Chapter 2
Angel or Devil?
Dunia bukanlah surga, maka kesenangan tidak akan pernah lama. Tetapi, dunia juga bukan neraka. Penderitaan tidak akan selamanya.
Jika boleh Crystal memilih, ia tentu memilih mati dibandingkan hidup lebih lama lagi. Rasanya telah terlalu banyak penderitaan yang ia alami dua tahun ini. Ia telah hancur oleh pengkhianatan Jack dan sekarang ia harus kembali menghadapi pengkhiadan natan Tian, kekasihnya sendiri, orang yang paling ia percaya.
Semua berakhir jika ia meninggalkan dunia ini. Seharusnya begitu.
Namun, Tuhan rupanya masih menginginkan kehidupannya. Entah apa lagi rencana Tuhan, yang jelas ia telah enggan berurusan dengan kehidupan.
Ketika kesadaran merayapi otak Crystal, ia merasakan aroma samar-samar desinfektan rumah sakit yang merasuk indra penciumannya berpadu dengan aroma kolonye mahal pria. Hal itu justru membuatnya frustrasi karena menandakan ia masih bernapas dan yang pasti ia berada dalam pelukan pria yang beraroma menenangkan.
Entah kali ini aku jatuh ke dalam pelukan pria mana, andai bisa memilih... aku ingin ini saat ini aku berada di neraka dibandingkan harus menjalani kehidupan yang tak ubahnya bak berada di neraka.
Crystal menghela napasnya tanpa berusaha membuka matanya.
"Kau sudah bangun, Crystal Winter?" Suara pria itu berat, sedikit serak tetapi sangat seksi.
"Kau mengenaliku?" tanya Crystal pelan. Ia sama sekali tidak panik, dengan kata lain ia telah menyerahkan, tidak ada gunanya lagi ia melarikan diri seperti selama ini.
Crystal telah mengubah warna rambutnya yang berwarna pirang menjadi cokelat gelap, ia juga selalu mengenakan kacamata dan masker setiap kali ia keluar dari tempat tinggalnya. Dua tahun ia belum mampu menghadapi dunia yang pernah mencemoohnya dan hari ini seseorang dengan mudahnya mengenalinya. Tetapi sekarang, ia tidak peduli.
Terserah.
"Kau seharusnya berterima kasih karena aku menyelamatkanmu."
"Justru seharusnya aku marah kau menghalangi aku mengakhiri penderitaan."
"Oh. Maafkan aku," ucap pria itu terdengar mengejek.
"Jadi, apa maumu?"
"Aku menawarkan kebaikan untukmu," ucap pria itu.
Di dalam benaknya Crystal tersenyum masam. "Katakan."
"Jadilah wanitaku, aku akan mengembalikan semua yang seharusnya menjadi milikmu."
Menjadi wanita simpanan seorang pria yang bahkan belum pernah Crystal lihat rupanya, entah tua, muda, tampan atau tidak. Kedengarannya itu gagasan paling sinting yang pernah terjadi sepanjang hidupnya. Ia adalah Crystal Winter, putri dari keluarga terhormat, ia memiliki martabat dan derajat sosial tinggi.
Namun, itu dulu. Sekarang untuk hidup di Paris sehari saja ia tidak akan sanggup karena tidak memiliki apa pun selain tubuhnya. Ponsel dan tasnya? Jelas berada di tempat tinggal Tian. Tidak mungkin ia ke sana mengambil benda sialan itu.
"Apa kata-katamu bisa kupegang?"
"Kita bisa membuat surat perjanjian jika kau menginginkan."
"Seberapa kaya dirimu?" Tentu ia harus memastikan seberapa kaya pria yang akan memeliharanya.
"Kuberi tahu kau, bahkan jika kau menginginkan biola yang terbuat dari emas murni aku bisa membelikannya bersama pabriknya."
Crystal menelan ludah. Menjadi wanita dari seorang pria kaya yang menawarkan kebaikan sama halnya menjadi pelacur dari pria yang memeluknya karena tidak ada kebaikan gratis di dunia ini, semua manusia di muka bumi ini hanya memikirkan kesenangannya sendiri.
Kenyataan ia masih bernapas, maka kehidupan harus terus berjalan dan karena ia tidak ingin berpangku tangan atas penghinaan-penghinaan yang telah ia terima baik dari Jack, Tian, keluarga, dan teman-temannya, maka ia memutuskan untuk bangkit dan membalas penghinaan mereka.
"Baiklah, aku bersedia," ucap Crystal datar, tetapi tegas.
Pria itu justru terkekeh pelan. "Kau menjawab tanpa melihat rupaku terlebih dulu."
"Itu tidak penting."
"Bagaimana jika aku adalah seorang kakek-kakek, buruk rupa, dan bermata juling?"
"Itu juga tidak penting," jawab Crystal masih dengan nada datar.
Pria itu berdehem. "Baiklah, karena semua tidak penting bagimu aku akan memberi tahu hal-hal yang penting bagiku selama kontrak kita berjalan."
"Aku akan mematuhinya," sang Crystal.
"Hubungan ini, hanya boleh diketahui oleh kau dan aku, kemudian sebagai wanitaku kau harus bisa memuaskan aku, melayaniku dengan baik."
"Baiklah."
"Aku tidak suka dibantah."
Dalam hati Crystal mencebik, siapa pun di dunia ini, bahkan Crystal sekalipun, ia tidak suka dibantah.
Tangan pria itu tanpa permisi menyusup ke dalam pakaian Crystal, membelai kulit perutnya, lembut. Gerakannya sangat menggoda. Sementaranya bibir pria itu menelusuri pipi Crystal, napasnya begitu hangat menyapu kulit Crystal.
"Dan satu lagi, aku tidak suka bercinta dengan seorang wanita yang menutup matanya," desis pria itu.
Crystal tersenyum masam di dalam hatinya. Perlahan ia membuka matanya, ia mengedipkan matanya, berusaha memfokuskan pandangannya.
ļæ¼
Pria yang merangkak di atasnya tampan, manik mata pria itu berwarna perunggu dengan bingkai hitam, alisnya tersusun rapi, rambutnya berwarna cokelat, sedikit panjang dan tidak rapi, garis hidung dan rahangnya tegas. Bibirnya tipis berwarna merah dihiasi dengan bulu-bulu rapi di sekitar wajah dan dagunya menyatu dengan kumisnya.
Crystal sama sekali tidak menyesal telah menyanggupi menjadi wanita simpanan pria tampan berwajah tirus itu.
"Kau boleh jatuh cinta padaku," ucap pria itu seolah mengejek Crystal.
Crystal tidak bereaksi. Tetapi, di dalam benaknya ia bersumpah, ia tidak akan jatuh cinta lagi kepada siapa pun. Tian adalah yang pertama dan terakhir.
Pria itu menyipitkan sebelah matanya. "Saat kita bercinta apa ekspresimu juga akan datar seperti ini?"
Crystal membuang tatapannya. "Jangan Katakana kau ingin bercinta dibatas ranjang rumah sakit." Di tangannya bahkan masih menancap jarum infus.
Telapak tangan pria itu beralih ke dada Crystal yang kenyal. "Tadinya tidak." Pria itu menjeda ucapannya, matanya mengamati wajah Crystal dengan intens. "Tapi, sekarang iya. Dan... aku penasaran, apa kau bisa mengerang?"
Di dalam hatinya, Crystal merasa jengkel, ia adalah wanita normal dan ia tidak memiliki cacat seksual. Tentu saja ia bisa mengerang jika di sentuh oleh lawan jenis apa lagi pria itu sangat tampan dan tampak sensual. Dulu ketika hidup satu atap bersama Tian, ia mengerang setiap malam sebelum mereka tidur karena hanya dengan cara itulah ia bisa melupakan ketakutannya, kepedihannya, dan rasa sakit yang mendera dadanya.
Namun, ia masih waras. Tidak mungkin ia bercinta di atas ranjang pasien dengan jarum infus yang masih tertancap di tangannya.
"Aku ingin melihat seberapa bagusnya performamu di atas tempat tidur, jika kau masih kurang berpengalaman aku akan mengajarimu dengan senang hati."
Pria itu menunduk, melahap puncak dada Crystal yang berwarna merah jambu, menjilatinya menggunakan lidahnya, menggigit pelan, menggoda.
Crystal mengerang, gelenyar gairah merasuki tubuhnya, jantungnya seolah mencelus hingga ke lututnya, dan pangkal pahanya terasa nyeri.
Pria itu tersenyum di balik dada Crystal yang mengerang.
Sialan!
Erangan Crystal sangat seksi, ia tidak bisa untuk tidak memakan Crystal sekarang juga. Ia meremas bagian dada yang lain sementara lidahnya terus menggoda puncak dada Crystal, menariknya menggunakan giginya hingga dada Crystal membusung dan kemudian gadis itu melenguh.
Pria itu menjauhkan mulutnya dari dada Crystal, ia beralih mendekati bibir Crystal. "Aku semakin tidak sabar ingin mencicipi rasamu."
Pria bajingan!
Crystal ingin mengumpat pria itu. Tetapi, itu mustahil. Ia telah terikat perjanjian dan ia tidak mungkin menolak meski harus bercinta di atas ranjang rumah sakit.
Demi pembalasan dendamku kepada Jack dan Tian, meski harus menjadi pelacur sekalipun.
Selamat tinggal harga diri.
"Jangan khawatir, aku tahu apa yang harus kulakukan."
Crystal hanya melirik saat pria bertubuh tinggi tapi sedikit kurus itu beringsut menjauh dari atas ranjang pasien, pria itu dengan anggun duduk di atas sofa menyilangkan pahanya, ia meraih ponsel di dalam saku celana kainnya lalu berbicara menggunakan bahasa Perancis.
Tidak lama seorang perawat datang melepas jarum infus yang menancap di tangan Crystal lalu perawat itu buru-buru pergi meninggalkan ruangan.
"Apa kau akan tetap berada di sana?" tanya pria itu, ia bersedekap, menatapnya dengan sorot mengintimidasi.
Bersambung ....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate.
Salam manis dari Cherry yang manis.
š
Chapter 3Remember My NameYang berbahaya adalah kata-kata pujian namun dibaliknya terdapat motif untuk menghancurkan. Karena sebagian manusia menghancurkan manusia lain melalui pujian palsu.Crystal menggertakkan giginya diam-diam. Sikap sombong pria itu membuatnya jengkel. Ia menurunkan kakinya ke lantai, perlahan ia bergerak mendekati pria yang sedang menatapnya dengan tatapan lapar."Lepaskan pakaianmu," perintah pria itu dengan nada dingin.Crystal menghentikan langkahnya. Ia melirik ke arah pintu. Gamang."Tidak akan ada orang masuk ke ruangan ini kecuali aku mengizinkan."Kelegaan membanjiri pikiran Crystal, ia tidak perlu mengkhawatirkan orang yang mungkin mengganggu aktivitas mereka. Ia menghirup udara semampunya agar ia tidak mengalami sesak napas menghadapi pria arogan yang jelas akan melecehkannya. Tetapi, mengingat balas dendamnya kepa
Chapter 4Want More?Cinta dikenal di setiap sudut kota, di setiap jalanan, di setiap rumah, dan di setiap ranjang yang ditiduri oleh sepasang kekasih. Tapi, cinta kadang menjadi hal yang paling menakutkan karena banyak orang menjadi hancur karena cinta."Nona, Tuan Muda memintamu untuk bersiap-siap," kata seorang maid yang baru saja masuk ke dalam kamar Crystal. Ia adalah kepala maid di rumah itu dan ia tidak datang sendiri, ia bersama seorang pelayan lain yang tampak lebih muda.Chiaki, sejak ia kembali dari rumah sakit pria itu tidak menampakkan batang hidungnya lagi di tempat tinggal mereka. Tepatnya sudah satu Minggu."Baiklah." Crystal yang sedang membaca tabloid meletakkan benda di tangannya ke atas meja."Perkenalkan, dia, Donna. Donna akan mengurus semua keperluanmu."Crystal mengangguk."Mulai saat ini aku yang akan mengurus semua kebutuhanmu,
Chapter 5Back on StageAda kalanya kita harus mengalah meski kita tidak melakukan kesalahan. Bukan berarti kita kalah, tetapi lebih kepada bijak menyikapi sesuatu yang tidak bisa kita paksakan.Crystal dan Chiaki memasuki sebuah toko yang ternyata menjual biola. Semula Crystal mengira itu hanya sebuah toko yang menjual biola tetapi ternyata tebakannya salah saat Chiaki merengkuh pinggangnya dan membawanya melangkah menuju ke bagian belakang tempat itu. Ternyata mereka membuat sendiri biola-biola itu."Kau boleh memiliki semua jika kau mau," ujar Chiaki.Crystal menatap mata Chiaki seakan tidak percaya mendengar ucapan Chiaki. "Satu saja cukup.""Kalau begitu beberapa.""Cukup satu," ucap Crystal keras kepala, lagi pula tangannya hanya dua, ia hanya bisa memainkan satu buah biola. Jadi, untuk apa ia memiliki terlalu banyak?Meskipun di
Another ManSegalanya berubah dalam sekejap mata, seperti angin sepoi-sepoi yang tiba-tiba berubah menjadi badai topan yang menghancurkan segalanya. Maka, jangan mudah terperdaya dengan apa yang tampak di depan matamu."Kau berjalan sangat lambat," gerutu Chiaki, mereka memasuki sebuah hotel berbintang lima.Crystal mendengus, ia telah berjalan dengan langkah lebar untuk menyeimbangkan langkahnya dengan Chiaki, tetapi faktanya ia tetap tertinggal di belakang pria itu.Chiaki menekan tombol lift. "Dasar, Siput." Ia itu mengejek Crystal dengan memanggilnya Siput saat Crystal telah berdiri di sampingnya.Crystal membeliak, menatap Chiaki dengan sorot mata jengkel.Sama sekali tidak lucu!"Kenapa? Ingin memakiku?" Chiaki menaikkan sebelah alisnya.Crystal hanya memutar bola matanya enggan men
Let's Play the GameIt's easy to look at people and make quick judgments about them, their present and their pasts, but you'd be amazed at the pain and tears a single smile hides.Chiaki mengeringkan rambut Crystal menggunakan handuk di tangannya, menurut Crystal itu adalah pemandangan yang tidak lazim hingga membuatnya terheran-heran. Tetapi, Crystal diam tidak berkomentar, ia memilih untuk menikmati kebaikan Chiaki."Aku tidak menyukai warna rambutmu, Donna akan mengembalikannya ke warna semula setelah kau kembali ke rumah," ujar Chiaki datar.Terserah saja, apa pun warna rambutnya, Crytsal merasa jika ia bukan pemilik raganya lagi. Ia telah menjual jiwa dan raganya kepada iblis kaku yang sifatnya berubah-ubah membuatnya hanya bisa mengangguk pasrah."Buka handukmu," ujar Chiaki setelah ia rasa cukup mengeringkan rambut Crystal.Crystal yang duduk di kursi
DinnerSetiap orang memiliki bekas luka yang ingin mereka sembunyikan. Bersyukurlah jika luka itu hanya di luar, bukan di hati yang meski bisa disembunyikan tetapi sulit untuk disembuhkan."Kau lelah?" Chiaki mengusap punggung telanjang Crystal yang masih lembap akibat keringat yang membasahi tubuhnya saat mereka bercinta beberapa menit yang lalu.Crystal menggeleng pelan, tetapi menyadari Chiaki mungkin tidak melihatnya, ia menyahut, "Tidak juga.""Apa itu berarti itu kau menginginkan kita bercinta lagi?"Crystal mendongakkan kepalanya, matanya menatap Chiaki dengan ragu-ragu."Katakan saja, jangan ragu ataupun merasa malu," ucap Chiaki dengan nada sangat lembut.Darah Crystal terasa memanas dan jantungnya seolah mencelus. "Jika kau menginginkan, aku tidak akan menolak karena kau pemenangnya."
PresentTerkadang kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya, betapa pun besarnya keinginanmu untuk menghentikan waktu, waktu terus berjalan dan menjadi sesuatu yang berbeda.Chiaki datang saat Crystal sedang duduk di depan cermin dan Donna sedang mengaplikasikan make-up untuknya. Pria itu hanya melirik sekilas kepada Crystal tanpa menyapa kemudian memasuki kamar mandi.Lima belas menit kemudian, Chiaki keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkar rendah di pinggangnya sambil memegangi handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.Perlahan pria itu mendekati tempat di mana Crystal dan Donna berada, menyandarkan pinggulnya di sandaran sofa, matanya sedikit pun tidak melepaskan pandangannya dari Crystal."Donna, bisa kau tinggalkan kami?" tanya Chiaki dengan nada
Forget itApa salahnya menerima kebaikan seseorang? Karena tidak semua orang memiliki motif terentu di balik kebaikannya.Mereka belum melangkah memasuki tempat di mana pesta berlangsung tetapi Crystal telah merasa sangat gugup. Ia berulang kali menghela napasnya untuk mengatasi kegugupan yang ia alami meski hal itu sepertinya tidak banyak membantunya. Dilihat dari banyaknya mobil yang ada di halaman mansion itu, bisa dipastikan jika acara makan malam itu adalah sebuah pesta yang cukup besar.Perut Crystal seperti terjungkir balik dan membuatnya merasa sedikit mual hingga ia mendekati Maddie dan melingkarkan lengannya di lengan Maddie seolah ia meminta tolong pada pria itu."Crystal, aku bisa terkena masalah," bisik Maddie yang nadanya terdengar panik meski raut wajahnya menggambarkan ketenangan."Aku sangat gugup." Crystal tidak peduli dengan masalah yang akan Maddie dan dirinya h