Shaka membuka pintu rumahnya yang langsung di sambut riang oleh sang mama tercinta. Shaka mendengkus melihat senyuman di wajah bu Marwa.
Bu Marwa mendekat ke arah putranya masih dengan senyuman yang terpatri di wajah cantiknya."Bagaimana?" tanya bu Marwa."Bagaimana apanya ma?" tanya Shaka bingung."Dasta, apa kamu mengantarkannya pulang tadi?" Shaka mengangguk."Apa reaksi gadis itu ketika melihatmu menjemputnya?"Shaka sama sekali tak berniat menjawab pertanyaan ibunya, lelaki itu lebih memilih melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.Bu Marwa melihat punggung anaknya yang perlahan jauh. Meskipun kecewa dengan respon Shaka, tapi bu Marwa mencoba sabar.Shaka pasti hanya sedang lelah, makanya terlihat kusut begitu. Karena bu Marwa meyakini jika Shaka menyukai Dasta, gadis pilihan yang pilihkan sebagai calon istri untuk putranya.Dasta sendiri adalah sahabat Rasty, putri bungsunya. Yang sudah berteman lama sejak mereka masih duduk di bangku SMP.Saat itu untuk pertama kalinya Dasta mampir datang ke rumah Rasty dan langsung mengambil posisi tepat di hati bu Marwa. Sikap sopan dan santun Dasta membuat bu Marwa kepincut untuk menjadikannya sebagai mantu idaman.Dari situ bu Marwa sudah mengincar Dasta, dan harus menjadikan wanita itu istri untuk putranya, Shaka."Bagaimanapun caranya, mereka harus bersatu!" tekad bu Marwa sangat yakin.*******Dasta meraba bibirnya yang tadi di kecup oleh Shaka, tidak! Bukan hanya mengecup, tetapi lelaki itu bahkan melumat lembut bibirnya.Mengingat itu, dada Dasta kembali berdesir hebat. Bayangan ciuman tadi seakan mengalirkan rasa aneh dalam diri Dasta.Pipi Dasta bahkan rasanya sangat panas apabila ia terus mengingat kejadian di mobil tadi. Jika Dasta bercermin, bisa di pastikan pipinya yang merona memerah bak kepiting rebus."Apakah aku harus menceritakan hal ini pada Rasty?" gumam Dasta teringat akan sahabatnya yang kini tengah mengandung 5 bulan.Sepertinya ide bagus jika ia menceritakan yang terjadi di mobil tadi pada Rasty. Karena selama ini, mereka berdua selalu bercerita tentang apapun. Tak ada kebohongan ataupun rahasia di antara mereka, mau hal kecil atau besar sekalipun baik Dasta maupun Rasty akan mengatakannya.Dasta menghubungi nomor ponsel Rasty, cukup lama ia menunggu panggilannya di angkat. Namun sayang, Rasty tak kunjung mengangkat panggilan teleponnya."Apakah mungkin dia sudah tidur?" gumam menebak-nebak.Dasta melihat jam di layar ponselnya yang menunjukkan pukul delapan malam. Aneh! Baru jam segini dan Rasty sudah tidur. Pikir Dasta ragu.Dasta membaringkan tubuhnya di kasur miliknya yang tak terlalu empuk dan tak terlalu besar itu. Lelah seharian bekerja membuat mata Dasta seperti di duduki gajah, terasa berat dan mengantuk.Akhirnya, Dasta yang sudah tak kuat lagi menahan kantuknya pun langsung tertidur. Melupakan makan malam dan mandi.********Shaka berdiri di bawah pancuran shower, membiarkan tubuh kekar telanjangnya basah oleh air yang mengalir deras tanpa niat ingin mandi.Lelaki itu tampak termenung dengan raut wajah kesal. Sesekali kedua tangannya tampak mengepal kuat, dan meninju pelan dinding tembok kamar mandi.Shaka berusaha menahan amarahnya, menormalkan dirinya sebaik mungkin. Setelah di rasa cukup, Shaka mematikan shower dan melilitkan handuk putih dari bawah pinggang sampai lututnya.Masuk ke dalam walk in closet dan mulai memilih sepasang setelan pakaian kerja beserta dalamannya. Selesai dengan itu, Shaka beralih ke arah dasi dan mulai mencari warna dasi yang cocok dengan jasnya.Shaka bercermin saat akan memakai dasinya, kemudian beralih ke laci penyimpanan khusus arloji mewahnya. Shaka mengambil salah satu arloji favoritnya."Sempurna," ucapnya begitu puas dengan penampilannya.Shaka melangkah keluar dari kamarnya dan menuruni tangga menuju ruang makan. Disana tampak keluarganya tengah berkumpul. Mama, papa, beserta adik dan adik iparnya tengah menikmati sarapan mereka."Pagi semuanya," sapa Shaka tersenyum seperti biasanya."Pagi." jawab ke empatnya serempak.Shaka menarik kursi si sebelah Rasty, Rasty menoleh dan tersenyum manis ke arah kakaknya itu."Abang?""Ya?""Malam ini ajak Dasta ke rumah ya bang, aku merindukannya." pinta Rasty dengan mata berbinar."Ide bagus, mama setuju." sahut bu Marwa menimpali keinginan Rasty.Shaka mengurungkan niatnya yang ingin sarapan, lelaki itu bangkit berdiri seraya merapikan pakaiannya."Aku berangkat ke kantor, sampai nanti." pamit Shaka pada semua orang.Rasty tampak kecewa dengan Abangnya, Shaka sama sekali tak menjawab baik menyetujui ataupun menolak permintaannya.Bu Marwa yang mengerti dengan perubahan wajah Rasty pun langsung sigap memenangkannya."Sudah jangan sedih, mama yakin pasti abangmu akan membawa Dasta ke rumah malam ini.""Sungguh ma?" bu Marwa mengangguk."Nah, gini dong sayang. Ceria lagi, kamu tahu, ibu hamil gak boleh cemberut. Nanti baby-nya ikut cemberut, mau?""Iiihhh, gak mau lah ma." elak Rasty membuat semua orang terkekeh.Sebulan sudah berlalu semenjak insiden itu terjadi, namun kondisi Dasta masih seperti biasa. Wanita itu kehilangan keceriaan dirinya yang selama ini selalu terlihat, semakin hari Dasta terlihat semakin murung dan kerap kali mengelus perutnya. Masih jelas terlihat jika Dasta masih tak terima akan fakta yang menyatakan jika ia kehilangan calon anaknya.Calon anaknya yang bahkan belum ia tahu berapa minggu ada di dalam rahimnya. Calon anak yang bahkan belum sempat ia berikan kejutan untuk Shaka akan kehamilannya. Jelas hal ini tentu membuat Shaka terpuruk dan sakit hati, Shaka yang belum tahu mengenai kehamilan Dasta malah langsung mendapat kabar keguguran istrinya. Di tambah lagi Dasta yang mengalami pendarahan hebat saat itu, keadaan kacau dan Shaka seperti mahluk tak bernyawa pada saat itu juga.Kehilangan sang calon anak yang membuatnya terpukul dan ia juga tak ingin kehilangan istrinya. Tuhan mengabulkan doanya, syukurlah lima hari setelahny
"Ya Tuhan! Selamatkan aku!" doa batin Dasta yang menjerit.Sepertinya baru beberapa menit saja Dasta bisa bernafas lega, tapi harus kembali merasakan sesak nafas yang ngos-ngosan saat melihat Mei yang kembali datang dengan anak buahnya yang mengawal dirinya kanan-kiri.Dasta melirik ke arah tangan kiri Mei yang tadi terluka kini sudah di balut perban. Merasa plong ketika wanita itu sudah mengobati tangannya sendiri."Syukurlah kau sudah mengobati tanganmu Mei," ucap Dasta tersenyum."Jangan pernah menebarkan senyum palsu penuh kelicikanmu itu." hardik Mei sarkastik."Maaf? Maksudnya?""Aku tahu jika senyumanmu itu hanyalah sebuah kepalsuan, kau memiliki daya tarik untuk memikat agar orang lain luluh dengan senyummu. Kau memakai susuk kecantikan, bukan?"Dasta ternganga mendengar ucapan Mei, apa maksud wanita itu mengatakan Dasta memakai susuk kecantikan?
"Hentikan!!!" teriak Dasta sekuat mungkin agar menghentikan gerakan tangan Mei yang mengeluarkan sebuah pisau untuk membunuhnya."Kenapa? Kau takut juga dengan yang namanya mati ternyata.""Ini tidak bener Mei, ini salah. Ku mohon sadarlah Mei, jangan bertindak nekat melakukan ini." bujuk Dasta lembut agar Mei luluh dan berubah pikiran.Sumpah demi apapun saat ini Dasta sangat ketakutan dengan tubuh yang gemetaran luar biasa. Ia takut Mei benar-benar serius dengan keinginannya untuk melenyapkan Dasta, sebisa mungkin Dasta harus bisa membujuk wanita yang nyaris gila ini agar mau melepaskannya."Sadar, huh? Aku bahkan sangat sadar dengan apa yang ku lakukan ini, Dasta. Bahkan aku juga sangat senang dengan hal yang ingin ku lakukan ini. Ah, aku sudah lama tidak melakukan ini, biasanya aku akan langsung melenyapkan seseorang yang berani mengusik hidupku. Dan karena kau yang termasuk salah satu orang yang men
Setelah mengubungi mertuanya mengabarkan mengenai keberadaan Dasta yang tak ada di rumah, Shaka pun mengubungi nomor ponsel Gita sahabat dekat istrinya. Gita juga mengatakan bahwa Dasta tak ada bersamanya, kepanikan Shaka semakin meningkat, ia pun menghubungi Rasty adiknya menanyakan apakah Dasta ada di rumah. Dan lagi-lagi jawaban yang harus Shaka terima adalah Dasta tidak ada datang ke rumah, saat Rasty bertanya ada apa Shaka pun menjawab tidak apa-apa. Tak mungkin ia mengatakan firasat buruknya mengenai Dasta pada adiknya yang tengah hamil tua yang sebentar lagi mendekati hari kelahiran.Dengan langkah yang lemah dan goyah, Shaka tetap memaksakan kakinya untuk bangkit berdiri. Rasa panik yang melanda dirinya secara pesat pun tak mempedulikan langkahnya yang tampak seperti orang kesurupan. Shaka pun tak menghiraukan jarinya yang tergores pecahan kaca tadi, Shaka mendengar suara ribut-ribut saat ia sudah di luar kantor.Terlihat dua orang satpam te
Byuurrr.Dasta tersentak bangun dari pingsannya ketika merasakan semburan air dingin ke wajah dan tubuhnya. Perlahan kelopak matanya terbuka, menatap siapa seseorang yang menyiramnya dengan air barusan.Seorang pria berbadan tinggi tegap, kulit hitam dan kepala plontos yang barusan menyiramnya dengan seember air yang terasa sangat dingin.Dasta tertegun dengan kepala yang berdenyut pusing memperhatikan keseluruhan sudut ruangan ini.Belum lagi kekagetannya pulih akibat bingung dimana dan tempat apa itu, yang lebih mengagetkan Dasta adalah kondisi tubuhnya yang terikat, kaki dan tangannya di ikat kuat ke kursi belakang.Dasta juga baru sadar jika tak hanya satu orang pria saja, tapi ada dua orang pria lagi yang pas berdiri di depan pintu yang menatapnya tajam.Ya Tuhan! Dimana sebenarnya aku ini? Tempat apa ini? teriak batin Dasta terisak.Dasta menundukkan kep
Dua bulan kemudian...."Huueeekk," suara muntahan yang kembali Dasta rasakan.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya Dasta muntah-muntah di pagi hari. Hal ini pun tak sekali dua kali Dasta rasakan. Sudah hampir seminggu belakangan ini Dasta mengalami muntah, tapi tak sekalipun ia mengatakannya pada Shaka maupun kedua orang tuanya.Ya, dua bulan telah berlalu semenjak kejadian di cafe yang membongkar kedok kebusukan Gee dan Mei. Sejak hari itu baik Shaka maupun Dasta sama sekali tak mendengar kabar dari Gee dan Mei. Entahlah, dua hama itu seakan menghilang di telan bumi tak mengusik kehidupan rumah tangga mereka.Pernah suatu hari Dasta melihat Gee yang tengah berdiri di depan rumahnya yang masih tinggal di rumah kedua orang tuanya. Dasta panik dan langsung ingin menerjang Gee, tapi sebelum itu Gee masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Dasta.Dasta yang tak ingin meraha
Dasta tersenyum menggoda Shaka yang tengah memperhatikannya bagai predator, hujan turun dengan derasnya malam ini membuat hawa dingin begitu terasa hingga menusuk kulit. Entah Dasta memang sedang menguji iman Shaka atau tidak, intinya malam ini Dasta sengaja mengenakan pakaian tidur super tipis hadiah pernikahan mereka dari Rasty.Shaka yang baru masuk ke kamar sehabis makan malam berlangsung tadi tentu saja kaget sekaligus syok dengan apa yang di lihatnya. Istrinya menyuguhkan pemandangan yang indah untuknya, terlebih lagi tingkah dan pose Dasta yang tampak berani duduk di tepi ranjang.Shaka tersenyum melihat usaha istrinya yang sedang mencoba menggodanya, padahal tidak di goda pun Shaka memang selalu bergairah dan tergiur dengan Dasta."Jadi, ini alasanmu kenapa izin terlebih dahulu masuk ke kamar saat makan malam tadi?" tanya Shaka terkekeh seraya menggelengkan kepalanya tak percaya."Surprise!" teriak Dasta gem
Dasta terisak di dalam mobil selama perjalanan arah pulang, rasanya sangat sakit apabila kau menemukan kebenaran secara langsung dari mulut seseorang yang kau anggap teman dan sangat kau percayai.Berulang kali Shaka sudah membujuk sang istri untuk tenang dan menenangkan dirinya agar berhenti menangis. Tapi, Dasta yang merasa sangat terpukul pun tak merespons ucapan suaminya."Aku menyesal karena sedari awal sempat meragukan ucapanmu yang menuduh Gee orang jahat bang. Aku pikir ucapanmu pastilah salah, melihat bagaimana baiknya Gee padaku." ucap Dasta di sela isak tangisnya.Shaka diam mendengarkan segala unek-unek dihati Dasta sambil masih tetap fokus menyetir memperhatikan jalanan."Tapi setelah melihat dan mendengar langsung semua yang keluar dari mulut Gee, aku jadi membencinya. Dia pria jahat yang bertopeng malaikat kebaikan."Cukup!Shaka sudah tak tahan lagi mende
"Jadi, ada apa sebenarnya kamu ingin mengajakku bertemu hari ini?" tanya Gee tanpa basa-basi lagi karena ia sungguh muak berada di situasi seperti ini.Dasta dan Shaka saling menatap sebelum mereka berdua menjawab pertanyaan Gee, tatapan yang penuh makna diantara mereka."Gee, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ucap Dasta memberanikan diri mengutarakan maksud dan tujuannya."Apa itu?" tanya Gee tak sabar dan terlihat gelisah.Tangan Dasta bergerak membuka clutch bag-nya, mengeluarkan sesuatu yang secara otomatis membuat kedua mata Gee terbelalak kaget."Ini aku kembalikan Gee," kata Dasta menyodorkan ponsel pemberian Gee untuknya beberapa waktu lalu."Kenapa?" tanya Gee yang dari nada suaranya terdengar jelas jika Gee sedih karena Dasta yang mengembalikan hadiah berupa ponsel pemberiannya."Karena aku sudah mempunyai ponsel pemberian bang Shaka," jelas