Chapter 4
Want More?
Cinta dikenal di setiap sudut kota, di setiap jalanan, di setiap rumah, dan di setiap ranjang yang ditiduri oleh sepasang kekasih. Tapi, cinta kadang menjadi hal yang paling menakutkan karena banyak orang menjadi hancur karena cinta.
"Nona, Tuan Muda memintamu untuk bersiap-siap," kata seorang maid yang baru saja masuk ke dalam kamar Crystal. Ia adalah kepala maid di rumah itu dan ia tidak datang sendiri, ia bersama seorang pelayan lain yang tampak lebih muda.
Chiaki, sejak ia kembali dari rumah sakit pria itu tidak menampakkan batang hidungnya lagi di tempat tinggal mereka. Tepatnya sudah satu Minggu.
"Baiklah." Crystal yang sedang membaca tabloid meletakkan benda di tangannya ke atas meja.
"Perkenalkan, dia, Donna. Donna akan mengurus semua keperluanmu."
Crystal mengangguk.
"Mulai saat ini aku yang akan mengurus semua kebutuhanmu, Nona." Wanita itu berbicara dengan cara yang sangat sopan.
Crystal kembali mengangguk.
"Apa kau tahu ke mana Tuan akan membawaku?" tanya Crystal ketika hanya tinggal dirinya dan Donna yang berada di dalam kamarnya.
"Maaf, Nona. Aku tidak tahu," jawab Donna. "Aku akan membantumu untuk bersiap."
"Aku bisa melakukannya sendiri." Ia bukan bayi yang harus dilayani, selama dua tahun ia telah terbiasa melakukan segalanya sendiri. Kebiasaan dilayani ketika orang tuanya masih hidup telah ia buang jauh-jauh.
"Tidak, Nona. Tuan akan memecatku jika tidak mematuhi perintahnya," kata Donna, dari ekspresi wajahnya terlihat sungguh-sungguh.
Crystal mengedikkan bahunya, ia melangkah menuju walk in closet yang di desain dengan apik, nyaris memenuhi standar seleranya. Tidak hanya desain ruangan itu, bahkan isinya nyaris sempurna seperti yang ia inginkan karena sebagian besar barang-barang yang ada di sana adalah barang-barang yang sama dengan miliknya di rumahnya yang dulu. Entah bagaimana Chiaki menyiapkan semua itu, tetapi menurut Crystal itu hanya kebetulan saja.
Crystal memilih pakaian dengan gaya setengah formal. Sebuah bluse lengan panjang dengan potongan dada rendah dipadukan dengan celana kain berpotongan lurus. Ia memilih sepatu hak tinggi yang nyaman di kakinya dan tentu saja warnanya senada dengan pakaiannya.
Donna mengambilkan sebuah tas dari merek Louis Vuitton edisi Felicie Pochette berwarna merah muda. "Kurasa ini sangat cocok," katanya.

"Ah, kau benar." Crystal mengangguk.
"Gaya rambut seperti apa yang kau inginkan? Aku akan menatanya."
Crystal tampak berpikir sebentar. "Sederhana saja."
Donna menarik kursi di depan meja rias. "Kalau begitu aku akan mengikatnya."
Tangan Donna sangat terlatih, ia dengan cekatan menyisir rambut Crystal lalu mengikatnya dengan sangat rapi. "Aku akan mengaplikasikan make-up di wajahmu, kau harus menggunakan sedikit lipstik agar bibirmu tidak pucat," katanya.
"Kurasa tidak perlu, aku akan menggunakan masker," protes Crystal. Meski ia telah memutuskan untuk kembali ke dunia musik yang membesarkan namanya, bukan berarti ia telah siap berkeliaran di luar tanpa menutupi identitasnya.
Donna tersenyum mengerti keresahan Crystal. "Nona, kau bisa menggunakan masker nanti saat keluar dari mobil, saat bersama Tuan, kau tidak perlu menggunakan itu."
Ada benarnya perkataan Donna. Crystal akhirnya mengangguk setuju.
"Kau dan Tuan sangat cocok. Kurasa kalian berdua, pasangan paling serasi di Perancis." Donna menatap Crystal dari pantulan bayangan di cermin. Dari pendar di matanya tampaknya ia puas dengan hasil mendandani Crystal.
Pasangan apa? Aku hanya wanita yang menjual tubuhku demi ambisi. Balas dendam. Seorang wanita yang menukar jiwanya kepada seorang iblis. Mungkin seperti itu.
"Tuan sangat beruntung memilikimu, kau sangat cantik."
Milik Chiaki, simpanannya.
Crystal tersenyum masam di benaknya. Cantik, apa gunanya cantik jika ia seolah hanya seonggok daging yang tidak berguna. Bahkan untuk mengambil haknya saja ia harus menggunakan tangan pria asing, ia tidak memiliki kekuatan apa-apa.
"Terima kasih," ucap Crystal datar. Ia bangkit dari duduknya dan meraih tas yang telah di siapkan oleh Donna, memasukkan sebuah masker ke dalam tasnya.
"Di mana kau meletakkan ponselmu?" tanya Donna tiba-tiba.
Crystal mengerutkan alisnya, ia melupakan benda itu. "Aku tidak memerlukan itu."
Lagi pula tidak seorang pun menghubunginya, untuk apa memiliki ponsel sekarang.
"Tuan tidak akan suka jika ia tahu kau mengabaikan barang-barang pemberian darinya," kata Donna seolah ia tahu segalanya.
"Pria seperti apa dia?" tanya Crystal sedikit bersungut-sungut.
Donna tersenyum. "Dia pria yang baik, hanya saja sedikit penyendiri dan... di mana ponselmu?"
"Aku meletakkannya di atas nakas, sepertinya. Mungkin tiga atau empat hari yang lalu terakhir aku menyentuh benda itu."
"Aku akan mencarinya." Dalam sekejap Donna telah menjauh dari tempat Crystal berdiri.
Crystal juga bergerak, ia mengikuti langkah kaki Donna keluar dari walk in closet.
"Aku mendapatkannya, tapi baterainya sepertinya telah habis." Donna memberikan ponsel di tangannya kepada Crystal.
"Terima kasih, aku akan mengisi baterainya nanti," desah Crystal sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas, ia melangkah menuju ke luar dan mendapati Chiaki berdiri di depan pintu kamarnya.
Pri itu menatap Crystal dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan dingin seolah sedang menilai penampilannya.
"Lain kali jangan biarkan aku menunggumu terlalu lama," ucapnya. Nadanya dingin, kaku, juga angkuh. Seperti terakhir kali mereka bertemu.
Chiaki memberikan kode agar Crystal menggandeng lengannya. Sayangnya, Crystal tidak memahami kode yang diberikan oleh Chiaki. Pria itu menyipitkan matanya.
"Gandeng lenganku," titahnya.
"Hah?" desah Crystal heran.
"Gandeng lenganku," perintahnya sekali lagi.
"Kau mengatakan jika kita harus...."
"Itu di luar, kita sekarang masih di rumah." Ucapannya kaku, sekaku besi.
Crystal diam-diam menggertakkan giginya, jengkel. Belum pernah di dalam hidupnya menemui pria kaku seperti itu. Tetapi, meski ia jengkel kepada Chiaki ia harus mengejawantahkan perintah pria itu. Ia menggandeng lengan Chiaki, mengikuti langkah pria itu dengan hati-hati menuruni tangga hingga mereka tiba di dalam sebuah Maybach hitam yang mengilat.
Suasana terasa sangat canggung, di antara keduanya tidak satu pun yang berinisiatif untuk berbicara. Chiaki tampak sibuk dengan layar ponselnya sementara Crystal, ia menatap jalanan kota Paris yang mereka lalui dari jendela mobilnya.
"Duduk di pangkuanku," ucap Chiaki tiba-tiba.
Crystal menoleh, ia mengerjapkan matanya menata pria yang baru saja menyuarakan perintahnya yang tidak masuk akal.
"Apa kau tidak mendengarkan aku?"
Diam-diam Crystal ingin mencekik Chiaki. Tetapi, tidak ada pilihan lain, ia beringsut ke atas pangkuan pria itu.
"Lain kali, jika pergi bersamaku kau harus mengenakan rok, aku tidak suka kau mengenakan celana panjang," geram pria yang tangannya tanpa permisi telah menyusup ke dalam blouse-nya.
Bagi Crystal, itu adalah ucapan paling mesum di muka bumi yang pernah singgah di telinganya.
Tanpa segan Chiaki memilin puncak dada Crystal dengan cara yang nakal dan menggoda dengan kurang ajar, tetapi menyenangkan.
Seberapa tinggi tingkat mesum pria ini?
"Di mana ponselmu?"
Crystal sedikit mengerutkan alisnya kerena heran untuk apa Chiaki menanyakan keberadaan benda itu. "Ada di dalam tasku."
"Apa menurutmu kurang canggih?"
"Aku menyukainya," ucap Crystal datar, ia bahkan belum membuka ponsel itu sejak benda itu diberikan kepadanya.
"Hmmm...," geram Chiaki, tangannya tidak sabar menyingkap blouse yang dikenakan oleh Crystal lalu dalam sekejap lidahnya yang hangat telah menggoda puncak dada Crystal, menghisapnya dengan cara yang luar biasa sensual.
Crystal mengerang pelan, andai tidak di dalam mobil bisa dipastikan ia ingin mengerang lebih nyaring lagi. Perlahan jemarinya mulai menyelisik di antara rambut Chiaki, dadanya yang kenyal menegang, punggungnya membusung secara alami.
Sialan!
"Chiaki...," erangan itu terdengar serak ketika Chiaki menggigit pelan puncak dadanya lalu menariknya.
Chiaki menjauhkan bibirnya dari benda yang telah menegang. "Kenapa? Menginginkan lebih?" tanyanya dengan nada mengejek.
Crystal mengerjap, gugup, kedua belah pipinya terasa panas. Ia terlalu menikmati sentuhan Chiaki. Ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan mata perunggu pria mesum di depannya.
Pria itu meraih dagu Crystal, ia mendekatkan bibirnya hingga nyaris menyentuh bibir Crystal. "Kau harus diberi pelajaran setelah ini."
Crystal membeliak. "A-apa salah...."
Bibir Crystal telah terperangkap di antara bibir Chiaki, pria itu menggoda bibirnya, menjilatinya dengan cara yang luar biasa ahli, mendesakkan lidahnya masuk ke dalam rongga mulut Crystal. Lidah mereka saling membelai, saling memerangkap dalam irama cumbuan yang sepertinya manis.
"Gunakan maskermu, kita telah tiba," ucap Chiaki ketika bibir mereka terlepas dan sopir pribadinya menginjak rem mobil.
Bersambung....
Salam manis dari istri Acheron yang manis.
🍒
EpilogueEpilogueTian baru saja keluar dari sebuah sekolah anak-anak, ia baru saja selesai mengajar anak-anak bermain piano di sana. Secara tidak sengaja ia melihat Crystal menuntun anak kecil, ia segera mengejar Crystal."Crys," sapanya sambil mengendurkan dasinya."Hei, Tian. Kau di sini? Apa kau mengajar?""Ya," jawab tian sembari melirik anak kecil yang dituntun oleh Crystal. "Siapa dia?Crystal menatap Nicky. "Sayang, dia teman Mommy."Nicky mengangguk, sedangkan Tian ternganga. "Mommy? Maksudmu?"Crystal tersenyum lebar, pipinya tampak merona. "Aku telah menikah dan dia... kau mengerti... maksudku...." Ia tidak ingin mengatakan di depan Nicky jika ia bukanlah ibu kandung Nicky yang sejak pertemuan pertama mereka Nicky yang malang mengira Crystal asalah ibunya."Oh, aku mengerti, selam
EndCrystal mencumbui bibir Chiaki, setelah mendengarkan pengakuan suaminya, ia merasakan dorongan kuat, menggebu-gebu, ia merasa jika cintanya kepada Chiaki tidak terbendung lagi. Ia tergila-gila pada suaminya.Crystal masih duduk di atas pangkuan suaminya dengan posisi mengangkanginya. Entah sudah berapa lama bibir mereka bertaut seolah hanya ciuman yang bisa menggambarkan besarnya perasaan di dada masing-masing, mereka seolah enggan untuk menyudahinya hingga bibir mereka nyaris bengkak, hanya sesekali bibir mereka terlepas, sejenak meraup oksigen dengan terburu-buru."Suamiku, aku menginginkanmu," erang Crystal terdengar mendamba di sela ciuman mereka.Chiaki menangkup pipi Crystal, menatap wajah cantik istrinya yang memerah, pasrah oleh gairah. "Aku juga menginginkanmu, sayangku."Crystal kembali mengecup bibir Chiaki, lembut menggoda meski hanya sekilas.
The Only OneKarina, lima tahun yang lalu gadis itu duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu belum diadopsi hingga usianya enam belas tahun, anak itu sangat pendiam, juga pemalu. Karina lebih memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku dibandingkan dengan bergaul dengan teman-teman seusianya.Karina mengikuti perlombaan ilmu sains antar sekolah. Crystal berjanji akan membawakan guru les privat untuk Karina, tetapi hingga perlombaan itu tinggal beberapa Minggu lagi ia belum menemukan guru ilmu sains yang cocok sesuai kriteria yang ia inginkan, ia beberapa kali datang ke agen penyedia guru les, tetapi ia selaku menemukan kendala yang membuatnya tidak bisa mendapatkan guru les.Hingga saat ia keluar dari sebuah gedung, karena pikirannya kacau ia menabrak seorang pria menyebabkan buku-buku yang dipegang oleh pria itu berjatuhan ke lantai. Di sanalah ia berpikir jika takdir menuntunnya, buku-buku yang dipegang o
Mrs. StormTiga buah mobil beriringan melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan berkelok-kelok, menanjak, dan menurun. Di dalam Land Rover Discovery, Crystal meringkuk di dalam pelukan suaminya sambil menonton acara televisi yang terpasang di dalam mobil tersebut. Sesekali mereka tertawa karena acara yang mereka tonton adalah acara drama komedi yang sangat menghibur.Sesekali bibir keduanya bertaut, bercumbu, dan saling menggoda. Tetapi, ketika gairah mereka mulai menuntut lebih, keduanya memilih berhenti. Chiaki tahu jika istrinya juga menginginkannya, tetapi ia tidak akan memulainya kecuali Crystal yang memulai karena ia tahu bagaimana rasanya memiliki trauma yang masih segar di dalam ingatan. Seperti dirinya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali memperbaiki kondisi mentalnya yang nyaris tumbang.“Kita akan segera tiba,” ucap Crystal saat mobil melintasi petunjuk arah yang berada di tepi jalan.
Shine After the DarkCrystal dan Chiaki baru saja menikah di sebuah kapel, hanya pernikahan sederhana yang dihadiri oleh kedua orang tua Chiaki dan Edgar, juga Maddie. Tetapi, acara berjalan khidmat juga penuh kebahagiaan yang menaungi mereka.Crystal berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang masih berbalut gaun pengantin. Dulu ia sangat mendambakan bisa menjadi salah satu musisi di Storm Studios, sekarang Tuhan justru berkehendak lain, ia resmi menjadi istri pemilik Storm Studios.Perasaannya nyaris sulit digambarkan, sangat bahagia, seperti pengantin wanita yang lain. Tetapi, ada kabut di benaknya yang masih belum sepenuhnya memudar meski ia menepisnya."Apa yang kau pikirkan, sayangku?" Chiaki mengalungkan kedua lengannya di pinggang Crystal.Crystal tersenyum, telapak tangannya mengelus kulit tangan suaminya, dan matanya menatap bayangan wajah suaminya yang terlihat bers
Treat Each OtherCrystal memasuki rumah dan langsung menuju ke dapur, ia merasa sangat lapar hingga mungkin akan segera pingsan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti di restoran yang mereka lewati, tetapi berhubung keduanya tidak membawa dompet maupun ponsel, Crystal harus bersabar menahan lapar hingga mereka tiba di rumah."Nona, sarapan telah disiapkan," ucap salah satu pelayan saat mendapati Crystal memasuki dapur."Aku tidak ingin memakan Muesli." Crystal menarik hendel pintu lemari pendingin makanan untuk mendapatkan bahan-bahan yang ia inginkan."Nona, biar saya yang melakukannya," ujar pelayan yang tampaknya ketakutan karena mendapati Chiaki memasuki dapur. "Apa yang ingin Anda makan?""Ma Chére, apa yang kau lakukan?" Suara Chiaki tidak kasar, tidak juga lembut, tetapi terdengar tidak menyukai tindakan Crystal.Crystal mengacuhkan Chiaki, ia mengeluar
Our SonChiaki menuntun Crystal ke garasi mobil, mengambil sebuah kunci Ferrari SUV lalu memberikannya pada Crystal. "Aku ingin menikmati duduk di samping pengemudi tercantik di dunia."Crystal menyeringai. "Kau akan terkesima, aku sangat ahli dalam hal balapan liar di jalanan.""Kalau begitu tunjukkan padaku." Chiaki menarik pintu mobil dan segera duduk di bangku samping pengemudi.Crystal menyeringai senang, ia mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi seolah-olah jalanan benar-benar hanya miliknya, apa lagi jalanan itu tidak asing baginya ditambah lagi saat itu masih pukul empat dini hari. Dipastikan hanya ada beberapa mobil yang melintas di jalanan terlebih lagi mereka menuju area pedesaan.Setelah mengendarai mobil hampir satu jam, mereka tiba di pegunungan. Di sana terdapat danau yang airnya tampak masih hitam karena matahari belum muncul, hanya permukaannya yang terli
Speak Through the ToneDua hari telah berlalu, seperti dugaan Chiaki, Crystal memang berpura-pura kuat. Tengah malam ia mendengar sayup-sayup Crystal terisak. Ia membuka matanya dan mendapati Crystal meringkuk di tepi tempat tidur dengan posisi membelakanginya. Ia yakin jika Crystal sering menangis diam-diam di rumah sakit saat ia tertidur pulas di bawah pengaruh obat.Chiaki merasa jika dadanya terasa sangat sakit, lebih sakit dari pada saat ia memangku jasad Chika yang berlumuran darah. Ia tahu rasanya memendam kesakitan sendiri tanpa bisa mengungkapkan kepada orang lain, bahkan kepada orang terdekat.Chiaki beringsut, ia mengalungkan lengannya di pinggang Crystal tanpa mengatakan apa-apa dan memeluk tubuh Crystal erat-erat. Berulang kali ia mendaratkan bibirnya di puncak kepala Crystal berharap bisa menenangkan calon istrinya.Setelah beberapa puluh menit berlalu dan Crystal tidak lagi terisak, Chiaki perl
“Sepertinya aku harus merapikan ini.” Crystal menyentuh jambang Chiaki yang mulai tumbuh. “Kenapa bagian ini cepat sekali tumbuh?” Ia mengalihkan tatapannya ke kepala Chiaki yang kini berubah penampilan, kepala Chiaki bersih tanpa rambut.“Karena mereka suka kau merawatnya, jadi mereka tumbuh dengan cepat,” ujar Chiaki.Ia tersenyum bahagia karena setiap pagi Crystal mencukur bulu yang tumbuh di wajahnya. Tetapi, bukan berarti ia senang dengan penampilan barunya, rambut di kepalanya benar-benar tidak ada karena tim medis memotong dengan asal-asalan saat menjahit luka di kepalanya mengakibatkan ia terpaksa mencukur habis rambutnya dibandingkan harus membiarkan tatanan rambutnya tidak beraturan.“Kurasa setelah rambutmu tumbuh nanti, kau tidak perlu memanjangkannya lagi.”“Kau tidak menyukai rambut panjangku?”Crystal mengecup pipi Chiaki. “Aku menyukai rambutmu yang lembut, tapi aku lebi