author-banner
Indah Purwaningsih
Author

Novel-novel oleh Indah Purwaningsih

Sisa Takdir

Sisa Takdir

Elian Silvercrest adalah seorang tuan muda dari keluarga bangsawan ternama yang terlahir dengan tubuh yang lemah. Meski berasal dari garis keturunan pelindung Kerajaan, ia tampak seperti seorang yang bahkan berdiri saja terkesan akan terjatuh. Mata merah yang tajam dan rambut hitamnya menciptakan kesan misterius, namun tubuh kurus dan sering sakit membatasi potensi yang dimilikinya. Meski tubuhnya rapuh, ia membawa ingatan dari kehidupan sebelumnya dan memiliki pengetahuan tentang masa depan yang akan datang. Terjebak di tubuh yang tidak mampu mengikuti keinginannya, Elian berusaha menggunakan kecerdasan dan pengetahuannya untuk merencanakan langkah-langkah yang dapat mencegah kehancuran yang akan datang. Namun, perjalanan Elian tidaklah mudah. Dunia sekitar penuh dengan intrik politik, konflik antar kerajaan, dan ancaman dari kekuatan yang tidak ia duga. Meskipun tubuhnya membatasi gerakannya, Elian bertekad untuk berjuang melawan takdir, menghadapi tantangan demi melindungi orang-orang yang ia cintai. Dalam perjuangannya, Elian harus memutuskan siapa yang bisa dipercaya, serta bagaimana ia dapat bertahan hidup di tengah dunia yang penuh bahaya dan ketidakpastian.
Baca
Chapter: BAB 150
Langit di atas istana kerajaan perlahan berubah kelabu. Angin dingin berembus membawa aroma logam dan debu pertanda bahwa sesuatu yang besar tengah bergolak. Di dalam aula utama, suasana penuh ketegangan dan kesibukan. Suara langkah kaki, denting armor, dan teriakan komandan memenuhi udara. Caelum berdiri tegak di hadapan Raja, sementara Kaelian berada di sampingnya, membawa gulungan perintah dari keluarga Silvercrest. “Ayah,” Caelum menunduk hormat, “Kami datang karena surat dari keluarga Silvercrest. Ini bukan lagi masalah keluarga semata. Ini pemberontakan terhadap kerajaan.” Kaelian membuka gulungan itu, lalu menyerahkannya kepada Raja. Mata sang raja menelusuri tiap kalimat dalam diam, sebelum akhirnya menarik napas panjang. Ekspresinya sulit ditebak, namun sorot matanya telah berubah dingin dan penuh keputusan. “Aku sudah tahu,” ujar Raja, suaranya berat. “Putraku... Leandor, telah bermain dalam kegelapan terlalu lama. Aku hanya berharap
Terakhir Diperbarui: 2025-05-03
Chapter: BAB 149
Cahaya lentera menggantung temaram di langit-langit kamar Elian, menyinari tubuh mungil yang kini terbaring lemah di atas ranjang. Nafasnya masih berat, tapi stabil. Beberapa pelayan berdiri di sekitar tempat tidur, wajah mereka menegang, sementara seorang tabib menyiapkan ramuan dan kain perban di atas meja kecil. “Segera ganti pakaiannya. Kita harus membersihkan lukanya,” ucap tabib tegas. Dengan hati-hati, mereka melepaskan pakaian Elian yang kotor dan sobek. Beberapa bagian menempel pada kulit karena darah kering. Elian hanya mengerang pelan, kesadarannya belum sepenuhnya pulih. Ketika mereka melepas celana panjangnya, seketika ruangan sunyi. Mata semua orang tertuju pada bagian pahanya kulitnya merah merona, bukan karena ruam biasa, tapi karena luka bakar yang begitu jelas. Beberapa bagian melepuh ringan, seolah dagingnya pernah menyentuh batu panas. Pelayan perempuan di sisi kanan refleks menutup mulutnya, menahan isak. Tabib mengerutkan
Terakhir Diperbarui: 2025-05-02
Chapter: BAB 148
Petir menggelegar di kejauhan. Cahaya putih kebiruan itu menerangi gua selama satu detik sebelum semuanya kembali tertelan hitam. Di luar, badai belum juga mereda. Air terus mengalir deras dari tebing, menabrak bebatuan dan menciptakan denting yang keras dan kacau. Namun di dalam gua, keheningan baru mulai terbentuk. Elian terlelap di pelukan Caine, napasnya mulai tenang meski masih sesekali terisak pelan dalam tidur. Tubuhnya tidak lagi gemetar seperti tadi, dan suhu tubuhnya mulai menghangat. Entah karena pelukan Caine atau karena rasa aman yang perlahan menyusup kembali ke dalam hatinya. Caine mengusap rambut Elian dengan lembut. Ia tak bergerak dari posisi itu selama berjam-jam. Bahunya kaku, punggungnya sakit karena duduk bersandar pada batu tanpa alas yang layak, tapi ia tak mengeluh. Rasa lelahnya tak sebanding dengan penderitaan yang baru saja dilalui Elian. Ia hanya bisa menjaga. Menjaga, hingga seseorang datang… atau hingga pagi tiba.
Terakhir Diperbarui: 2025-05-01
Chapter: BAB 147
Langkah-langkah di luar gua perlahan menjauh, menyisakan suara gemuruh hujan yang kembali mendominasi. Caine mematung dalam diam, jantungnya masih berdetak cepat, menggema di telinga seperti genderang perang. Ia menunggu. Lima detik. Sepuluh detik. Tiga puluh detik... Namun tak ada suara lagi. Tak ada cahaya lentera. Tak ada teriakan. Hanya suara air yang menetes dari dinding gua, dan desir angin dingin yang membawa aroma basah dan tanah. Beberapa saat kemudian, seekor rusa kecil berlari melintas di depan gua, cipratan air dari tapaknya menyebar liar di tanah berlumpur. Hanya rusa. Hanya hewan kecil yang tersesat. Caine menghela napas panjang, perlahan. Napas yang menahan segalanya: rasa waspada, rasa takut, dan sedikit harapan. Ia memejamkan mata sejenak, lalu menatap langit kelabu di mulut gua yang mulai semakin menghitam. Badai itu belum usai. Hujan deras terus mengguyur, menciptakan aliran kecil di lantai gua. Air mulai merembes
Terakhir Diperbarui: 2025-04-30
Chapter: BAB 146
Hujan di luar menggila. Gemuruh air memukul tanah dengan keras, dan langit, yang sejak tadi mendung, kini sepenuhnya kelam. Malam datang lebih cepat daripada biasanya, seolah badai membawa kegelapan bersamanya. Di dalam gua kecil itu, Caine dan Elian hanya bisa mengandalkan kehangatan tubuh masing-masing untuk melawan dingin yang menembus sampai ke tulang. Elian sudah mulai tenang. Nafasnya pelan dan teratur, meskipun sesekali terdengar sedikit berat. Ia kembali tertidur, wajahnya lebih damai dibandingkan sebelumnya. Caine perlahan menyentuh dahi tuannya, telapak tangannya berhati-hati menilai suhu tubuh yang lemah itu. Hangat. Tapi tidak panas. Tidak ada demam. Caine menghela napas lega, merasakan beban berat sedikit berkurang dari dadanya. Dalam kondisi seperti ini, satu masalah kecil saja seperti demam bisa berakibat fatal. Namun kelegaannya tidak bertahan lama. Saat menurunkan tangannya, matanya menangkap warna merah yang samar di celana E
Terakhir Diperbarui: 2025-04-29
Chapter: BAB 145
Hujan belum turun, tapi aroma tanah basah sudah memenuhi udara malam. Caine memandang tubuh Elian yang tergeletak di pelukannya terluka, lemah, sekarat. Setiap tarikan napas pemuda itu terdengar berat, seakan dunia terlalu kejam untuk membiarkannya bernapas lebih lama. Caine menahan napas saat merasakan betapa ringan tubuh Elian. ‘Bagaimana mungkin seseorang yang begitu kuat di dalam, terlihat begitu rapuh dari luar?’ Ada darah di mana-mana mengalir dari luka di pahanya, dari lebam di rusuknya, dari sayatan kecil yang berserakan di seluruh tubuhnya. Caine tahu dia tak bisa diam saja. Kalau dibiarkan, Elian akan mati malam ini. Dengan gerakan cekatan yang bersembunyi di balik tangan yang gemetar, Caine membaringkan Elian di atas tanah kering, dekat api kecil yang ia buat dari ranting basah. Ia mengeluarkan kantung air dan beberapa potong kain bersih seadanya. Jari-jarinya bergerak cepat, namun pikirannya berantakan. ‘Aku gagal...’ Rasa bersalah
Terakhir Diperbarui: 2025-04-28
Anda juga akan menyukai
Legenda Pedang Naga Emas
Legenda Pedang Naga Emas
Fantasi · Zhu Phi
97.8K Dibaca
Cundhamani (Panah Api)
Cundhamani (Panah Api)
Fantasi · A.R. Ubaidillah
96.1K Dibaca
Legenda Sang Phoenix Abadi
Legenda Sang Phoenix Abadi
Fantasi · Al_Fazza
92.4K Dibaca
Belahan Jiwa
Belahan Jiwa
Fantasi · Intan
89.8K Dibaca
Penguasa Fisik Tanpa Batas
Penguasa Fisik Tanpa Batas
Fantasi · Pok Jang
87.6K Dibaca
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status