"Ya Tuhan! Selamatkan aku!" doa batin Dasta yang menjerit.
Sepertinya baru beberapa menit saja Dasta bisa bernafas lega, tapi harus kembali merasakan sesak nafas yang ngos-ngosan saat melihat Mei yang kembali datang dengan anak buahnya yang mengawal dirinya kanan-kiri.
Dasta melirik ke arah tangan kiri Mei yang tadi terluka kini sudah di balut perban. Merasa plong ketika wanita itu sudah mengobati tangannya sendiri.
"Syukurlah kau sudah mengobati tanganmu Mei," ucap Dasta tersenyum.
"Jangan pernah menebarkan senyum palsu penuh kelicikanmu itu." hardik Mei sarkastik.
"Maaf? Maksudnya?"
"Aku tahu jika senyumanmu itu hanyalah sebuah kepalsuan, kau memiliki daya tarik untuk memikat agar orang lain luluh dengan senyummu. Kau memakai susuk kecantikan, bukan?"
Dasta ternganga mendengar ucapan Mei, apa maksud wanita itu mengatakan Dasta memakai susuk kecantikan?
Sebulan sudah berlalu semenjak insiden itu terjadi, namun kondisi Dasta masih seperti biasa. Wanita itu kehilangan keceriaan dirinya yang selama ini selalu terlihat, semakin hari Dasta terlihat semakin murung dan kerap kali mengelus perutnya. Masih jelas terlihat jika Dasta masih tak terima akan fakta yang menyatakan jika ia kehilangan calon anaknya.Calon anaknya yang bahkan belum ia tahu berapa minggu ada di dalam rahimnya. Calon anak yang bahkan belum sempat ia berikan kejutan untuk Shaka akan kehamilannya. Jelas hal ini tentu membuat Shaka terpuruk dan sakit hati, Shaka yang belum tahu mengenai kehamilan Dasta malah langsung mendapat kabar keguguran istrinya. Di tambah lagi Dasta yang mengalami pendarahan hebat saat itu, keadaan kacau dan Shaka seperti mahluk tak bernyawa pada saat itu juga.Kehilangan sang calon anak yang membuatnya terpukul dan ia juga tak ingin kehilangan istrinya. Tuhan mengabulkan doanya, syukurlah lima hari setelahny
Dasta memperhatikan sebuah mobil mewah yang berhenti tepat di depannya. Kaca mobil terbuka dan menampilkan wajah tampan seorang pria yang tersenyum ramah padanya."Abang Shaka?" seru Dasta tak percaya."Iya, ayo masuk ke dalam. Biar Abang antar pulang." ajak Shaka."Enggak usah bang, biar Dasta naik angkutan umum saja." tolak Dasta merasa tak enak pada Abang sahabatnya ini."Ehmm, jadi kamu menolak ajakan calon suamimu ini ya?" pancing Shaka yang dari nadanya terdengar sedikit tak suka dengan penolakan Dasta.Dasta menggeleng. "Kalau begitu, ayo masuk." ajak Shaka lagi masih dengan senyuman manisnya.Dasta mengangguk dan masuk ke dalam mobil tanpa menunggu perintah yang kedua kali dari Shaka."Eh!"Dasta berjengit kaget ketika tanpa aba-aba Shaka memasangkan safety belt untuknya.Setelah selesai, Shaka tersenyum seraya mengacak pelan rambut halus milik Dasta. Menghidupkan mesin mobil dan mengendarainya dengan kecepatan sedang.Se
Shaka membuka pintu rumahnya yang langsung di sambut riang oleh sang mama tercinta. Shaka mendengkus melihat senyuman di wajah bu Marwa. Bu Marwa mendekat ke arah putranya masih dengan senyuman yang terpatri di wajah cantiknya."Bagaimana?" tanya bu Marwa."Bagaimana apanya ma?" tanya Shaka bingung."Dasta, apa kamu mengantarkannya pulang tadi?" Shaka mengangguk."Apa reaksi gadis itu ketika melihatmu menjemputnya?" Shaka sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan ibunya, lelaki itu lebih memilih melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.Bu Marwa melihat punggung anaknya yang perlahan jauh. Meskipun kecewa dengan respon Shaka, tapi bu Marwa mencoba sabar.Shaka pasti hanya sedang lelah, makanya terlihat kusut begitu. Karena bu Marwa meyakini jika Shaka menyukai Dasta, gadis pilihan yang pilihkan sebagai calon istri untuk putranya.Dasta sendiri adalah sahabat Rasty, putri bungsunya. Yang sudah bertem
Seperti kemarin, Dasta di kejutkan dengan kehadiran Shaka yang sudah menunggunya pulang kerja. Pria itu terlihat sangat tampan dengan memakai kacamatanya, melipat kedua tangannya di dada dan menyandarkan tubuh kekarnya di mobil. Dasta menghampiri Shaka yang menatapnya tajam di balik kacamata itu. Takut-takut Dasta berjalan menghampirinya."Sudah selesai?" tanya Shaka seraya membuka kaca matanya.Dasta mengangguk. "Kenapa Abang menjemputku lagi?" Dasta mengigit bibirnya ketika pertanyaan itu keluar dari mulutnya. "Kenapa? Kau tidak suka jika aku menjemputmu?" Dasta menggeleng cepat."Lalu, mengapa kau selalu menanyakan hal itu?" tanya Shaka lagi yang merasa jika kehadirannya menjemput Dasta tak di sukainya."Aku-""Dengar Dasta, mulai sekarang aku yang akan menjemputmu pulang kerja. Bahkan kalau perlu aku juga yang akan mengantarkanmu pergi bekerja." keputusan Shaka tegas dan tak bisa di ganggu gugat."Apa? Ke-kenapa harus begitu bang?"
"Dasta!!!" teriak nyaring Rasty kesenangan begitu melihat Dasta masuk ke dalam rumahnya melalui pintu utama bersama Shaka.Rasty langsung berlari kecil ke arah Dasta demi memeluk tubuh sahabatnya itu, spontan karena reaksi Rasty yang tiba-tiba berlari membuat semua orang panik dan terpekik. "Rasty, jangan berlari, ingat kau sedang hamil nak." itu suara bu Marwa yang mengingatkan Rasty jika ia sedang mengandung.Rasty menghentikan larinya menjadi jalan setelah hampir sedikit lagi dekat dengan Dasta. Lalu langsung menghambur memeluk Dasta yang juga membalas pelukannya."Aku merindukanmu." bisik Rasty sedikit terisak di telinga Dasta."Aku pun juga sangat merindukanmu, Rasty." Shaka yang berdiri di belakang Dasta, memperhatikan intens ke-akraban antara adik dan calon istrinya itu.Shaka mendengkus, tentu saja mereka sangat akrab. Kan, mereka sahabat."Abang," panggil Rasty pelan pada Shaka yang persis berdiri di belakang tubuh Dasta seperti b
Aku malu, rasanya pipiku memerah seperti kepiting rebus jika aku bercermin di kaca. Sepanjang perjalanan aku hanya diam saja di dalam mobil, sesekali aku lirik bang Shaka yang berekspresi biasa saja. Sepertinya dia tak berpengaruh pada godaan Rasty dan Tante Marwa yang sepanjang makan malam tadi berlangsung.Aku memegang pipi ku yang rasanya masih memanas saja, apalagi bayangan ciuman kami di kamar bang Shaka masih terus berputar di kepalaku."Besok tidak usah bekerja," kata bang Shaka membuka suaranya yang sedari tadi hanya diam.Aku menoleh ke arahnya yang fokus menyetir. "Kenapa?" tanyaku bingung."Besok kita berdua akan pergi ke butik, memilih gaun untuk acara pertunangan kita." beritahunya mengingatkan.Aku baru ingat sekarang jika besok adalah tanggal pertunangan yang sudah di tetapkan oleh kedua pihak keluarga. Lantas aku pun mengangguk mengiyakan."Sebulan setelah pertunanga
Acara pertunangan Shaka dan Dasta baru saja selesai, suasana haru dan bahagia begitu terasa malam ini. Meski cuma baru bertunangan, tapi kedua belah pihak keluarga tampak sangat semangat dan sudah tak sabar menanti sebulan lagi agar putra-putri mereka sah menjadi suami istri.Dasta tampak memandangi cincin pertunangan yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Cincin mewah bertatahkan berlian tampak berkilau dan indah di jari tangan Dasta.Tak henti-hentinya Dasta tersenyum membayangkan adegan tadi, dimana Shaka menyematkan cincin pertunangan mereka di jari manis tangan kirinya. Begitu lembut dan romantis, Dasta suka dengan sikap Shaka yang belakangan ini semakin manis padanya."Disini kau rupanya!" Dasta tersentak saat sebuah suara terdengar dari arah belakang tubuhnya, suara langkah kaki terdengar mendekati Dasta yang saat ini tengah berada di taman belakang rumah milik Shaka.Shaka tersenyum melihat calon istrinya ternyata ada disini, dari
Dasta menahan tangisan harunya ketika ia mendengar Shaka mengucapkan janji suci, bibir Dasta bergetar tatkala dirinya juga akan mengucapkan janji suci pernikahan.Tak sanggup menahan rasa bahagia ketika Shaka mengulurkan tangannya menarik tangan Dasta untuk ia sematkan cincin pernikahan di jari manis tangannya. Hal yang sama juga Dasta lakukan, keduanya saling menatap dan tersenyum bahagia.Kini mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri, para tamu hadirin pun bersorak menyuarakan sang pengantin pria untuk mencium sih pengantin wanita.Pipi Dasta merona merah mendengarnya, membayangkan jika Shaka menciumnya di depan banyak pasang mata yang menunggu dengan antusias.Shaka mendekatkan wajahnya ke wajah Dasta dan mulai menyapukan bibirnya ke bibir merah sang istri. Awalnya ia kecup perlahan namun lama-kelamaan menjadi lumatan panas. Para tamu semakin heboh bersorak gembira, Dasta mencoba untuk mendorong tubuh Shak