Dasta menahan tangisan harunya ketika ia mendengar Shaka mengucapkan janji suci, bibir Dasta bergetar tatkala dirinya juga akan mengucapkan janji suci pernikahan.
Tak sanggup menahan rasa bahagia ketika Shaka mengulurkan tangannya menarik tangan Dasta untuk ia sematkan cincin pernikahan di jari manis tangannya. Hal yang sama juga Dasta lakukan, keduanya saling menatap dan tersenyum bahagia.
Kini mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri, para tamu hadirin pun bersorak menyuarakan sang pengantin pria untuk mencium sih pengantin wanita.
Pipi Dasta merona merah mendengarnya, membayangkan jika Shaka menciumnya di depan banyak pasang mata yang menunggu dengan antusias.
Shaka mendekatkan wajahnya ke wajah Dasta dan mulai menyapukan bibirnya ke bibir merah sang istri. Awalnya ia kecup perlahan namun lama-kelamaan menjadi lumatan panas. Para tamu semakin heboh bersorak gembira, Dasta mencoba untuk mendorong tubuh Shaka namun sepertinya pria itu tak mempedulikan dimana posisi mereka saat ini.
Dasta pasrah seraya memejamkan matanya, rasanya pasti sangat malu sekali jika setelah ciuman ini berakhir.
"Buka matamu sayang," bisik Shaka di telinga Dasta.
Dan benar saja, Dasta rasanya sangat malu saat ciuman telah berakhir.
"Malu, hmm?" goda Shaka yang di angguki Dasta.
"Kau boleh malu sekarang, tapi nanti malam tak ada kata malu saat kita berdua di dalam kamar-" Shaka menggantungkan kalimatnya dan kembali mendekatkan bibirnya ke telinga Dasta.
"Menghabiskan malam pertama kita, dan aku berjanji akan menjadikanmu wanita yang paling bahagia. Pengantin yang akan merasa melayang menikmati malam pertamanya." bisik Shaka di lubang telinga Dasta
Tubuh Dasta meremang kaku dengan wajah yang semakin merona merah, Shaka sangat suka melihat Dasta yang seperti ini.
❤️❤️❤️❤️❤️
Shaka dan Dasta tersenyum manis saat sesi menyalami para tamu yang berdatangan di acara resepsi mereka. Meskipun lelah tapi mereka tetap bersikap santai.
Dasta melirik suaminya yang tampak sangat tampan saat tersenyum ramah seperti itu pada para tamu. Bernafas lega saat para segerombolan tamu tadi selesai bersalaman, Shaka dan Dasta kembali duduk.
"Lelah ya?" tanya Shaka memperhatikan wajah Dasta yang tampak sesekali meringis.
Kepala Dasta mengangguk. "Sedikit,"
"Kalau begitu, ayo kita ke kamar saja." ajak Shaka menyentuh tangan Dasta bersiap menarik istrinya itu ke kamar.
Dasta menahannya. "Tapi, acaranya?"
"Tenang aja, nanti biar aku bilang sama mama kalau kamu kelelahan dan wajahmu sangat pucat. Aku yakin mama pasti ngerti kok, para tamu juga pasti bisa memahami." usul Shaka.
"Memang bisa gitu? bukannya itu terlihat tak sopan?" tanya Dasta ragu.
"Hmm, aku rasa tidak."
"Hhh, tidak usah lah bang Shaka. Aku masih bisa menahannya."
"Sungguh?"
"Iya," Dasta menganggukkan kepalanya meyakinkan Shaka.
"Oke, baiklah." kata Shaka mengakhiri pembicaraan saat melihat para tamu lainnya berjalan ke arah mereka.
"Ayo berdiri," ajak Shaka membantu Dasta yang kesusahan bangkit berdiri karena gaun pengantinnya.
*******
Sudah hampir satu jam Shaka meninggalkan Dasta duduk sendirian di bangku pelaminan. Dasta sendiri hanya bisa celingak-celinguk ke segala arah mencari keberadaan suaminya, tadi Shaka berpamitan pergi sebentar menemani teman-teman sekolahnya yang hadir ke acara resepsi pernikahan mereka.
Tapi, sampai saat ini Shaka juga belum kembali. Bahkan di tempat resepsi ini pun batang hidungnya tak kelihatan, Dasta menjadi risau dan khawatir.
Kegelisahan Dasta terlihat jelas di kedua mata Rasty, wanita hamil itu pun mendekati Dasta.
"Dasta, ada apa?" tanya Rasty khawatir.
"Bang Shaka dimana Ras?"
"Bang Shaka?" Dasta mengangguk.
"Tadi dia pamit pergi sebentar, dan menyuruhku untuk membawamu langsung ke kamar jika kau sudah merasa lelah, kakak ipar Dasta." jelas Rasty yang kini mengubah panggilannya, memanggil Dasta dengan embel-embel kakak ipar.
"Baiklah," kata Dasta akhirnya setelah mendengar penjelasan Rasty.
"Kakak ipar kelihatan lelah, sebaiknya masuk ke kamar saja yuk."
Dasta tak menolak saat Rasty mengajaknya masuk ke kamar meninggalkan acara resepsi pesta. Toh, Shaka juga tidak ada di tempat, jadi buat apa Dasta ada di situ.
"Kakak ipar, kau pasti akan terpesona dengan dekorasi kamar pengantinnya." bisik Rasty di telinga Dasta yang saat ini berjalan bersisian dengannya.
"Pasti Rasty kan yang melakukannya?" tebak Dasta tersenyum.
Rasty hanya nyengir sebagai jawabannya. Rasa semangatnya semakin bertambah ketika mereka sudah sampai di kamar Dasta dan Shaka, Rasty sudah tak sabar melihat reaksi Dasta yang pasti takjub melihat kamar pengantinnya.
"Tadaa!!" seru Rasty ketika ia membuka pintu kamar pengantin.
Dasta terbelalak kaget dan syok, sangking kagetnya Dasta sampai menutup mulutnya dengan tangan. Perlahan kaki Dasta melangkah pelan masuk ke dalam kamar, dan di saat itulah Rasty mengunci pintu kamar mengurung Dasta sendirian di dalam.
Dasta terperanjat berlari ke arah pintu. "Rasty!!!" teriaknya sambil memukul-mukuli pintu.
"Sabarlah kakak ipar, nanti juga di bukakan bang Shaka kalau sudah pulang. Hihi, selamat menikmati malam pengantinmu, muaaacchh." kekeh Rasty jail, ia mengecup daun pintu kamar pengantin itu.
Setelahnya Rasty pergi meninggalkan Dasta yang masih memukuli pintu, tapi sayang suara Dasta tak bisa terdengar dari luar akibat kamar yang sengaja di rancang kedap suara.
Sebulan sudah berlalu semenjak insiden itu terjadi, namun kondisi Dasta masih seperti biasa. Wanita itu kehilangan keceriaan dirinya yang selama ini selalu terlihat, semakin hari Dasta terlihat semakin murung dan kerap kali mengelus perutnya. Masih jelas terlihat jika Dasta masih tak terima akan fakta yang menyatakan jika ia kehilangan calon anaknya.Calon anaknya yang bahkan belum ia tahu berapa minggu ada di dalam rahimnya. Calon anak yang bahkan belum sempat ia berikan kejutan untuk Shaka akan kehamilannya. Jelas hal ini tentu membuat Shaka terpuruk dan sakit hati, Shaka yang belum tahu mengenai kehamilan Dasta malah langsung mendapat kabar keguguran istrinya. Di tambah lagi Dasta yang mengalami pendarahan hebat saat itu, keadaan kacau dan Shaka seperti mahluk tak bernyawa pada saat itu juga.Kehilangan sang calon anak yang membuatnya terpukul dan ia juga tak ingin kehilangan istrinya. Tuhan mengabulkan doanya, syukurlah lima hari setelahny
"Ya Tuhan! Selamatkan aku!" doa batin Dasta yang menjerit.Sepertinya baru beberapa menit saja Dasta bisa bernafas lega, tapi harus kembali merasakan sesak nafas yang ngos-ngosan saat melihat Mei yang kembali datang dengan anak buahnya yang mengawal dirinya kanan-kiri.Dasta melirik ke arah tangan kiri Mei yang tadi terluka kini sudah di balut perban. Merasa plong ketika wanita itu sudah mengobati tangannya sendiri."Syukurlah kau sudah mengobati tanganmu Mei," ucap Dasta tersenyum."Jangan pernah menebarkan senyum palsu penuh kelicikanmu itu." hardik Mei sarkastik."Maaf? Maksudnya?""Aku tahu jika senyumanmu itu hanyalah sebuah kepalsuan, kau memiliki daya tarik untuk memikat agar orang lain luluh dengan senyummu. Kau memakai susuk kecantikan, bukan?"Dasta ternganga mendengar ucapan Mei, apa maksud wanita itu mengatakan Dasta memakai susuk kecantikan?
"Hentikan!!!" teriak Dasta sekuat mungkin agar menghentikan gerakan tangan Mei yang mengeluarkan sebuah pisau untuk membunuhnya."Kenapa? Kau takut juga dengan yang namanya mati ternyata.""Ini tidak bener Mei, ini salah. Ku mohon sadarlah Mei, jangan bertindak nekat melakukan ini." bujuk Dasta lembut agar Mei luluh dan berubah pikiran.Sumpah demi apapun saat ini Dasta sangat ketakutan dengan tubuh yang gemetaran luar biasa. Ia takut Mei benar-benar serius dengan keinginannya untuk melenyapkan Dasta, sebisa mungkin Dasta harus bisa membujuk wanita yang nyaris gila ini agar mau melepaskannya."Sadar, huh? Aku bahkan sangat sadar dengan apa yang ku lakukan ini, Dasta. Bahkan aku juga sangat senang dengan hal yang ingin ku lakukan ini. Ah, aku sudah lama tidak melakukan ini, biasanya aku akan langsung melenyapkan seseorang yang berani mengusik hidupku. Dan karena kau yang termasuk salah satu orang yang men
Setelah mengubungi mertuanya mengabarkan mengenai keberadaan Dasta yang tak ada di rumah, Shaka pun mengubungi nomor ponsel Gita sahabat dekat istrinya. Gita juga mengatakan bahwa Dasta tak ada bersamanya, kepanikan Shaka semakin meningkat, ia pun menghubungi Rasty adiknya menanyakan apakah Dasta ada di rumah. Dan lagi-lagi jawaban yang harus Shaka terima adalah Dasta tidak ada datang ke rumah, saat Rasty bertanya ada apa Shaka pun menjawab tidak apa-apa. Tak mungkin ia mengatakan firasat buruknya mengenai Dasta pada adiknya yang tengah hamil tua yang sebentar lagi mendekati hari kelahiran.Dengan langkah yang lemah dan goyah, Shaka tetap memaksakan kakinya untuk bangkit berdiri. Rasa panik yang melanda dirinya secara pesat pun tak mempedulikan langkahnya yang tampak seperti orang kesurupan. Shaka pun tak menghiraukan jarinya yang tergores pecahan kaca tadi, Shaka mendengar suara ribut-ribut saat ia sudah di luar kantor.Terlihat dua orang satpam te
Byuurrr.Dasta tersentak bangun dari pingsannya ketika merasakan semburan air dingin ke wajah dan tubuhnya. Perlahan kelopak matanya terbuka, menatap siapa seseorang yang menyiramnya dengan air barusan.Seorang pria berbadan tinggi tegap, kulit hitam dan kepala plontos yang barusan menyiramnya dengan seember air yang terasa sangat dingin.Dasta tertegun dengan kepala yang berdenyut pusing memperhatikan keseluruhan sudut ruangan ini.Belum lagi kekagetannya pulih akibat bingung dimana dan tempat apa itu, yang lebih mengagetkan Dasta adalah kondisi tubuhnya yang terikat, kaki dan tangannya di ikat kuat ke kursi belakang.Dasta juga baru sadar jika tak hanya satu orang pria saja, tapi ada dua orang pria lagi yang pas berdiri di depan pintu yang menatapnya tajam.Ya Tuhan! Dimana sebenarnya aku ini? Tempat apa ini? teriak batin Dasta terisak.Dasta menundukkan kep
Dua bulan kemudian...."Huueeekk," suara muntahan yang kembali Dasta rasakan.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya Dasta muntah-muntah di pagi hari. Hal ini pun tak sekali dua kali Dasta rasakan. Sudah hampir seminggu belakangan ini Dasta mengalami muntah, tapi tak sekalipun ia mengatakannya pada Shaka maupun kedua orang tuanya.Ya, dua bulan telah berlalu semenjak kejadian di cafe yang membongkar kedok kebusukan Gee dan Mei. Sejak hari itu baik Shaka maupun Dasta sama sekali tak mendengar kabar dari Gee dan Mei. Entahlah, dua hama itu seakan menghilang di telan bumi tak mengusik kehidupan rumah tangga mereka.Pernah suatu hari Dasta melihat Gee yang tengah berdiri di depan rumahnya yang masih tinggal di rumah kedua orang tuanya. Dasta panik dan langsung ingin menerjang Gee, tapi sebelum itu Gee masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Dasta.Dasta yang tak ingin meraha