LOGINRakai Walaing Mpu Kumbhayoni, seorang resi pengendali api dan penguasa Sanjaya terakhir yang murni, kehilangan segalanya saat wangsanya dihancurkan oleh ekspansi Syailendra. Dengan hati penuh dendam, ia menyelamatkan pewaris takhta Sanjaya yang masih kecil, Manuku, dan menggemblengnya selama bertahun-tahun untuk menjadi senjata pembalasan yang sempurna. Namun, harapannya pupus ketika Manuku—kini bergelar Rakai Pikatan—memilih jalan damai dengan menikahi putri Syailendra, sebuah tindakan yang dianggap Kumbhayoni sebagai pengkhianatan terbesar. Guru dan murid itu kini berseberangan, terkunci dalam perang dingin ideologis. Dalam upaya putus asa untuk menyatukan kembali wangsa, putra Rakai Pikatan dikirim menyamar sebagai seniman untuk memikat hati Dyah Ron Ayu, putri kesayangan Kumbhayoni. Ketika cinta terlarang bersemi di atas fondasi kebohongan, Kumbhayoni harus menghadapi pilihan: memaafkan masa lalu demi masa depan cucunya, atau melepaskan api kemarahannya yang akan menghancurkan sisa-sisa terakhir dari warisannya.
View MoreDi puncak sebuah perbukitan yang sunyi, jauh dari deru kaki kuda pasukan Kunara Sancaka yang tengah mempersiapkan diri, tiga sosok berdiri tegak, mengamati pergerakan debu yang membumbung tinggi dari arah Walaing. Udara pagi yang sejuk membawa serta gemuruh samar dari aktivitas di kejauhan, sebuah simfoni pertanda prahara yang akan segera tiba. Wiku Amasu, dengan tasbih kayunya yang berputar pelan di antara jari-jemarinya, dan Rahastya, berdiri dengan kecemasan yang terpahat jelas di wajah mereka, mata mereka tak lepas dari kaki langit di kejauhan. Sebuah kegelisahan merayapi sanubari mereka, menyadari bahwa ketenangan semu Medang Raya akan segera terkoyak."Persatuan antara Mahamentri I Hino Pramodhawardhani dan Rakai Pikatan seharusnya menjadi berkah agung bagi Medang, fondasi kemapanan dan kesejahteraan yang diidamkan," bisik Wiku Amasu, suaranya mengandung nada kesedihan yang dalam, sambil terus memutar tasbihnya. "Namun, takhta yang stabil justru mengundang badai kecemburuan dan
Angin timur yang berhembus kencang melibas wilayah Walaing, menyerakkan debu merah yang tak henti menari-nari di atas barak-barak militer yang membentang luas. Suasana di pusat mobilisasi pasukan itu terasa mencekam, diiringi derap langkah ribuan prajurit Kunara Sancaka yang takzim menyiapkan diri untuk tujuan yang jelas. Di bawah panji-panji perang yang berkibar gagah, kekuatan besar mulai dimusatkan, membentuk formasi ofensif yang mengancam kedaulatan wilayah lain. Patapan, sebuah wilayah strategis yang kini berada dalam genggaman Rakai Pikatan, telah ditetapkan sebagai target serangan utama. Genderang perang yang perlahan dikumandangkan bagai guntur jauh di cakrawala, memancarkan aura kegelisahan yang menyelimuti setiap sudut kemah, sebuah pertanda buruk akan pertumpahan darah yang akan datang.Namun, di tengah hiruk-pikuk persiapan yang masif itu, sebuah ketegangan hebat justru terjalin di dalam kemah komando pusat, jauh dari deru pedang dan pekik mobilisasi yang memekakkan teling
Kekecewaan yang mendarah daging dalam jiwa Mpu Kumbhayoni telah mencapai puncaknya. Kesuksesan Rakai Panukuh di Patapan bukan hanya sekadar pencapaian bagi putranya, melainkan sebuah pukulan telak yang menghempas seluruh benteng ambisi Sanjaya yang telah ia bangun dengan cucuran darah dan linangan air mata selama bertahun-tahun.Rasa dikhianati mencabik-cabik kalbunya, menghanguskan harapannya pada warisan yang pernah ia impikan. Namun, alih-alih melampiaskan amarahnya pada Panukuh yang kini telah menjelma menjadi seorang penguasa dengan kekuatan dan wibawanya sendiri, sang Mpu justru mengarahkan badai emosinya kepada sosok yang paling setia dan dekat dalam kehidupannya: Dyah Ayu Manohara. Sebuah pilihan yang keji, namun terasa sejalan dengan kegelisahan hati yang tengah melanda dirinya.Di pendapa agung Giri Watangan, di hadapan pandangan tajam para abdi dalem dan pengawal yang berjajar rapi, Mpu Kumbhayoni dengan sengaja memerankan sandiwara kemesraan yang melampaui batas bersama Ta
Langit di atas Patapan beranjak keemasan seiring matahari yang mulai merangkak naik, menaburkan sinarnya yang hangat pada bebatuan purba candi dan padma. Sebuah energi baru menyelimuti pusat pemerintahan Medang tersebut, memercikkan gairah yang tidak tercium dalam dekade terakhir.Panji-panji yang megah, menampilkan perpaduan lambang Siwa-Waisnawa yang kini menjadi penanda persatuan Dharmayuga, berkibar gagah diterpa angin pagi, melambangkan era baru di bawah naungan dinasti yang sedang tumbuh. Para abdi istana, prajurit, dan seniman berjejak sigap, mempersiapkan rangkaian acara formal yang akan segera dimulai—penobatan seremonial bagi sosok yang akan menjadi fondasi kekuatan Medang di wilayah tengah.Di bangsal utama Balai Mandala Patapan, yang kini diperkaya dengan sentuhan seni Sambhara Budura, Mpu Panukuh berdiri tegak di ambang jendela besar. Cahaya fajar membalut siluetnya, menambah aura keagungan pada postur tegapnya. Gelar ‘Mpu’ yang sebelumnya disandangnya sebagai gelar kehor
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews