Kini Alvira dan Kevin sudah berada di kafe yang letaknya di pinggir laut, menikmati suasana sore ditemani dengan deru ombak dan angin laut yang menyejukkan. Sambil menunggu pesanan datang Alvira dan Kevin memandangi keindahan sunset. Tangan Kevin tidak terus menggenggam tangan Alvira di atas meja, tidak ada pembicaraan diantara mereka. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sengaja Alvira tidak berbicara lebih dulu, ia tidak mau Kevin nantinya tidak berselera makan.
Sekitar lima belas menit menunggu akhirnya pesanannya datang. “Kamu tadi katanya mau bicara?” Kevin bertanya sambil menyendokan makanan ke dalam mulutnya.
“Nanti aja ya sekarang kita makan dulu,” jawab Alvira.
Kevin sedikit bingung dengan sikap Alvira kali ini, Alvira tidak cuek dan selalu bersikap lembut padanya. Biasanya jika bersama dirinya Alvira akan
“Mereka belum tau, rencananya ini malam Daffin ingin bertemu, tapi nggak jadi soalnya maminya mau ikut. Jadi tunggu maminya pulang dari rumah sakit!” Papar Alvira kini punggungnya sudah bersandar pada headboard. Vita masih mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Alvira.” Terus Kevin gimana?” tanya Vita yang membuat Alvira menggelengkan kepalanya. “Gua nggak tau, tadi rencananya gua mau bicara sama dia kalau gua nggak bisa nikah sama dia, tapi lo tau lidah gua kelu saat di depannya. Gua nggak sanggup vit,” lesu Alvira. “Jadi mau sampai kapan lo nutupi ini sama Kevin?! Sedangkan lo sudah yakin untuk menikah sama Daffin.” “Saran gua sih lebih cepat lebih baik, selesaikan dulu masalah lo sama Kevin. Sebulan itu waktu yang sebentar lo Al.” “Gila sejak kapan lo jadi wibawa gini bicaranya?” celetuk Alvira disertai tertawa kecil. “Elo ya, dikasih tau juga. Gua memang belum pernah pacaran sih, tapi gua yakin kalau lo semakin lama ngasih tau
Kevin jalan mendekat ke arah dua orang yang sedang serius,” maaf nganggu tadi aku ke sini mau ngantar makanan kesukaan kamu,” jelas Kevin sambil menyodorkan makanan itu tepat di depan Alvira. “Sejak kapan kamu berada di sini?” tanya Alvira dengan sedikit gugup takut Kevin mengetahuinya. “Tidak cukup lama, tapi cukup tau kalau orang yang ingin aku nikahi akan segera menikah dengan orang lain,” jawab Kevin masih dalam keadaan tenang. Deng... Jantung Alvira serasa berhenti berdetak mendengar jawaban dari Kevin. Kevin masih punya otak untuk tidak membuat keributan di rumah sakit apalagi ini masih pagi, jadi ia berusaha untuk menahan amarahnya saat ini. “Gua pergi dulu,” pamit Daffin yang memberikan kesempatan pada sepasang manusia itu untuk menyelesaikan masalahnya. “Bisa jelaskan ke aku semuanya? Apa ini yang ingin kamu bicarakan sama aku kemarin?” Keduanya masih berdiri berhadapan, Kevin terus menatap mata Alvira sehingga
Kevin meninggalkan kantor tepat dijam pulang. Kini penampilannya sudah rapi kembali dan terlihat segar. Aric saja sampai heran melihat Kevin yang sudah kembali seperti semula tidak seperti yang ia lihat beberapa jam yang lalu.Dengan kecepatan yang sedikit tinggi Kevin melintas jalan raya yang penuh oleh kendaraan, karena ini jam pulang kantor maka di mana-mana akan terjadi kemacetan.Perasaan Kevin begitu gelisah ia akan mengetahui fakta yang sesungguhnya.” Lama banget sih ni,” gerutu Kevin sambil memukul stir mobil itu dengan kuat, karena saat ini dirinya terjebak macet yang cukup panjang entah apa yang sedang terjadi di depan sana.Kevin : “Maaf gua akan sedikit telat karena gua terjebak macet.”Kevin mengirimkan pesan melalui aplikasi WA kepada Alvira. Terlihat pesannya terkirim tapi tidak ada tanda kalau sudah dibaca.Setelah menunggu hampir tiga puluh menitan akhirnya Kevin terbebas dari kemacetan, ternyata telah
Langit sudah berganti warna gelap, tapi sepasang manusia masih terlibat percakapan serius di tepi pantai, duduk di sebuah batu besar sambil memandang ombak yang saling berkejaran. Dinginnya angin laut tidak membuat mereka beranjak dari tempat itu.“Aku sungguh nggak percaya kamu bakal tinggali aku nikah,” ucap Kevin yang memecahkan keheningan diantara mereka. Kini tangan Kevin sedang merangkul pinggang Alvira memberikan sedikit kehangatan.Alvira sengaja membiarkan apa yang ingin dilakukan Kevin selama itu tidak melampaui batas baginya maka Alvira akan diam saja menerima sikap Kevin dengan baik.“Aku minta maaf, mungkin kamu kecewa sama aku, tapi ini merupakan yang terbaik buat kita. Jika kita memang berjodoh kita akan bertemu kembali entah kapan dan dalam situasi seperti apa? Tapi jika kita tidak berjodoh aku harap kamu bisa ikhlas dan mencari yang lebih baik dari aku. Jujur kamu orang pertama yang begitu aku sayang dan cintai sulit buat ku un
Hari ini Shela sudah diperbolehkan pulang selama seminggu menjalani perawatan yang insentif akhirnya Shela sudah bisa kembali ke rumah yang dirindukan. Tapi Shela harus melakukan kontrol setiap seminggu sekali dan melakukan kemo. Sebelum terbang ke Singapura Shela diharuskan melakukan perawatan di rumah sakit ini dulu.Daffin tidak ketinggalan untuk menjemput Shela. Karena ini juga weekand jadi tidak ada alasan untuk dirinya tidak menjemput sang mami.“Mi,” sapa Daffin saat memasuki ruangan perawatan Shela. Daffin jalan mendekat lalu mencium pipi kiri dan kanan Shela secara bergantian.“Kamu!” Seru Daffin saat melihat Alvira sudah berada di sana dengan mengunakan pakaian santai.Alvira tidak menjawab, ia begitu fokus membantu bi Atun merapikan perlengkapan Shela yang akan dibawa pulang.“Dari tadi loh Alvira ke sini, bantuin mami,” sahut Shela.“Iya, kamu ke mana aja?” timpal papi Ahmad, Kini p
Daffin dan Alvira kini saling diam, tidak ada obrolan yang keluar dari bibir keduanya. Setelah Daffin mengatakan akan mengakhiri sandiwaranya. Alvira hanyut dalam pemikirannya sendiri begitu juga dengan Daffin.Alvira begitu bingung dengan hatinya saat ini. Apa yang harus dilakukannya?Saat kedua hening, Shela dan Ahmad datang memecahkan keheningan diantara mereka.“Kok pada diam?” tanya Shela yang melihat Daffin dan Alvira duduk berjauhan, juga tidak terdengar mereka sedang mengobrol.“Kenapa?” sambung Ahmad, yang sudah duduk di samping Daffin.“Berantem?”tanyanya lagi.Baik Daffin maupun Alvira tidak ada yang ingin menjawab pertanyaan mereka.Ahmad dan Shela bingung keduanya saling melempar pandangan.“Eehhmmm...”Daffin berdehem memecahkan keheningan.“Pi! Mi! Aku mau ngomong sama kalian,” lanjut Daffin lagi sambil melihat
Selesai sudah perbincangan di antara Daffin dan Alvira. Kini mereka sudah kembali bersama Shela dan Ahmad, duduk bersama di meja makan untuk menikmati makan malam.“Kamu cantik banget pakai baju itu,” puji Shela.“Makasih mi,” sahut Alvira, untung saja bengkak di mata Alvira sudah tertutup oleh make up yang di gunakannya sehingga Shela tidak bertanya.“Ayo makan sayang,” ajak Shela lagi.“Iya mi,” balasnya singkat.Daffin mengambilkan semua makan yang ada di atas meja itu ke piring Alvira,” ini banyak banget, udah stop!” ujar Alvira menghentikan Daffin.Daffin tersenyum kecil,” Udah nggak papa makan yang banyak,” sahut Ahmad.Ucapan Ahmad hanya dibalas dengan senyum Alvira. Mereka pun menghabiskan makanan itu tanpa ada lagi yang bersuara, hanya ada suara sendok dan garpu yang saling beradu.Selesai makan Alvira tidak langsung diantar pulang. Mereka kembali
Alvira sudah berpakaian rapi, tapi bukan untuk bertugas. Karena hari ini Alvira mendapatkan giliran untuk masuk sore hari.“Kamu mau ke mana sayang?” tanya Alea, yang melihat Alvira sudah begitu rapi.“Aku mau ke kantor ayah Bu, mau memberitahu pertemuan dengan keluarga Daffin,” jelas Alvira.“Makan dulu yuk,” tawar Alea.“Sama siapa kamu ke sana?” tanya Alea lagi.“Sendiri Bu, nanti pesan ojol aja,” sambil memasukkan makanan ke mulutnya.“Loh Daffin nggak ngantar kamu?” tanya Alea.“Dia nggak bisa Bu, lagi ada meeting penting. Lagian aku jugakan udah sering jalan sendiri,” lanjut Alvira padahal dirinya tidak memberitahu Daffin jika ingin ke kantor sang ayah.“Ya, sudah kamu hati-hati ya,” ucap Alvira lagi.“Iya Bu, kalau gitu aku jalan ya,” pamit Alvira yang sudah menyelesaikan makannya. Tidak lupa ia mencium pung