Share

BAB 1. DOLLAR

~Albin POV~

Kupandangi cermin lekat-lekat, wajah pucat dan kusut. Irisku yang berwarna biru muda meredup. Kantung mata terlihat jelas. Rambut putihku yang memiliki panjang sepinggang, berantakan dan kusut masai. 

Tubuhku masih dibalut pakaian kerja tadi malam. Kemeja putih, rok hitam span selutut dan blazer warna senada. Pakaian kerjaku mirip seperti sekretaris CEO tampan dalam novel. Stoking hitam melekat di kedua kaki dan sepasang hi-heels  teronggok di sisi kasur. 

Aku sangat kelelahan dan juga mengantuk. Entah siapa tadi malam yang mengantar pulang. Ketika bangun, aku sudah berada di dalam kamar. Perutku benar-benar mual.

 Seingatku, tadi malam aku beberapa kali terbangun dan muntah. Resiko pekerjaan. Uff! Aku tidak tau sampai kapan terus bekerja seperti ini, tapi hanya pekerjaan inilah saat bisa kudapatkan.

Aku tidak bisa bekerja seperti orang pada umumnya, mataku sangat sakit saat terkena matahari langsung. Kulitku perih dan  merah lalu terasa terbakar ketika terkena matahari lebih dari sepuluh menit. 

Kadang aku tertawa miris. Aku mirip vampire dalam serial di TV. Berkulit pucat, tidak bisa terkena sinar matahari. Bedanya, aku tidak tiba-tiba terbakar lalu menjadi debu. Sebisa mungkin aku harus menghindari paparan sinar matahari langsung. Jadilah aku bekerja di malam hari dan bisa kukatakan aku “Albines Bat Woman.”

Kurebahkan diri di kasur. Melihat dalam ke langit-langit kamar kost. Kamar yang kutempati sejak setahun yang lalu. 

Kucoba mengingat semuanya lebih keras lagi, “Arrrggghhh!!!” 

Aku frustasi karena sama sekali tidak mampu mengingat apa yang terjadi. Langit-langit kamar berputar cepat. Mencoba kembali tidur dan berusaha memejamkan mata. Namun, rasa penasaran menghalangiku masuk ke alam mimpi. Pembelokan memori yang terjadi di dalam otak semakin membuatku penasaran. 

{Gengs, siapa tadi malam yang anterin gue pulang?} Aku mengirim pesan ke grup WhatsApp karyawan perempuan di tempatku bekerja. 

    {Custumer lo. Lo lupa?} Gina membalas pesanku. 

{Heh? Customer? Customer siapa? Kok diizinin, sih? Kalo gue diapa-apain gimana? Jahat banget sih?} Aku mulai khawatir. 

Aku meraba dada. OK, semua masih lengkap. Aku masih berpakaian lengkap. 

Aku menyingkap rok, “Thanks God.” Bersyukur celana dalamku masih di tempatnya. Ini artinya kemungkinan aku baik-baik saja kemudian kusentuh bagian sensitif si tubuhku. 

Amaaan! Tidak terasa apa pun yang berbeda. Aku merasa tenang, kemungkinan besar memang tidak terjadi apa-apa. 

{Lo yang mau, Al. Iiih, aneh deh. Bisa-bisanya nyalahin orang lain. Kalau tau gini, gue bikin video tadi malam. Lo nempel banget ama tuh cowok kaya’ kukang tau gak?}

{Gue takut, ntar yang ada Lo mati. Kukang ‘kan gitu, dipisahin sama pasanganya mati} Rosi membalas pesanku. 

{Kalian aja yang mati} Aku tertawa, {Siapa sih? Cowok mana?} Aku kembali penasaran. 

{Ya mana kita tau. ‘Kan sama Lo.} Gina kembali menjawab pertanyaanku. {Lo beneran gak ingat sama sekali?} 

{Kalo gue ingat gak akan tanya} Kepalaku semakin pusing. 

{Ya … kali Lo pura-pura, mau pamer abis jalan sama cogan} Rosi membalas pesanku. 

{Apaan, sih? Beneran gue lupa. Mesti dikenyot nih ubun-ubun gue. Biar gak amnesia gini} Aku mengirim emot sakit kepala. 

{Lo juga, sih, kebanyakan minum} Gina membalas pesanku. 

{Iya nih … salah gue emang} aku menyesali yang telah terjadi, {abisnya itu gelas ditutup sama uang 100$ US dollar. Gimana gak ijo mata gue} tawaku tergelak. 

{Eh tunggu, gue mulai inget. Eh duit gue? Duit gue mana? Kalian simpan ‘kan duit gue gak?} Aku mulai ingat banyak hal. Semua yang terjadi malam itu bagai kepingan puzzel. Terbayang di mataku kejadian tadi malam seperti potongan-potongan tak utuh.

{Duit apa? Kita gak tau duit. Lo cuma bilang mau pulang sama cowok itu, sambil Lo kekepin kuat-kuat.} Gina sepertinya mulai ikut cemas. 

{Kekepin gimana? Jadi gini, tadi malam itu, si … Jo, aduh siapa namanya gue lupa.

 Nah, dia taroh uang di atas gelas yang udah diisi minuman setengahnya, kalau habis, itu dollar boleh diambil} 

Aku bergegas berdiri merogoh saku. Tidak ada uang sepeser pun. Aku membalik saku bagian dalam hingga menjulur keluar, siapa tau ada yang terselip. 

Tidak ada! Memang tidak ada uang!

Ku cari lagi ke dalam tasku dengan beringas, macam monyet merampas tas pengunjung taman monyet guna mencari kacang yang terselip. 

Tubuhku lemas. 

{Duit gue ilaaaaang, Gengs} Aku menjerit di grup Whats App dengan puluhan emot menangis. 

{Sia-sia gue mabuk sampai amnesia. Untung ‘barang’ gue masih utuh} Aku menjerit. Harusnya ada minimal 500 US dollar di tanganku. 

{Gue out dulu, ya. Kali tu dollar nyempil dalam kutang gue} Aku meletakkan ponsel langsung berdiri kemudian melepaskan semua pakaian.

 Nihil! Tidak ada apa-apa. Cuma ada bekas iler, deh, kayaknya yang nyempil di pipi. 

“Aaaaah sialan, Lo, Jo! 

Awas Lo, ya, kalau ketemu gue lagi. Siapa sih namanya? 

Lupa!

Jo siapa? Joshua atau siapa, ya? Gue obok-obok Lo ntar,” Teriakku penuh amarah. 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status