Share

Part 2

Seperti kemarin, Dasta di kejutkan dengan kehadiran Shaka yang sudah menunggunya pulang kerja. Pria itu terlihat sangat tampan dengan memakai kacamatanya, melipat kedua tangannya di dada dan menyandarkan tubuh kekarnya di mobil.

Dasta menghampiri Shaka yang menatapnya tajam di balik kacamata itu. Takut-takut Dasta berjalan menghampirinya.

"Sudah selesai?" tanya Shaka seraya membuka kaca matanya.

Dasta mengangguk. "Kenapa Abang menjemputku lagi?" Dasta mengigit bibirnya ketika pertanyaan itu keluar dari mulutnya.

"Kenapa? Kau tidak suka jika aku menjemputmu?" Dasta menggeleng cepat.

"Lalu, mengapa kau selalu menanyakan hal itu?" tanya Shaka lagi yang merasa jika kehadirannya menjemput Dasta tak di sukainya.

"Aku-"

"Dengar Dasta, mulai sekarang aku yang akan menjemputmu pulang kerja. Bahkan kalau perlu aku juga yang akan mengantarkanmu pergi bekerja." keputusan Shaka tegas dan tak bisa di ganggu gugat.

"Apa? Ke-kenapa harus begitu bang?"

"Karena kamu calon istriku," Dasta terdiam setiap kali Shaka mengingatkannya jika ia adalah calon istrinya.

"Kamu harus mulai membiasakan diri padaku Dasta, toh nanti juga setelah menikah, kamu tak perlu lagi bekerja di toko roti ini. Mengerti!" lagi, Shaka memutuskan usulan secara pihaknya. Dan Dasta hanya bisa menganggukkan kepalanya, ia tak ingin membuat Shaka marah.

"Masuklah, aku ingin membawamu ke rumah malam ini. Rasty yang meminta, ia sangat merindukanmu." titah Shaka menyuruh Dasta masuk setelah ia membuka pintu mobil. Mendengar nama Rasty di sebut, tentu saja Dasta dengan senang hati menurutinya.

Mobil Shaka berjalan meninggalkan toko roti tempat Dasta bekerja. Selama di perjalanan keduanya tampak diam membisu. Hanya sesekali Dasta melirik ke arah Shaka yang tengah fokus menyetir menatap jalanan depan.

"Kenapa kau melihat ku seperti itu?" tanya Shaka tiba-tiba membuat Dasta gelagapan. Dasta terlihat seperti orang yang sedang terciduk ketahuan mencuri, ke tangkap basah oleh para masa.

"Dasta, apa kau takut padaku?" tanya Shaka lagi karena Dasta sedari tadi hanya diam.

Dasta bingung ingin menjawab apa, karena jujur ia memang sangat takut pada Shaka serta raut wajahnya.

Tanpa Dasta duga, tangan kiri Shaka yang bebas terulur ke arah Dasta dan mengelus-elus lembut rambut serta kepalanya. Menghadirkan rasa nyaman dan terlindungi bagi Dasta.

Shaka melirik sebentar ke arah Dasta yang tampak tenang, hanya sebentar, Shaka kembali fokus pada jalanan dan melepaskan tangannya di kepala Dasta.

"Dasta, maafkan perkataan ku tadi yang mungkin sedikit kasar dan melukai perasaanmu. Tapi sungguh, aku melakukan itu agar kau mengerti maksudku. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu, kau calon istriku Dasta."

Hati Dasta berbunga dan jiwanya seakan melayang mendengar kalimat yang di lontarkan Shaka. Memang tidak manis maupun romantis, tapi arti makna dari ucapan Shaka itu lah yang membuatnya bahagia. Shaka ingin yang terbaik untuknya.

"Dan..., Ku harap kau tidak takut lagi padaku. Masa sama calon suami sendiri takut, sih." goda Shaka, Dasta terkekeh mendengarnya.

"Katakan sesuatu!" Dasta menoleh bingung ke arah Shaka. "Ayo, katakan sesuatu menurut penilaianmu tentangku."

"Abang baik,"

"Hanya itu?"

"Iya."

Shaka menganggukkan kepalanya, arti kata baik dalam artian apa yang di maksud Dasta ini? Shaka tentu baik, ia tidak sakit.

"Baik dalam artian apa? Setahuku baik, cantik atau tampan itu relatif bukan. Orang sering dan hampir selalu mengatakan hal itu pada seseorang yang baru di kenalnya."

Dasta mengangguk membenarkan ucapan Shaka. "Jadi, coba kau katakan yang sejujurnya menurut penilaianmu tentangku. Bukankah kita sudah saling mengenal lama?"

"Kita memang sudah saling mengenal lama bang, tapi kita baru sedekat ini setelah kita berdua tahu, bahwa kita di jodohkan." ungkap Dasta menyuarakkan suara hatinya.

"Apakah kau kurang yakin padaku, Dasta?"

"Entahlah bang, terkadang aku masih sering merasa takut padamu. Melihat aura menakutkan di wajahmu. Terkadang juga, anehnya aku merasa jika raut wajahmu terlihat seperti jijik melihatku, eh!" Dasta tersadar jika ia sudah terlalu jauh bicara jujur pada Shaka mengenai sikapnya.

Shaka tersenyum geli, sudah ia duga jika Dasta pasti takut padanya.

"Wajahku memang seperti ini Dasta, sikapku pun terkadang memang sangat dingin dan menyebalkan. Tapi...." Shaka menggantungkan kalimatnya.

"Tapi, jika kau mau aku mengubah sikap dinginku ini. Maka aku membutuhkan mu ikut dalam berperan mengubahnya. kau mengerti kan, Dasta?"

Dasta tertegun mendengarnya. "Apa kau mau ikut masuk dalam memainkan peran itu?" tanya Shaka melirik sekilas.

Dasta menganggukkan kepalanya mantap. "Ya!"

Bagus! batin Shaka tersenyum samar.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Arief Mixagrip
mantaf sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status