Share

Part 4

Aku malu, rasanya pipiku memerah seperti kepiting rebus jika aku bercermin di kaca. Sepanjang perjalanan aku hanya diam saja di dalam mobil, sesekali aku lirik bang Shaka yang berekspresi biasa saja. Sepertinya dia tak berpengaruh pada godaan Rasty dan Tante Marwa yang sepanjang makan malam tadi berlangsung.

Aku memegang pipi ku yang rasanya masih memanas saja, apalagi bayangan ciuman kami di kamar bang Shaka masih terus berputar di kepalaku.

"Besok tidak usah bekerja," kata bang Shaka membuka suaranya yang sedari tadi hanya diam.

Aku menoleh ke arahnya yang fokus menyetir. "Kenapa?" tanyaku bingung.

"Besok kita berdua akan pergi ke butik, memilih gaun untuk acara pertunangan kita." beritahunya mengingatkan.

Aku baru ingat sekarang jika besok adalah tanggal pertunangan yang sudah di tetapkan oleh kedua pihak keluarga. Lantas aku pun mengangguk mengiyakan.

"Sebulan setelah pertunangan, maka kita akan menikah. Kau tidak lupa kan, Dasta?" katanya lagi yang seakan terus mengingatkan aku yang memang lupa.

"Iya,"

"Jadi, untuk itu aku memberimu kesempatan untuk bebas. Sebelum kau resmi menjadi istriku?" 

"Maksudnya?" tanyaku tidak mengerti arah pembicaraan bang Shaka.

Bang Shaka tak menjawab, ia malah tersenyum yang menurutku seperti seseorang yang tersenyum sinis.

Tak berapa lama mobil berhenti di rumahku, bang Shaka mematikan mesin mobil dan mengubah posisi tubuhnya menghadap ke arah ku. 

"Maksudku, aku memberimu kebebasan sebagai seorang wanita lajang. Karena jika kau sudah resmi menjadi istriku maka secara otomatis kebebasanmu tak seperti sekarang ini. Mengerti?"

Oooh itu toh maksudnya, aku pun tersenyum seraya mengangguk.

"Turunlah, dan titip salam pada kedua orang tuamu." titahnya.

Aku mengangguk lagi seraya membuka sabuk pengaman, sebelum keluar seperti biasa bang Shaka menarik ku ke arahnya dan langsung melabuhkan ciuman di bibirku.

"Besok jam sepuluh aku akan menjemputmu." bisiknya setelah ciuman terlepas.

Aku masih terpaku efek ciuman bang Shaka, astaga! Kenapa sekarang bang Shaka jadi sering menciumku.

*******

Bang Shaka membuktikan ucapannya, pukul sepuluh tepat ia sudah sampai di rumahku. Aku keluar dari kamar dan menemuinya yang ternyata sedang mengobrol dengan ibuku di ruang tamu.

Aku berdeham yang langsung mengalihkan perhatian mereka melihat ke arahku. Ibu tersenyum dan  bang Shaka menatapku dengan pandangan yang sulit ku tebak.

"Ayo, kita pergi." ajak bang Shaka seraya berdiri.

Aku mengangguk dan menyalami ibuku mencium punggung tangannya, begitu pun yang bang Shaka lakukan.

"Ibu mau ikut?" tawar bang Shaka yang di jawab gelengan sama ibuku.

"Ibu percaya pada pilihan nak Shaka dan Dasta, lagian lebih enak pergi dua, kan?" goda ibu mengedipkan sebelah matanya.

Aku malu sedangkan bang Shaka tertawa kecil dengan godaan ibu. 

"Ibu!" protesku dengan muka manyun.

Ibu malah tertawa dan mencubit pipiku. "Ya sudah sana kalian pergi." ucap ibu mengusir kami.

Bang Shaka seperti biasa membukakan pintu mobil untukku, hal manis yang selalu membuatku tersanjung seperti seorang putri. Lalu ia melangkah masuk ke dalam kursi kemudi, dan menghidupkan mesin mobilnya melaju dengan kecepatan sedang.

Selama sepanjang perjalanan hanya keheningan yang melingkupi kami seperti biasa. Selang 40 menit kemudian kami sampai di sebuah butik pilihan bang Shaka.

"AN butik." gumamku membaca nama butik itu.

"Ayo masuk," ajak bang Shaka menggenggam tanganku menuntunku untuk masuk ke dalam.

Kami berdua langsung di sambut hangat oleh dua orang perempuan yang memakai pakaian seragam yang ku tebak pelayan butik. Mereka menyapa ramah dan langsung mengatakan pada Shaka untuk langsung masuk ke ruangan pemilik butiknya, mereka juga mengatakan sang pemilik butik telah menunggu kedatangan kami.

Shaka membawa ku ke ruangan yang ku pastikan jika itu adalah ruangan sang pemilik butik. Dan dengan lancang Shaka langsung membuka pintu tanpa mau repot-repot mengetuknya terlebih dahulu.

"Astaga!" kagetku ketika pintu sudah terbuka, Shaka langsung menutupi mataku dengan sebelah tapak tangannya yang besar. Sedangkan yang satu lagi masih menggenggam erat tanganku.

"Ckckck, apa kalian tidak tahu tempat untuk bermesraan?" sindir bang Shaka mendengkus sebal.

Setelah di rasa situasi aman, bang Shaka melepaskan tangannya yang menutupi mataku. Tatapanku langsung beradu dengan dua orang yang berdiri mematung di depan kami, bisa ku tebak jika kedua orang itu sepertinya sepasang kekasih tengah syok karena kepergok kami yang tengah bercumbu mesra di sofa panjang yang ada di ruangan ini.

Apalagi tadi aku sempat melihat punggung wanita itu yang putih mulus, dan... Aishh, aku malu mau menjelaskannya.

"Selamat datang Shaka, ayo silakan duduk." sapa wanita itu berusaha bersikap santai.

Sedangkan pria yang tadi bercumbu dengannya kini tampak menyibukkan diri dengan fokus pada layar ponselnya.

"Sepertinya kami salah waktu untuk datang ke sini." bang Shaka masih terus menyindir, membuat wajah wanita itu memerah padam.

"Yo bro!" sapa pria itu ketika kami sudah duduk di sofa yang juga tengah di dudukinya. Ku lihat ia menyimpan ponselnya ke dalam saku jasnya kemudian memandang ke arah kami.

"Jangan melihat calon istriku dengan tatapan begitu!" ancam bang Shaka sangat kesal dengan tatapan pria itu padaku.

Pria itu terkekeh. "Eitsss, santai dong bro. Aku juga udah milik Airaa kali." ucapnya dengan sangat bangga seraya melirik ke arah wanita yang ia panggil Airaa.

Airaa melotot. "Mimpi saja kau! sampai kapanpun aku bukan milikmu!" 

Pria itu akan menjawab lagi perkataan sih mbak yang bernama Airaa itu, tapi bang Shaka langsung membuka suara yang otomatis membuat mereka bungkam.

"Hentikan adu mulut kalian, aku kesini bukan untuk menonton pertunjukkan kalian yang seperti Tom and Jerry." 

Aku terkekeh mendengar ucapan bang Shaka, masa iya kayak Tom and Jerry. Tapi kenapa mereka tadi terlihat seperti saling mencintai? 

"Dava, bisakah kau keluar sebentar. Aku ingin bicara pada pelanggan setiaku." usir wanita itu secara halus.

Oh jadi namanya Dava. Pria yang di panggil Dava itu pun mengangguk setelah ia menggerakkan tangannya membentuk tanda hormat pada sih mbak.

"Jadi, dia calon istrimu?" tanya mbak itu pada Shaka setelah pria yang bernama Dava itu keluar.

"Ya,"

"Sangat cantik," puji mbak itu melihat ke arahku dengan senyumnya yang sangat manis.

"Siapa nama mu?" tanyanya padaku.

"Namanya Dasta Rasnita," itu suara bang Shaka yang tak memberiku kesempatan untuk menjawabnya.

"Dan Dasta, dia Airaa Manisa, pemilik butik ini yang juga merupakan teman sekaligus adik kelasku dulu." jelas bang Shaka memperkenalkan mbak Airaa padaku dan juga hubungan mereka.

Ah, pantas saja nama butiknya AN, berarti itu merupakan singkatan dari namanya. 

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya bang Shaka terlihat sudah tak mulai sabar.

Mbak Airaa bangkit berdiri setelah menganggukkan kepalanya. Mbak Airaa menarik tanganku yang masih di genggam bang Shaka.

"Aku pinjam dulu, nanti ku kembalikan. Ok!" mbak Airaa mengedipkan sebelah matanya menggoda bang Shaka yang tampak kesal.

Aku tersenyum dalam hati, bang Shaka sekarang ini malah terlihat seperti tak ingin kehilanganku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status