediaman di dalam istana sampai ke pelosok kota di periksa satu per satu. Bahkan semua pangeran dan pejabat istana kekaisaran tak luput dari pemeriksaan itu. Sampai akhirnya sebuah bukti berupa botol giok berisi sisa-sisa racun yang sama, racun yang telah melumpuhkan pangeran ketiga, berhasil ditemukan. Dan yang mengejutkannya, bukti itu ternyata ditemukan di kediaman pangeran keenam di Paviliun Bulu Ilahi, Feng Longwei. Dengan bukti yang kuat itu, Kaisar Dinasti Yan, Feng Zhuqu, yang dikenal akan keadilannya yang tegas namun tak jarang kejam, menjatuhkan hukuman tanpa ampun. Bukan hukuman mati secara langsung, melainkan nasib yang dianggap lebih buruk dari kematian bagi seorang pangeran yang tak pernah sekalipun menyentuh pedang, apalagi kalau bukan medan perang. "Feng Longwei," suara Kaisar Zhuqu menggelegar di aula utama istana, "Atas tindakan kejimu melumpuhkan pangeran ketiga, kau akan dihukum. Kau akan ditempatkan di pasukan utama dan dikirim ke garis depan untuk melawan pasukan Dinasti Barat. Biarkan medan perang yang mengajarimu arti sebenarnya dari kehormatan dan pengorbanan." Feng Longwei hanya bisa menunduk, gemetar. Matanya kosong, pikirannya dipenuhi kengerian yang tak terbayangkan. Ia tak tahu cara menghunus pedang atau tombak, apalagi bertarung. Ia hanyalah seorang pangeran yang menghabiskan hidupnya dalam ketakutan dan isolasi. "Tidak mungkin..." gumamnya gemetaran... Beberapa minggu kemudian, Feng Longwei mendapati dirinya berdiri di tengah kancah pertempuran. Suara pedang beradu, pekikan kematian, dan auman perang mengguncang jiwanya. Debu dan darah menodai seragam perangnya, pemandangan mayat-mayat yang bergelimpangan membuatnya mual. Tubuhnya gemetar hebat, setiap langkah terasa berat seperti membawa beban seribu gunung. Ia melihat prajurit-prajurit pemberani tumbang di sekelilingnya, darah membasahi tanah, dan bagian dari dirinya seolah ikut mati bersama mereka. "I-ini bukan tempatku," bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar di tengah hiruk-pikuk. "Aku... harus lari... ya lari." Ketakutan mengalahkan akal sehatnya. Ia berbalik, melarikan diri dari neraka yang nyata itu. Ia berlari tanpa tahu arah tujuan, hanya ingin menjauh dari bau kematian dan kengerian medan perang. Namun, takdir rupanya memiliki rencana lain. Di penghujung pelariannya, ia dihadapkan pada jurang yang menganga, tak berdasar, seolah menelan kegelapan itu sendiri. Di belakangnya, terdengar derap langkah kuda dan gemerincing zirah logam semakin mendekat. Pasukan Dinasti Barat mengejarnya seperti rusa buruan. Longwei tersudut. Ia berbalik, napasnya terengah-engah, matanya membelalak ketakutan melihat pemandangan di depannya. Sekelompok prajurit Dinasti Barat mengepungnya, bayangan gelap di bawah langit kelabu. Mereka mengenakan zirah tertutup hingga wajah, menunggangi kuda-kuda hitam gagah, membawa pedang dan tombak yang berkilauan mengerikan di bawah sinar matahari yang redup. "Aku tak sengaja mencium bau darah keluar dari medan perang, rupanya itu berasal dari kamu." ucap sosok terdepan di antara para prajurit itu. Prajurit yang berbicara itu turun dari kudanya dan melangkah ke depan. Suasana menjadi sunyi, hanya suara angin menderu yang mengisi kekosongan. Tangan berbalut baja mengangkat helm perang, memperlihatkan wajah di baliknya. Seketika tatapan mata Longwei terbuka lebar, tak percaya dengan apa yaang dia lihat. Sosok itu, seringai keji yang menghiasi bibirnya, adalah pangeran kedua, saudara tirinya—Feng Jinan. Jantung Longwei mencelos. Apakah ini pengkhianatan? Sebuah konspirasi? Pangeran kedua, yang seharusnya berada di istana kekaisaran, kini berdiri di hadapannya berbalut armor prajurit musuh. "Feng Longwei," suara Feng Jinan terdengar serak, dipenuhi ejekan. "Betapa menyenangkannya melihatmu seperti ini. Di ambang kematian, seperti tikus yang terpojok. Kau benar-benar sampah, bahkan di saat akan mati pun kau harus lari." Feng Jinan melangkah lebih dekat, tatapan dinginnya menusuk Longwei hingga ke tulang. "Kau tahu, adikku yang malang, aku sangat senang melihatmu menderita. Mengira kau akan mati di medan perang ini adalah kesenangan tersendiri bagiku." "Fe-Feng Jinan... K-kau...?"Feng Longwei berhenti sejenak, tubuhnya sedikit goyah. Bulir-bulir keringat mengalir di pelipisnya. Ia mengusap dahi, napasnya agak berat, tapi senyuman tipis menghiasi wajahnya.“Sudah sebanyak ini… tak heran tubuhku terasa lelah. Ternyata menyalin setiap kitab memang menguras kekuatan mental,” gumamnya lirih.Meski sedikit letih, ada kepuasan tersendiri yang menyalakan semangatnya. Jika murid lain butuh waktu bertahun-tahun untuk memahami hanya satu atau dua kitab, ia telah menyimpan ratusan dalam benaknya hanya dalam waktu singkat. Ini adalah kekuatan yang kelak akan menjadi fondasi besar dalam perjalanan kultivasinya.Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Sebuah suara nyaring tiba-tiba menggema dari arah belakang, menusuk telinganya bagaikan petir yang menyambar di siang bolong.“Ini dia orangnya, Tetua! Aku melihat dia datang hanya untuk membolak-balik kitab tanpa tahu isinya! Tingkahnya benar-benar seperti orang gila dan mengganggu semua murid di sini!”Suara itu milik Zhao
Mata Feng Longwei menyipit. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari kitab itu. Energi samar seolah merambat dari balik sampul, meski nyaris tak terdeteksi oleh siapapun.Tangannya terulur, meraih kitab itu dengan hati-hati. Saat ia menyentuhnya, seberkas cahaya tipis mengalir ke telapak tangannya. Sesuatu bergetar di dalam dantian, sistem dalam tubuhnya tiba-tiba merespons.[Ditemukan: Kitab Seni Pedang Lima Elemen. Tingkat: Tak diketahui][Apakah ingin menyerap pemahaman dari kitab tersebut?]Jantung Feng Longwei berdetak cepat, tapi wajahnya tetap datar. Ia tidak ingin menarik perhatian murid lain.‘Kitab dengan tingkat yang tak diketahui? Bagaimana bisa ada hal yang seperti ini? Selain itu, sistem sendiri tiba-tiba menunjukkan respon yang baru pertama kali kulihat,’ batinnya.Ia membuka kitab itu perlahan, berpura-pura membaca seperti murid biasa. Namun dalam pikirannya, ia sudah memberi jawaban.“Ya.”Seketika potongan informasi baru melesat ke dalam benaknya. Gerakan dari jurus p
Langkah Feng Longwei mantap menuju barat, meninggalkan keramaian. Suasana sekitar Paviliun Selatan masih dipenuhi suara para murid yang berbisik-bisik membicarakan Feng Longwei, tetapi ia memilih tetap diam, memusatkan pikirannya pada tujuan lain.Pandangannya lurus ke depan, melewati jalur berbatu yang dipenuhi bunga plum berguguran. Cahaya matahari sore menyorot dari sela-sela pohon bambu, menciptakan bayangan panjang di tanah. Hembusan angin lembut membawa aroma tanah bercampur bunga plum yang mekar di tepian jalan. Semua itu menambah kesan damai, namun di balik ketenangan itu, dada Feng Longwei terasa bergejolak.“Apa yang kucari pastinya ada di sana, harus memilih satu yang paling berguna.” gumamnya lirih.Yang dimaksud tak lain adalah perpustakaan sekte.Tak butuh waktu lama baginya untuk tiba. Bangunan megah menjulang di hadapannya, berbeda dengan aula lain di pelataran luar. Dindingnya dari batu putih yang dipoles halus, dipadu kayu hitam mengkilap yang menambah wibawa. Atapn
Langkah Feng Longwei baru saja meninggalkan aula ketika udara seolah mengeras. Tatapannya lurus ke depan, berusaha tak menghiraukan bisikan-bisikan yang masih tersisa dari pelajaran barusan. Namun langkahnya terhenti begitu suara tawa kasar memecah keheningan.“Ha-ha-ha! Jadi ini pangeran keenam Dinasti Yan yang katanya terkenal itu? Dilihat dari tampilannya saja sudah pantas disebut sampah.”Nada meremehkan itu datang dari seorang pemuda berwajah bengis dengan alis tebal melintang di atas mata tajamnya. Dialah Chu Linghu, salah satu murid pelataran luar yang cukup terkenal karena sifatnya yang arogan dan suka mencari masalah.Tawa kencang pun menyusul dari beberapa pemuda lain yang berdiri di belakangnya. Mereka menatap Feng Longwei seperti sekelompok serigala lapar yang baru menemukan mangsanya.Feng Longwei berhenti sejenak, matanya menatap tenang ke arah mereka. Tidak ada amarah yang terpancar, hanya ketenangan yang justru membuat kelompok Chu Linghu semakin kesal.“Heh,” Chu Ling
Dalam keheningan itu, suara mekanis yang hanya bisa ia dengar bergema dalam benaknya.[Dengan tekad baja yang tak tergoyahkan, Anda selangkah lebih maju dalam jalan kultivasi. Selamat, Anda mendapatkan imbalan!][Imbalan: Peningkatan Pemahaman dan Teknik Tornado Naga Api!]Kelopak mata Feng Longwei sempat terbuka lebar, tapi ia segera menutupinya dengan tenang. Tidak ada seorang pun yang tahu, di balik wajah tenang itu, pikirannya sedang dilanda riak luar biasa.Seketika, kesadarannya seolah ditarik ke dalam pusaran cahaya. Potongan-potongan informasi asing, seperti coretan kitab kuno yang terbuka satu per satu, mengalir deras ke dalam pikirannya. Ia melihat sosok naga api yang berputar hebat, menyapu badai, dan membakar segala yang disentuhnya. Teknik itu bagaikan perwujudan kehancuran sekaligus kekuatan mutlak.Ia menarik napas dalam-dalam. “Tornado Naga Api…” bisiknya lirih dalam hati. “Jurus pamungkas yang setara teknik tingkat tiga.”Dalam dunia kultivasi, jurus atau teknik seni
Tak lama kemudian, ia tiba di depan Paviliun Selatan. Bangunan besar dengan pilar-pilar putih dan atap melengkung itu dipenuhi murid pelataran luar. Mereka berdiri berkelompok, bercakap dengan suara rendah, atau duduk sambil menunggu dimulainya pelajaran.Namun, seketika Feng Longwei masuk ke halaman paviliun, suasana berubah.Semua tatapan serentak tertuju kepadanya.Bisikan-bisikan bermunculan.“Bukankah itu dia… pangeran keenam—aib keluarga kekaisaran.”“Katanya pengecut, kan? Kenapa ia begitu berani muncul di sini?”“Hah! Lihat penampilannya, benar-benar seperti orang desa. Sama sekali tak pantas disebut pangeran.”“Jangan tertipu. Kabarnya dia punya bakat luar biasa, meski… ah, untuk apa bakat hebat kalau dirinya hanyalah seorang pengecut?”Tawa kecil terdengar dari beberapa sudut. Ada juga yang menatap dengan jijik, seolah kehadiran Feng Longwei adalah noda di sekte bergengsi ini.“Bakat itu hanya akan sia-sia dalam dirinya. Orang seperti dia tak pantas ada di sini.”“Kalau buka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments