Dinner
Setiap orang memiliki bekas luka yang ingin mereka sembunyikan. Bersyukurlah jika luka itu hanya di luar, bukan di hati yang meski bisa disembunyikan tetapi sulit untuk disembuhkan.
"Kau lelah?" Chiaki mengusap punggung telanjang Crystal yang masih lembap akibat keringat yang membasahi tubuhnya saat mereka bercinta beberapa menit yang lalu.
Crystal menggeleng pelan, tetapi menyadari Chiaki mungkin tidak melihatnya, ia menyahut, "Tidak juga."
"Apa itu berarti itu kau menginginkan kita bercinta lagi?"
Crystal mendongakkan kepalanya, matanya menatap Chiaki dengan ragu-ragu.
"Katakan saja, jangan ragu ataupun merasa malu," ucap Chiaki dengan nada sangat lembut.
Darah Crystal terasa memanas dan jantungnya seolah mencelus. "Jika kau menginginkan, aku tidak akan menolak karena kau pemenangnya."
Chiaki mempermainkan rambut yang tergerai di punggung Crystal. "Cryst, bercinta tidak termasuk dalam perjanjian satu Minggu."
Bibir Crystal terbuka sedikit, ia menatap Chiaki dengan tatapan protes.
"Bercinta denganku adalah kewajibanmu selama menjadi milikku."
Ada rasa sesak mengimpit dada Crystal karena ucapan Chiaki, tetapi bukankah sejak awal perjanjian mereka memang demikian? Ia menabahkan perasaannya lalu berucap, "Bisakah kita mematikan lampu saat bercinta?"
Chiaki menatap Crystal dengan tatapan tidak suka. "Agar aku tidak melihat kau memejamkan matamu?"
Cara Chiaki bertanya terdengar sangat dingin, ekspresinya juga mendadak berubah tidak selembut beberapa detik yang lalu, bahkan tatapan mata perunggunya tampak sedikit berkilat seolah ada bara di sana.
Crystal menelan ludah lalu dengan lambat-lambat ia berucap, "Dinding di sini terbuat dari kaca, aku hanya khawatir ada orang yang menyaksikan kita...."
Seperti angin, itulah Chiaki yang tidak Crystal pahami. Tatapan matanya melembut seketika, begitu ekspresinya. "Kita berada di gedung tertinggi di sekitar sini, kacanya sangat tebal, dan anti peluru."
Crytsal mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menatap Chiaki seolah tidak percaya tanpa berkomentar.
"Besok kita buktikan dengan menggunakan helikopter jika kau tidak percaya, kau juga boleh menembaknya beberapa kali, lagi pula jika ada orang yang berani melihat tubuh wanita milikku...." Rahang Chiaki tampak mengeras saat menjeda ucapannya. "Akan kucungkil matanya," katanya dengan gigi yang terkatup.
Chiaki mengusap bibir Crystal menggunakan ibu jarinya, matanya menatap bibir itu dengan tatapan lapar kemudian memagutnya kembali dengan rakus. Menggebu-gebu dan sedikit kasar seperti biasa.
Crystal membalas cumbuan bibir Chiaki dengan tidak kalah bergairah, ia menerima cumbuan bibir Chiaki dengan lebih terbuka seolah-olah ia telah menghapus jarak di antara mereka. Ia mengerang, mendambakan Chiaki berada di dalam tubuhnya kembali.
Ia bahkan telah merangkak di atas tubuh Chiaki seolah-olah ia lebih lapar dibandingkan pria itu.
Ketika tautan bibir mereka terlepas, Crystal menatap Chiaki dengan tatapan mendamba. Napasnya terengah-engah hingga jelas terlihat dadanya naik turun karena gairah.
Chiaki menyentuh kedua ujung puncak dada Crystal yang tampak mengeras. "Apa jau ingin mengulang penilaian kita lagi?"
Crystal membusungkan dadanya, ia menggigit bibi bawahnya yang penuh sementara kepalanya sedikit condong ke belakang. Ia menjerit tertahan ketika Chiaki menarik puncak dadanya lalu memilinnya perlahan, tetapi menggoda.
"Jika kau belum yakin dengan skormu, kita bisa menggunakan jam pasir lagi."
Pertama mereka melakukan tiga jam yang lalu, Chiaki memasrahkan Crystal untuk mengambil kendali di awal permainan. Crystal berada di posisi atas dengan pertaruhan jika ia menghabiskan waktu dari jam pasir kecil yang berjangka waktu lima belas menit, maka ia adalah pemenangnya.
Sayangnya, saat Crystal baru saja membenamkan Chiaki ke dalam tubuhnya dan bergerak beberapa kali, ia telah ambruk di atas dada pria itu karena badai memorak-porandakan dirinya hingga ia meledak dalam waktu kurang dari dua menit.
Ada yang salah.
Crystal meyakini hal itu. Mungkin karena ia telah terlalu lama tidak bercinta membuatnya terlalu bergairah, ia ingin membuktikan jika teorinya itu benar. Ia menunduk, mengecup sudut bibir Chiaki lalu perlahan bibirnya menyusuri kulit pria itu.
Menggoda setiap jengkal kulit Chiaki yang beraroma khas pria dengan parfum mahal hingga ia mendapatkan sesuatu yang keras di antara paha pria itu.
Ia berhenti sejenak, menatap benda itu dengan saksama, mengamati setiap otot yang tersusun rapi, tanpa cela, lalu perlahan menyentuhnya. Benda itu keras, besar, panas, tetapi lembut. Ia mendekatkan bibirnya ke benda yang ada di tangannya lalu mengecup ujungnya, lidahnya perlahan menjilati benda itu seolah benda itu adalah sesuatu menyenangkan yang sayang untuk dilewatkan begitu saja.
"Crys, sekarang," geram Chiaki yang satu tangannya mencengkeram rambut di kepala bagian belakang Crystal.
Crystal tidak memedulikan Chiaki, ia semakin menggoda Chiaki menggunakan mulutnya, memasukkan benda itu ke dalam mulutnya lalu menggerakkan kepalanya maju mundur tanpa ampun.
Tidak ingin meledak di dalam mulut Crystal, Chiaki menghentikan Crystal, mengubah posisi mereka.
"Kau lebih dulu," ujar Chiaki kepada Crystal yang berada di atasnya.
Crystal menggelengkan kepalanya. "Aku ingin,kau lebih dulu."
"Kau yakin?" Chiaki bertanya dengan nada sangat lembut, selembut tatapan matanya yang menyorot Crytsal seolah hanya Crystal yang ia lihat.
Crystal mengangguk.
Chiaki tetap memosisikan Crystal di atasnya lalu perlahan membuat tubuh mereka bersatu. "Apa kau ingin menghitung skor lagi?"
Satu telapak tangannya mengusap punggung Crystal pelan, sementara pinggulnya bergerak perlahan. Satu tangannya meraba dada Crystal yang tidak terlalu besar tetapi sangat pas di telapak tangannya. Benda itu kenyal dan mengeras, sangat menggairahkan.
"Kurasa itu tidak berguna," erang Crystal dengan napas terengah-engah, ia menggigit bibir bawahnya hingga giginya menancap di sana.
Tidak ada yang salah, yang salah adalah ukuran Chiaki yang sangat pas di dalam tubuhnya hingga seolah menyentuh seluruh titik terdalamnya.
"Chiaki, cium aku," erang Crystal tanpa malu-malu.
Chiaki memberikan apa yang Crystal inginkan, pria itu memagut bibir Crytsal, membiarkan Crystal menghisap bibirnya seolah ia sedang memuaskan dahaganya. Chiaki merasakan jika Crystal mencengkeramnya dengan erat dan gadis itu bergerak semakin liar sebelum akhirnya memeluknya dengan erat sambil menjerit karena mendapatkan pelepasannya.
Chiaki mengecup puncak kepala Crystal. "Kau pasti lelah. Istirahatlah."
Crystal menjauhkan kepalanya dari ceruk leher Chiaki. "Aku tidak mengantuk." Lagi pula ia telah tidur siang cukup lama dan tidak adil bagi Chiaki jika tidak menyelesaikan permainannya. Crytsal menyingkirkan rambut di wajah Chiaki. "Lanjutkan."
"Aku tidak yakin kau akan bisa berjalan besok."
"Aku tidak perlu ke mana-mana."
Chiaki tersenyum. "Masih ada hari esok, kita bisa bercinta lagi."
Crystal menggeleng. "Hari ini belum dua kali dan kau telah menyerah," cetus Crystal seolah mengejek.
Kilat di mata Chiaki tampak berbahaya, pria itu membawa Crystal bangkit tanpa melepaskan penyatuan mereka menuju dinding kaca. Ia menyandarkan tubuh Crystal di sana dengan posisi satu kaki Crystal berpijak di lantai dan satu kaki Crystal menggantung ditahan oleh lengan Chiaki. Ia terus menghunjamkan dirinya kepada Crystal berulang-ulang, dengan gerakan yang terkadang kehilangan irama. Terkadang lembut, kasar, dan menggoda.
Crystal memekik, mengerang. Memohon agar Chiaki lebih memenuhinya lagi dan lagi. Dua jam kemudian Crystal mendapatkan peleburannya yang ke sekian kali disusul Chiaki yang menyemburkan cairan hangatnya ke dalam rahimnya lalu keduanya terkulai lemas dan memejamkan mata dengan posisi saling memeluk erat.
Paginya Crystal membuka mata dan tidak mendapati Chiaki di sampingnya. Ia menyapukan tatapannya ke sekeliling ruangan untuk memastikan keberadaan pria berambut gondrong itu.
Faktanya ia tidak mendapati pria itu membuat sisi di dalam benaknya seolah ada yang kosong. Walaupun pria itu aneh, kadang menjengkelkan, dan kadang menyenangkan, setidaknya ia memiliki teman untuk berbicara. Ia tidak sendirian.
"Nona... kau sudah bangun?"
Suara itu muncul dari arah ruang makan dan pemilik suara itu adalah Donna.
Crytsal mengubah posisinya menjadi duduk sambil memegangi selimut yang melingkar di dadanya. "Donna, kau di sini. Syukurlah."
Donna tersenyum ramah. "Tuan memintaku untuk mengurusmu, dia sedang pergi ke Belgia."
Chiaki tidak mengatakan jika akan pergi ke Belgia.
Rasa getir melingkupi benaknya. Ternyata menjadi seorang simpanan memang tidak mudah karena hanya dibutuhkan saat di atas tempat tidur dan setelahnya, ia seolah tidak dibutuhkan lagi.
"Jangan khawatir." Donna masih tersenyum ramah. "Tuan menggunakan helikopter pribadi, ia akan kembali sebelum pukul empat karena kalian akan menghadiri jamuan makan malam di kediaman Tuan besar."
Crystal mengerjapkan matanya. "Makan malam? Tuan besar?"
Donna menganggukkan kepalanya, ia menyerahkan ponsel Crystal. "Tuan mengatakan kau harus mengirimkan pesan setelah kau bangun dan kau juga harus makan dengan sarapan yang telah dipersiapkan."
"Terima kasih," desah Crystal sambil menerima ponsel dari tangan Donna.
Perlahan Crystal menggeser layarnya lalu menyentuh aplikasi pesan dan mulai mengetik pesan singkat untuk Chiaki.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE!
Salam manis dari Cherry yang manis.
🍒
PresentTerkadang kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya, betapa pun besarnya keinginanmu untuk menghentikan waktu, waktu terus berjalan dan menjadi sesuatu yang berbeda.Chiaki datang saat Crystal sedang duduk di depan cermin dan Donna sedang mengaplikasikan make-up untuknya. Pria itu hanya melirik sekilas kepada Crystal tanpa menyapa kemudian memasuki kamar mandi.Lima belas menit kemudian, Chiaki keluar dari kamar mandi dengan handuk melingkar rendah di pinggangnya sambil memegangi handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.Perlahan pria itu mendekati tempat di mana Crystal dan Donna berada, menyandarkan pinggulnya di sandaran sofa, matanya sedikit pun tidak melepaskan pandangannya dari Crystal."Donna, bisa kau tinggalkan kami?" tanya Chiaki dengan nada
Forget itApa salahnya menerima kebaikan seseorang? Karena tidak semua orang memiliki motif terentu di balik kebaikannya.Mereka belum melangkah memasuki tempat di mana pesta berlangsung tetapi Crystal telah merasa sangat gugup. Ia berulang kali menghela napasnya untuk mengatasi kegugupan yang ia alami meski hal itu sepertinya tidak banyak membantunya. Dilihat dari banyaknya mobil yang ada di halaman mansion itu, bisa dipastikan jika acara makan malam itu adalah sebuah pesta yang cukup besar.Perut Crystal seperti terjungkir balik dan membuatnya merasa sedikit mual hingga ia mendekati Maddie dan melingkarkan lengannya di lengan Maddie seolah ia meminta tolong pada pria itu."Crystal, aku bisa terkena masalah," bisik Maddie yang nadanya terdengar panik meski raut wajahnya menggambarkan ketenangan."Aku sangat gugup." Crystal tidak peduli dengan masalah yang akan Maddie dan dirinya h
Tian, He is"Crystal," sapa Regan yang tiba-tiba telah berdiri tidak jauh dari Crystal. Wanita itu berjalan mendekati Crystal. "Kau datang rupanya?"Crystal mengangguk ramah. "Apa kabar, Regan?""Sangat baik. Bagaimana denganmu?""Seperti yang kau lihat," sahut Crystal dengan ramah.Regan tersenyum lebar lalu meraih pergelangan tangan Crystal. "Ayo, temui ayahku untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun padanya."Crystal mengangguk, ia mengikuti langkah Regan yang membawanya mendekati Edgar Storm, kakek Chiaki, ayah Regan."Dad, lihat siapa yang bersamaku?" ucap Regan, telapak tangannya berada di kedua bahu Crystal.Crystal berusaha bersikap seramah mungkin, ia tersenyum, dan berucap, "Selama ulang tahun, Mr. Storm."Pria berusia tujuh puluh tahun itu mengerutkan kedua alisnya, menatap Cry
PunishmentMaddie menyerahkan biola di tangannya kepada Crystal, bibir pria itu membentuk sebuah lengkungan senyum sementara tatapannya menyorot seolah sedang meyakinkan Crystal. Crystal menerima biola dari tangan Maddie disertai ucapan terima kasih yang ia ucapkan dengan pelan.Setelah Maddie dan Edgar turun dari panggung, Crystal berdiri dengan serelaks mungkin, menatap seluruh orang yang ada di depannya lalu tersenyum. Senyum seperti dulu setiap ia akan memainkan biola di atas panggung, setidaknya ia berusaha demikian.Crystal meletakkan biola di antara dagu dan tulang bahunya, menempel pada lehernya. Jemarinya berada di nada senar G, ia mulai menggeseknya tetapi jauh di dalam benaknya penuh keraguan. Namun, ia berusaha melakukannya sebaik-baiknya agar tidak mengecewakan Edgar, ia ingin memberikan yang terbaik untuk pria yang sangat ramah itu malam ini.Bagi orang awam yang tidak men
I Want You, ChiakiCrystal melangkah keluar dari kamar mandi mengenakan jubah mandi di tubuhnya, ia mendapati Chiaki sedang berdiri memunggunginya. Pria itu menatap kelamnya malam melalui jendela kaca di kamar Crystal dengan kedua telapak tangan yang ia masukkan ke dalam saku celananya.Menyadari kehadiran Crystal, Chiaki membalikkan badannya. Matanya menatap Crystal dengan tatapan dingin. "Berita kembalinya kau ke dunia musik telah tersebar luas."Crystal mengangguk, ia tahu konsekuensinya dari penampilannya beberapa jam yang lalu."Dua Minggu lagi penampilan pertamamu di sebuah konser orkestra, kau pemain biola utama sekaligus bintang tamunya."Crystal nyaris tidak bernapas, bibirnya sedikit terbuka karena terkejut. Tetapi, ia tidak mengucapkan apa-apa.Chiaki mengeluarkan satu telapak tangannya dari saku lalu menyentuh salah satu alisnya. "Persiapkan diri
YoursSepuluh menit kemudian, terdengar suara pintu terbuka disusul langkah kaki seseorang memasuki kamar Crystal. Tetapi, Crystal terlalu enggan untuk membuka matanya, ia hanya berpikir jika orang yang memasuki kamarnya adalah Donna.Crystal merasakan tangannya di raih oleh seseorang, dari rasa tangan yang menyentuh kulitnya jelas bukan tangan Donna, tetapi Chiaki. Pria itu perlahan melepaskan ikatan di tangan Crystal lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Crystal dan sebuah kecupan mendarat di kening Crystal membuat air mata Crystal semakin merangkak keluar dari kelopak matanya.Pria seperti apa sebenarnya Chiaki? Pria itu terus saja berubah-ubah, ia mengira telah sedikit mengenal Chiaki selama beberapa hari kebersamaan mereka, tetapi nyatanya ia tidak mengenal pria itu. Sedikit pun tidak.Tepat saat Chiaki beringsut hendak menjauh, Crystal membuka
15. Skin Care EffectCrystal Winter bergabung dengan Storm Studios.Berita itu menghiasi sebagian besar headline berita hiburan di Jerman tetapi juga di Eropa. Bukan hanya Jack yang nyaris tidak percaya dengan apa yang ia baca pagi itu, seluruh pelayan sibuk berbisik-bisik membicarakan kemunculan Crystal yang tidak terduga. Gadis itu tampil mengenakan pakaian dan perhiasan dari brand ternama, masih seperti dulu, tampak sangat cantik saat ia menggesek biola.Dua tahun lalu saat ia menjauhkan Crystal, ia berharap Crystal mengemis, memohon, dan mengiba padanya. Tetapi, ia salah. Gadis yang ia cintai hanya menatapnya dengan tatapan penuh kebencian dan luka lalu meninggalkan rumah keluarga Winter.Dua Minggu setelah Crystal menghilang, ia bertemu Chiaki yang datang untuk bertemu dengannya. Pria itu menawarkan kerja sama bisnis yang te
16. Just a HumanCrystal menatap wajah Chiaki yang tampak serius, pria berambut gondrong itu sedang membubuhkan tato di salah satu bagian tubuh Crystal. Chiaki tidak mengenakan pakaian, ia hanya mengenakan celana pendek yang terbuat dari kain yang nyaman untuk di kenakan di dalam rumah. Rambutnya diikat ke arah belakang menggunakan ikat rambut kecil berwarna hitam, dengan penampilan seperti itu, keseluruhan wajah Chiaki tampak jelas, tidak terhalang rambutnya yang biasanya bagian depan terurai ke sebagian wajahnya.Sesekali Chiaki mendongak menatap ke arah Crystal membuat tatapan mereka beradu sesaat dan setiap kali itu pula, Crystal merasa jika darahnya terkumpul di wajahnya hingga menyebabkan rasa panas hingga menyebabkan kulit pipinya merona."Kurasa, kau harus memotong rambutmu," ucap Crystal memberanikan diri menyuarakan apa yang ada di benaknya. "Juga... kau harus bercukur." Ia mengamati jambang dan kumi