author-banner
Alexa Ayang
Alexa Ayang
Author

Novels by Alexa Ayang

JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI

JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI

Jentra Kenanga adalah salah seorang anggota perajurit khusus (Sandi/Mata-mata) Medang dan berpangkat panglima. Ia memiliki tugas dan misi khusus untuk mengawasi pergerakan Wangsa Sanjaya yang dianggap sebagai pemberontak oleh Maharaja Rakai Garung. Namun disamping itu, ia juga mengemban misi rahasia dari Mahamentri I Halu atau keluarga raja yang berasal dari wangsa Syailendra untuk menemukan mustika yang terletak di Puncak Udarati(Gunung Arjuna saat ini). Mustika ini konon memiliki kesaktian di dalam mengendalikan Chakramandala atau penguasaan atas semesta. Di dalam upayanya mencari mustika itu, Jentra yang ditemani Rukma (anak yang diselamatkannya saat banjir bandang) tidak hanya harus bertempur dengan para Raja yang menginginkan mustika itu. Ia juga dipertemukan kembali dengan Candrakanti, gadis yang pernah sangat dicintainya namun karena dendam yang mendalam atas kematian keluarganya, Jentra berusaha melupakan gadis itu. Namun ternyata ia tidak bisa menghapus gadis itu dari setiap perjalanan hidupnya yang rumit. Perseteruan untuk memperebutkan mustika itu juga menempatkan dirinya dan Candrakanti di dalam posisi yang saling bermusuhan, karena Candrakanti mendapatkan tugas khusus dari Maharaja sendiri. Akankah cinta mereka kembali bersatu? Dan siapakah yang akan memenangkan mustika Udarati? Mampukah Rukma meyakinkan Jentra untuk tidak hanya memperjuangkan mustika Udarati tetapi juga cintanya?
Read
Chapter: Perpisahan di Bawah Cahaya Fajar: Janji untuk Seorang Chakrawartin
Fajar merekah di ufuk timur, menyinari tanah Medang dengan sinar keemasan yang lembut. Angin pagi berhembus perlahan, seakan ikut merasakan beban yang menggantung di hati mereka yang berkumpul di halaman istana. Hari ini adalah hari perpisahan, dan tak ada yang bisa menghindari kepedihannya.Di gerbang utama, rombongan kecil telah siap berangkat menuju pelabuhan. Pangeran Balaputeradewa berdiri gagah dengan jubah perjalanannya, sementara di sisinya, Ganika menggenggam tangan anak-anak mereka erat, seolah tak ingin kehilangan satu detik pun bersama mereka. Jentra dan Candrakanti berdiri sedikit di belakang, mata mereka dipenuhi emosi yang tak terucapkan. Amasu dan Wiku Sasodara juga telah bersiap, wajah mereka menyiratkan keteguhan untuk menemani perjalanan menuju Swarnabhumi.Namun di antara mereka, ada satu sosok yang memilih tetap tinggal—Rukma.Ia berdiri tegak, tangannya mengepal di sisi tubuhnya, berusaha menahan perasaan yang mendesak keluar. Di sampingnya, Gaurika, istrinya, me
Last Updated: 2025-02-10
Chapter: SEBUAH HUKUMAN
Balaputerdewa dihadapkan pada majelis Pamgat yang dipimpin oleh Maharaja sendiri.Jentra, Rukma, Amasu dan Sasodara yang hadir di situ terpekur dengan sedihnya. Sebagai Mahamentri, kedatangan Balaputeradewa dikawal dan dijaga ketat oleh pasukan kawal istana maupun para Sanditaraparan. Namun kehadirannya dalam majelis itu masih diperkenankan memakai pakaian kebesarannya.Wiku Wirathu membuka sidang dengan pembacaan sutera dan segera setelahnya, para Pamgat yang terdiri dari pangeran-pangeran sepuh dan para Wiku duduk baik sebagai penuntut maupun sebagai pembela. Banyak Pangeran sepuh wangsa Syailendra yang berdiri dibelakang Sang Mahamentri I Halu. Tapi yang muda lebih banyak menentangnya karena fanatisme wangsa dianggap sebagai pemahaman kuno yang sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman. Sementara hakim yang mengadili adalah Maharaja sendiri di dampingi, Mahamentri I Hino yang dalam hal ini diwakili Rakai Pikatan, Wiku Wirathu dan Wiku Sasodara.Semua tuntutan dibacakan untuk me
Last Updated: 2024-12-11
Chapter: RUNTUHNYA SANG BALAPUTERADEWA
Ternyata kekuatan tentara Walaing, benar-benar tidak dapat dibandingkan dengan kekuatan pasukan Medang. Mereka menggulung kekuatan tentara Walaing seperti badai menelan segala yang dilewatinya, meskipun pesan Sang Rakai adalah tidak membunuh tapi hanya melumpuhkan saja. Welas asih dan dhamma yang diajarkan para Wiku ternyata begitu merasuk dalam hati Sang Pikatan sehingga peperangan yang dilakukan-pun seminimal mungkin membawa korban jiwa.Sementara Jentra menyusup memasuki kedaton Walaing yang telah mulai terbakar api. Rupanya Sang Balaputeradewa-pun telah bertekad untuk melakukan puputan yang artinya bahwa jika ia kalah maka ia akan menghadapi mahapralaya itu dengan kematiannya sendiri. Saat Balaputeradewa melihat pasukan belakangnya telah mencapai ambang kehancuran dan tentara musuh mulai menjejakan kaki ke halaman istananya. Ia telah mulai mencabut pedang dan kerisnya siap menjemput maut sebagai seorang ksatria dan Mahamentri wangsa besar yang dibanggakannya."Berhenti tuanku. Dul
Last Updated: 2024-09-10
Chapter: PUPUTAN
"Gusti, apa Gusti akan yakin akan melakukan perang Puputan. Sekali lagi hamba mohon Gusti, jangan gegabah memutuskan untuk perang puputan. Gusti harus ingat bahwa di Walaing, bukan hanya peninggalan Walaing saja yang harus tuanku jaga. Tetapi di Walaing ada Abhaya Giri Wihara peninggalan Syailendra Wangsa Tilaka yang lainnya yaitu Sri Maharaja Rakai Panangkaran. Apa Gusti akan membiarkan putera wangsa Sanjaya menghancurkannya hingga rata dengan tanah." Aswin menyembah hingga hidungnya menempel ke tanah."Tetapi ini adalah masalah harga diri dan kehormatan Aswin. Apa kau rela kita akan hidup sebagai orang yang kalah dan dicemoohkan setiap kali? Itu-pun kalau Sri Maharaja Samarattungga tidak menghukum mati kita juga. Jadi apa bedanya Aswin?" Sahut Balaputeradewa saat bersiap untuk kembali ke Walaing."Permohonan saya, Iswari dan Karmika tetap sama Gusti. Lebih baik kita kehilangan harga diri dan kehormatan daripada kita berdosa kepada leluhur wangsa Syailendra. Apalagi putra tuanku masi
Last Updated: 2024-08-14
Chapter: PERMATA WANGSA SYAILENDRA
Pangeran Balaputeradewa menembus kabut tebal dan dinginnya malam untuk menyambut kedua buah hatinya. Bersama Aswin ia berkuda tanpa atribut sebagai seorang Mahamentri. Pengawal yang menyertainya juga hanya enam sampai tujuh orang saja, juga tanpa atribut sebagai perajurit tapi menyamar sebagai warga biasa."Apakah tempat itu sangat jauh Aswin?" Tanya Pangeran Balaputeradewa."Ya tuanku. Tapi dengan berkuda cepat seperti ini saya memperkirakan tengah malam kita akan sampai." Jawab Aswin."Aku tidak bisa meninggalkan Walain terlalu lama, karena kakak iparku Samarattungga pasti sudah tidak sabar untuk memotong kepalaku ini." Jawab pangeran Balaputeradewa."Jangan berpikir yang buruk tuanku. Apalagi di saat tuanku memiliki putra. Anggaplah keduanya hadiah dari Yang Maha Agung sehingga kelak akan menjadi permata wangsa Syailendra. Saya rasa tuanku Samarattungga tidak akan segera menyerang saat fajar menyingsing karena mengerahkan puluhan ribu pasukan bukanlah hal mudah." Aswin mencoba mene
Last Updated: 2024-07-20
Chapter: PERLAWANAN TERAKHIR SANG PANGERAN
Aswin mengikuti Pangeran Balaputeradewa ke bangsal agung Perdikan Walaing. Seluruh pasukan telah dimobilisasi, namun warga asli Walaing memilih untuk menyembunyikan diri di gua-gua yang tersebar di pesisir Walaing. Mereka ketakutan jika peristiwa pembantaian beberapa tahun lalu terjadi lagi."Atreya! Atreya!" Teriak Pangeran Balaputeradewa memanggil orang kepercayaan untuk menghadap. Atreya tergopoh-gopoh datang dan menyembah."Sembah hamba paduka Mahamentri I halu. Tuanku sudah kembali. Apa yang bisa hamba lakukan untuk tuanku?" Tanya Atreya. "Perkuat pertahanan dan tutup semua jalan menuju Walaing. Siagakan semua tentara cadangan, pasukan gajah dan pasukan berkuda." Kata Sang pangeran."Baik paduka. Tapi siapa musuh kita kali ini hingga semua sumber daya dikerahkan?"TanyaAtreya."Apa pedulimu lakukan saja. Kita akan berperang melawan orang-orang Kedu. Orang-orang Samarattungga." Jawab Pangeran Balaputeradewa tanpa rasa hormat.Atreya seketika bersujud di bawah kaki Sang pangeran, b
Last Updated: 2024-07-19
Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku

Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku

Kevin (26), seorang dokter muda, dan Lidia (24), intern medis, menikmati romansa di tengah gemerlap kota. Tanpa mereka tahu, takdir telah menjalin hubungan mereka dengan Dr. Bima (32), atasan Lidia yang diam-diam adalah adik tiri ibu Kevin. Ketenangan hidup Kevin dan Lidia koyak oleh pertengkaran hebat, membuat Lidia gelap mata. Dalam balutan emosi dan alkohol, ia terjerumus dalam pelukan seorang pria asing. Kengerian menghantam Lidia saat menyadari pria itu adalah Dr. Bima – atasan sekaligus om tiri kekasihnya. Kehancuran etika dan ikatan keluarga tak terhindarkan. Bima yang semula menganggapnya khilaf, kini terjerat hasrat mematikan. Lidia terperangkap dalam tarik-ulur perasaan, antara cinta tulus pada Kevin dan tekanan Bima, sementara Kevin mulai merasakan kejanggalan. Rahasia kelam ini siap meluluhlantakkan hidup mereka semua.
Read
Chapter: Bab 179: Kemarahan yang Salah Sasaran
Kevin Abimanyu Wisesa menerobos masuk ke dalam apartemen Kaiden tanpa mengetuk, dadanya naik turun dengan cepat, napasnya terengah-engah seolah baru saja berlari maraton. Wajahnya merah padam, rambutnya sedikit berantakan. Ia mendapati Vito, Gerald, dan Kaiden sudah berkumpul di ruang tengah yang remang, tegang seperti orang menunggu vonis, menatap ke arah pintu seolah tahu badai akan segera datang. Mata mereka menyipit, mencurigai dan menebak apa yang terjadi di RS.Kevin tidak berkata apa-apa. Gerakan tangannya kasar dan penuh emosi saat ia melemparkan koran yang tadi ia cengkeram erat di rumah sakit ke atas meja kopi di hadapan mereka. Koran itu meluncur dan membentur vas bunga mini hingga nyaris jatuh. Matanya menyala-nyala, menatap bergantian pada ketiga orang di depannya itu. Bukan lagi kilatan rencana atau strategis, melainkan bara amarah yang membakar."Bagaimana bisa justru Lidya yang ada di sana?!" raung Kevin, suaranya pecah, dipenuhi amarah yang membakar. Tangannya langsun
Last Updated: 2025-12-16
Chapter: Bab 178: Pengakuan di Balik Bukti
Suasana di ruang dokter Alvin terasa dingin, bahkan meskipun pendingin ruangan sudah mati. Dr. Leo Bima Adnyana menerima lembaran analisis kimia forensik dari tangan Dr. Alvin Mahawira, tatapan matanya tajam dan penuh harapan – atau lebih tepatnya, doa. Ia segera menyambar hasil itu dan membaca poin-poinnya dengan cepat, mata Biru tajam Bima menyapu tiap kata, berharap menemukan secercah harapan di sana."Gila! Kadar aphrodisiacnya tinggi banget," Alvin memecah keheningan, suaranya terdengar datar, seolah sudah tak sanggup lagi terkejut. Ada kemarahan tersembunyi di baliknya. "Jelas banget bukan aku yang bernafsu gila-gilaan karena mau nyelingkuhin Lidia, kan?"Bima hanya bergumam tidak jelas, fokusnya masih terpaku pada laporan. Matanya melambat, dan alisnya sedikit terangkat. Emosi yang sempat memuncak dan bercampur aduk antara amarah, bingung, dan kekecewaan di wajah Bima segera meredup. Ia menghela napas panjang. Ekspresinya kini berganti menjadi pemahaman yang dingin, namun diser
Last Updated: 2025-12-16
Chapter: Bab 177: Bukti di Cangkir Kopi
Pikirannya kalut. Sepanjang jalan menuju Cirebon, Dr. Alvin Mahawira merasa ada beban berat yang menindih dadanya. Lidya sudah tertidur lelap di kursi sebelah, wajahnya terlihat lelah setelah semua drama semalam. Tiap tikungan yang mereka lewati seakan ikut menikung hatinya, membawa serta rasa bersalah yang menusuk-nusuk. Ia mengantar Lidya bukan hanya karena merasa wajib setelah apa yang terjadi—lebih dari itu, ia butuh waktu dan ruang. Butuh menjauh dari hiruk pikuk Jakarta, menjauh dari Bima dan kekacauan di Cendekia Medika, agar ia bisa berpikir jernih.Baginya, ini bukan sekadar permintaan maaf. Ini adalah pelarian singkat untuk menemukan kebenaran. Alvin tahu, dia nggak akan bisa menghadapi Bima, atau dirinya sendiri, tanpa bukti konkret yang bisa menjelaskan mengapa dia jadi seperti kesetanan semalam. Ini bukan dia. Atau setidaknya, bukan sepenuhnya dia. Di lubuk hatinya, ada bisikan yang kuat kalau semua ini adalah jebakan."Aku akan cari tahu apa penyeba
Last Updated: 2025-12-15
Chapter: Bab 176 Kecemasan di Cirebon
Angin malam Cirebon yang hangat sama sekali tidak mampu menenangkan pikiran Riris. Di teras rumah dinas Puskesmas yang sepi itu, ia mondar-mandir bagai setrikaan listrik, bolak-balik menelusuri lantai keramik dingin. Bayangan tentang insiden serius yang diceritakan Alvin lewat telepon tadi terus menghantui. Lidya, sahabat mereka, korban dari apa yang entah Riris dan Wulan masih belum tahu persisnya. Hanya, kalimat Alvin sangat mengganggu: "Ada insiden serius di kantor Bima, aku sudah tidak punya pilihan lain kecuali membawanya pergi." Riris mencoba mengurai benang kusut yang terasa mencekik akal sehatnya.“Bagaimana bisa Alvin melakukan itu?” tanya Riris, suaranya sarat dengan kekosongan dan rasa tak percaya, memecah keheningan yang menyesakkan. Ia menoleh ke Wulan yang duduk di kursi rotan, memeluk lututnya, wajahnya tampak pias di bawah temaram lampu teras. “Orang itu perfeksionis dan sangat hati-hati. Dia tidak mungkin melakukan hal sekeji itu pada Lidya,
Last Updated: 2025-12-15
Chapter: Bab 175: Jalan Pulang yang Penuh Penyesalan
Gema pintu yang tertutup menghantam Lidya Paramitha Wardhana seperti palu godam. Bukan pintu biasa, melainkan pintu yang menghukum, menutup akses Dr. Leo Bima Adnyana dari kehidupannya, mungkin selamanya. Isak tangis yang tadi tertahan, kini lepas merobek dada. Ia masih terdampar di kursi kebesaran Direktur Utama, kepalanya terkulai, rambutnya menutupi wajah yang sembap, dan bahunya terguncang hebat. Air matanya terus mengalir, membasahi kain bajunya, seolah seluruh pasokan air di tubuhnya terkuras habis oleh kehancuran yang tak terbayangkan. Rasanya seperti seluruh organ dalamnya telah terpilin dan dipuntir menjadi gumpalan nyeri yang membakar.Dr. Alvin Mahawira berdiri kaku beberapa langkah di belakangnya, diselimuti aura rasa bersalah yang menusuk. Keheningan pekat di antara mereka adalah kanvas yang dilukis dengan penyesalan, canggung, dan sebuah patah hati besar yang kini terpampang nyata. Tangan Alvin terkepal, merasakan setiap isak tangis Lidya seperti pukulan telak ke ulu hat
Last Updated: 2025-12-14
Chapter: Bab 174: Air Mata Sang Direktur Utama
Deru mesin sportcar merah menyala milik Dr. Leo Bima Adnyana memekakkan telinga di jalanan Jakarta yang relatif lengang pada jam segini. Kecepatan gila-gilaan yang ia injak itu seolah ingin menenggelamkan semua suara lain, terutama suara kehancuran yang bergema kencang di benaknya. Bukan rumahnya sendiri yang menjadi tujuan, melainkan rumah Dr. Asri Hartanto, ibunya. Ia butuh tempat, sebuah ruangan, sebuah dimensi di mana ia bisa meledakkan semua kekacauan dalam dirinya, diam-diam.Dasar bodoh! Tolol! Bagaimana bisa aku sebego ini mempercayainya selama ini?Batin Bima menjerit, mengutuki dirinya sendiri. Sebuah rasa jijik merayapi seluruh organ dalam tubuhnya. Tapi kutukan terbesar, tentu saja, meluncur deras tanpa filter kepada satu nama: Alvin Mahawira. Sahabatnya sendiri, yang sudah ia anggap keluarga.Alvin tahu, jelas dia tahu betapa aku mencintai Lidya. Bagaimana bisa dia sekejam itu? Setega itu? Ini bukan cuma urusan pekerjaan atau persaingan. Ini... peng
Last Updated: 2025-12-14
Bara Dendam Sang Prabu Boko

Bara Dendam Sang Prabu Boko

Rakai Walaing Mpu Kumbhayoni, seorang resi pengendali api dan penguasa Sanjaya terakhir yang murni, kehilangan segalanya saat wangsanya dihancurkan oleh ekspansi Syailendra. Dengan hati penuh dendam, ia menyelamatkan pewaris takhta Sanjaya yang masih kecil, Manuku, dan menggemblengnya selama bertahun-tahun untuk menjadi senjata pembalasan yang sempurna. Namun, harapannya pupus ketika Manuku—kini bergelar Rakai Pikatan—memilih jalan damai dengan menikahi putri Syailendra, sebuah tindakan yang dianggap Kumbhayoni sebagai pengkhianatan terbesar. Guru dan murid itu kini berseberangan, terkunci dalam perang dingin ideologis. Dalam upaya putus asa untuk menyatukan kembali wangsa, putra Rakai Pikatan dikirim menyamar sebagai seniman untuk memikat hati Dyah Ron Ayu, putri kesayangan Kumbhayoni. Ketika cinta terlarang bersemi di atas fondasi kebohongan, Kumbhayoni harus menghadapi pilihan: memaafkan masa lalu demi masa depan cucunya, atau melepaskan api kemarahannya yang akan menghancurkan sisa-sisa terakhir dari warisannya.
Read
Chapter: Bab 174 Jebakan Sang Pangeran
Di sebuah bilik di kedalaman kompleks istana, tersembunyi dari hiruk-pikuk persiapan Sayembara, Pangeran Balaputeradewa duduk berhadapan dengan Panglima Besar Kunara Sancaka. Ruangan itu diselubungi tirai tebal dan dinding berukir relief candi kuno, menciptakan suasana formal yang hening, nyaris menakutkan. Aroma dupa hio tipis menguar, berpadu dengan ketegangan yang menyelimuti dua sosok penting Wangsa Syailendra ini. Pangeran Balaputeradewa duduk tegak di singgasana mini, tatapannya setajam elang, memantulkan ambisi yang membara. Di hadapannya, Sancaka berdiri, punggungnya lurus namun kepalanya sedikit menunduk hormat, sorot matanya mengantisipasi perintah sang Pangeran.“Sancaka,” bisik Balaputeradewa, suaranya pelan namun mengandung intonasi perintah mutlak, nyaris menusuk dalam keheningan yang menyesakkan. “Kita telah mencermati jalannya Sayembara ini. Telah terlalu lama aku menunggu kesempatan. Segala cara halus telah kuupayakan, namun Dyah Pramodawadhani seolah selalu luput dar
Last Updated: 2025-12-16
Chapter: Bab 173 Rencana Terlarang di Balik Sayembara
Cengkeraman tak terlihat namun terasa dari Panglima Besar Kunara Sancaka membalut ruang singgasana. Pangeran Balaputeradewa, duduk di kursi kehormatan yang sejatinya melambangkan otoritasnya, justru merasa dikepung oleh ambisi militer Sancaka yang menyala-nyala. Desakan sang panglima agar segera melancarkan serangan terhadap kelompok Walaing di Gunung Sadara bukanlah sekadar laporan taktis; itu adalah sebuah ultimatum, ancaman terselubung bahwa kekuatan militer yang kini melayani Balaputeradewa dapat sewaktu-waktu berbalik, menjadi alat di tangan individu dengan hasrat kekuasaan yang tak kalah besar darinya.Namun, bahaya tak hanya datang dari gema genderang perang di perbatasan; intrik istana, di mana kepercayaan adalah komoditas langka, jauh lebih mematikan. Balaputeradewa sadar, ancaman terbesar kadang-kadang datang dari ambisi para pembantu terdekatnya, termasuk Sancaka sendiri, yang kini menuntut aksi militer dengan pandangan tajam penuh kesatria namun juga sarat nuansa keangkuha
Last Updated: 2025-12-15
Chapter: Bab 172 Tekanan dan Kegalauan Balaputradewa
Tahun-tahun telah berlayar seperti perahu-perahu layar dagang di Laut Jawa, membawa serta perubahan dan pertumbuhannya sendiri.Meskipun demikian, kekuasaan Pangeran Balaputeradewa di bhumi Medang tidaklah seaman atau sekokoh citra seorang mahamentri agung. Kendati sang Mahamentri mendapatkan dukungan penuh dari kakak iparnya yang mulia, Maharaja Samarattungga, dan dilayani dengan kesetiaan oleh permaisurinya, Mayang Salewang, dasar-dasar stabilitas kekuasaannya senantiasa bergoyang di tengah ombak intrik dan ambisi yang tiada henti. Aula Paringgitan di kompleks kedaton seringkali menjadi saksi bisu atas kegalauan hati sang pangeran.Pada suatu pagi yang basah oleh embun, namun panas oleh urusan negara, Pangeran Balaputeradewa duduk di singgasana agungnya, diapit oleh patung-patung dewa pelindung yang terukir dengan megah. Sorot matanya menunjukkan beban berat pikiran, melayang jauh dari gemerlap ukiran emas di sekitarnya. Di hadapannya, terhampar dua permasalahan mendesak yang seolah
Last Updated: 2025-12-15
Chapter: Bab 171: Pengkhianatan di Hilir Watangan
Mpu Panukuh, setelah melalui serangkaian pertimbangan mendalam dan mengambil keputusan signifikan mengenai penyelenggaraan Sayembara untuk Bhumi Sambhara Budura dan ketentuan pernikahannya, kini melanjutkan perjalanannya ke arah selatan. Beliau ditemani oleh dua pengawal setianya yang tangguh, Wulung dan Mahesa Seta, yang tak pernah lelah mendampingi langkahnya.Tujuan mereka jelas: mendekati lokasi yang dipercayai sebagai persemayaman agung Bhumi Sambbara Budura, sebuah cita-cita luhur yang kini menjadi titik tumpu setiap tekad dan pengorbanannya. Senja mulai berlabuh tatkala mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah pesanggrahan sederhana, yang terletak di pinggiran tenang, tak jauh dari salah satu anak Sungai Watangan yang mengalir perlahan. Udara petang merangkul pepohonan, menghadirkan kedamaian semu di tengah gejolak hati dan pikiran yang berkecamuk dalam dada sang pangeran.Sore itu, saat hidangan sederhana namun mengenyangkan tersaji di hadapan mereka, Mpu Panukuh secara t
Last Updated: 2025-12-14
Chapter: Bab 170: Visi Panukuh di Balik Sayembara
Malam telah merebahkan selubungnya di Gunung Sadara. Cahaya rembulan keperakan menelusup di antara rerimbunan pepohonan jati dan pakis raksasa, menerangi samar-samar jalur setapak yang berkelok-kelok. Udara dingin pegunungan menyentuh kulit, namun hati Mpu Panukuh terasa membara dengan tekad yang baru dipatri. Selepas pertemuan genting nan penuh makna dengan Wiku Sasodara di pelataran vihara, tempat janji pembangunan agung Bhumi Sambhara Budura dititahkan, ia berjalan perlahan menuruni bukit, diikuti setia oleh dua punggawa setianya, Wulung dan Mahesa Seta. Mereka melangkah menjauh dari kompleks vihara yang kini tampak damai di bawah sinaran rembulan, mencari titik hening yang terpisah dari segala hiruk-pikuk keduniawian, agar percakapan yang akan terhelat dapat tercurah dari lubuk hati terdalam tanpa adanya prasangka atau pendengaran yang tak semestinya.Wulung, yang sedari tadi dilanda kegundahan, akhirnya tak kuasa menahan gejolak perasaannya. Ia memecah keheningan malam dengan bis
Last Updated: 2025-12-14
Chapter: Bab 169: Sayembara Menantu Sang Maharaja
Angin senja membelai vihara sederhana di kaki Gunung Sadara. Di serambi kayu yang telah lapuk termakan usia namun masih kokoh, Wiku Sasodara mengajak Mpu Panukuh duduk bersisian, membiarkan keheningan senja menyelimuti. Jauh di belakang mereka, Talang Wisang bersama para pengawal berdiri mengawasi, menjaga jarak dengan penuh hormat, menyadari beratnya suasana yang membayangi. Sebuah bisikan takdir, mereka tahu, kini menggantung di udara, menunggu saat untuk terucap dan membentuk kembali garis hidup Mpu Panukuh.Wiku Sasodara, dengan sorot mata bijaksana yang telah menyaksikan berbagai pergolakan zaman, meraih sebuah gulungan rontal kuno dari lipatan kainnya. Disegel rapi dengan lak merah berukiran cap Suryawangsa, rontal itu diserahkan langsung ke tangan Panukuh. Rasa dingin lembaran daun lontar itu menjalar di telapak tangannya, seakan membisikkan cerita berabad-abad lamanya.“Panukuh,” Wiku Sasodara memulai, suaranya tenang namun mengandung otoritas yang dalam, “kau kembali ke bhumi
Last Updated: 2025-12-13
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status