Let's Play the Game
It's easy to look at people and make quick judgments about them, their present and their pasts, but you'd be amazed at the pain and tears a single smile hides.
Chiaki mengeringkan rambut Crystal menggunakan handuk di tangannya, menurut Crystal itu adalah pemandangan yang tidak lazim hingga membuatnya terheran-heran. Tetapi, Crystal diam tidak berkomentar, ia memilih untuk menikmati kebaikan Chiaki.
"Aku tidak menyukai warna rambutmu, Donna akan mengembalikannya ke warna semula setelah kau kembali ke rumah," ujar Chiaki datar.
Terserah saja, apa pun warna rambutnya, Crytsal merasa jika ia bukan pemilik raganya lagi. Ia telah menjual jiwa dan raganya kepada iblis kaku yang sifatnya berubah-ubah membuatnya hanya bisa mengangguk pasrah.
"Buka handukmu," ujar Chiaki setelah ia rasa cukup mengeringkan rambut Crystal.
Crystal yang duduk di kursi perlahan bangkit, ia melepas handuk yang melingkar di tubuhnya.
Chiaki menatap tubuh polos Crystal dari atas hingga ke bawah dengan tatapan seolah sedang menilai tubuh gadis di depannya lalu berucap, "Naiklah ke atas tempat tidur."
Menuruti perintah Chiaki, Crystal naik ke atas tempat tidur lalu berbaring di sana menunggu perintah selanjutnya dari pria aneh itu.
Chiaki melepaskan handuk yang melilit rendah di pinggangnya dan meletakkan begitu saja di atas kursi lalu mendekati tempat tidur. "Pejamkan matamu."
Jantung Crystal berpacu dua kali lebih cepat, mungkinkah pria itu akan menyiksanya di atas ranjang? Mengikat tangannya, mengikat kakinya, mencambuknya, lalu menyetubuhinya dengan kasar. Membayangkan itu Crystal merasa bergidik, ia memejamkan matanya sambil memanjatkan doa memohon perlindungan kepada Tuhan.
Ketegangan Crystal menguap seketika saat merasakan sebuah lengan melingkar di pinggangnya bersamaan dengan selimut yang di tarik menutupi tubuhnya.
Jadi, kapan hukuman untukku akan dijatuhkan?
Tubuh Crystal sekaku kayu manakala Chiaki membenamkan wajahnya di ceruk leher Crystal, napas hangat pria itu membelai kulit lehernya. Ia tidak berani bergerak bahkan untuk menghirup oksigen saja ia sangat berhati-hati. Hingga ia merasakan jika napas Chiaki mulai melambat dan teratur.
Pria aneh itu tertidur.

Crystal membuka matanya, menjauhkan sedikit jaraknya dari Chiaki agar ia bisa mengamati wajah pria aneh itu dari dekat. Tangannya hendak terulur untuk menyingkirkan rambut yang tergerai di wajah Chiaki, tetapi ia mengurungkannya. Ia khawatir jika Chiaki terbangun dan memergoki apa yang ia lakukan. Pada akhirnya Crystal memilih untuk memejamkan matanya kembali hingga tanpa terasa kantuk membuainya dan ia terseret ke dalam mimpi.
Crytsal membuka mata karena suara biola digesek dengan suara sedikit tidak beraturan membuat tidurnya yang nyaman terganggu, ia mengerutkan keningnya lalu membuka matanya mencoba mencari di mana sumber suara berasal. Ia mendapati Chiaki sedang berdiri di depan dinding yang terbuat dari kaca tebal, menggesek biola. Beberapa kali Crystal mengerjapkan matanya untuk memastikan pengelihatannya.
Mengubah posisinya menjadi duduk, Crystal menyaksikan Chiaki terus menggesek biola hingga dua lagu di selesaikan oleh pria itu. Diam-diam tangannya gatal tidak terkira ingin merebut biola dari tangan Chiaki. Ada rasa tidak rela biola itu digesek dengan cara yang menurutnya tidak benar. Tetapi, ia tidak bisa berbuat banyak karena mustahil ia turun dari tempat tidur sementara di tubuhnya tidak mengenakan apa pun.
Menyadari Crystal telah bangun, Chiaki menghentikan permainan biolanya. Ia menurunkan biola dari atas pundak lalu melangkah mendekati Crystal. "Apa aku mengganggumu?"
Crystal menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mengira kau bisa bermain biola."
Chiaki melengkungkan bibirnya. "Kau ingin melihatku bermain biola lagi?"
Cepat-cepat Cristal menggelengkan kepalanya lagi. "Mungkin lain kali."
Chiaki mengedikkan bahunya. "Sayang sekali."
"B-bukan begitu maksudku...."
"Jangan merasa tidak nyaman, aku memang bukan pemain musik, aku hanya penikmat. Jadi, tidak masalah jika kau ingin mengatakan permainanku buruk." Chiaki memasukkan biola di tangannya ke dalam tempatnya. "Kenakan pakaian, kita harus makan malam."
Crystal menyapukan pandangannya ke ruangan, ke arah di mana tadi ia menanggalkan pakaiannya tetapi benda yang ia cari tidak ada di sana. "Di mana pakaianku?"
Chiaki menunjuk kain yang dilipat rapi di atas nakas, sebuah kemeja pria berwarna biru elektrik. "Sementara kenakan pakaianku dulu."
"Terima kasih," ucap Crystal sambil perlahan mengenakan kemeja milik Chiaki ke tubuhnya. Aroma parfum pengharum pakaian yang lembut menyelubungi tubuhnya seketika, samar-samar ia juga merasakan aroma Chiaki dari kemeja itu.
Chiaki mendekat, ia membantu Crystal menggulung lengan kemeja lalu mengulurkan tangannya membantu Crystal turun dari tempat tidur, dan membawa gadis itu menuju meja makan yang tersedia di ruangan itu.
"Tunggu beberapa menit, pelayan akan mengantar semua makan malam kita," ucap Chiaki setelah ia selesai berbicara dengan pelayan melalaui sambungan telepon di kamar hotel.
"Maaf, aku tidur terlalu lama," desah Crystal dengan nada menyesal.
Ia bersungguh-sungguh, merasa tidak nyaman karena membuat Chiaki terlambat makan malam karena dirinya.
"Kau tidur seperti bayi."
Jika dipikir-pikir, ia telah sangat lama tidak menikmati tidur siang yang nyaman seperti hari ini, bahkan ia terbangun saat hari telah beranjak malam. Itu belum pernah terjadi setidaknya setelah ia terbuang dari rumahnya sendiri.
Beberapa menit kemudian, makanan tersaji di depan Crystal dan Chiaki.
"Makan yang banyak," ucap Chiaki dengan nada memerintah. Bukan hanya memerintah, pria itu menumpukkan semua jenis makanan ke atas piring Crystal.
"Kita hanya berdua dan kau memesan makanan sebanyak ini?" protes Crystal sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya menggunakan sendok.
"Kau harus makan lebih banyak karena aku tidak ingin wanitaku kurus seperti tidak kuberi makan."
Crystal nyaris tersedak mendengar ucapan Chiaki yang seolah-olah hendak membuat tubuhnya menjadi berkali-kali lipat dengan memaksanya makan dengan porsi besar.
"Tidak ada pemain biola bertubuh subur," gumam Crystal.
"Sepertinya kau lupa jika aku tidak suka dibantah."
Crystal memberengut, kesal karena sikap Chiaki yang semena-mena saja memintanya makan malam dengan porsi sangat banyak. Ia akhirnya memilih tidak membuka suara lagi dan terus memasukkan makanan ke dalam mulutnya, sesekali ia meminum anggur yang tersaji di depannya untuk melampiaskan kekesalannya.
Menyaksikan Crystal berulang kali meminum anggur dari gelasnya bahkan menuang sendiri dari botol, Chiaki menyipitkan sebelah matanya. "Ada peraturan lain, kau hanya boleh meminum alkohol saat aku ada bersamamu."
"Bagaimana jika aku harus menghadiri pesta?" Crystal meraih gelas anggur lalu menghabiskan isinya.
Chiaki menggelengkan kepalanya menyaksikan Crystal yang tidak sejinak yang ia temui beberapa hari yang lalu. Ia menjauhkan botol anggur dari depan Crystal. "Aku tidak ingin bercinta dengan orang mabuk malam ini."
Kulit pipi Crystal terasa memanas, bercinta dengan Chiaki. Ia penasaran dengan durasi panjang yang Chiaki katakan di kamar mandi.
"Kita akan membuat sebuah permainan, Cryst." Chiaki menuangkan anggur dari dalam botol ke dalam gelasnya.
"Tidak menggunakan sex toys-mu." Crystal terlihat bersungut-sungut.
Chiaki tertawa kecil. "Aku tahu kau sangat menginginkanku. Jadi, kau tidak perlu takut aku akan menggunakan itu."
Crystal memberengut. "Bukan begitu maksudku, jika menggunakan itu, aku bisa melakukannya tanpa bantuanmu."
Chiaki bangkit dari duduknya, seperti tadi, ia mengulurkan tangannya kepada Crystal, membawa gadis itu menuju tempat tidur.
"Persiapkan dirimu," ucap Chiaki, ia meninggalkan Crysta di sana memasuki sebuah ruangan lain dari kamar itu dan tidak lama pria itu kembali dengan dua buah jam pasir di tangannya.
Crystal menatap jam pasir di tangan Chiaki tanpa menyuarakan pertanyaan di dalam benaknya.
Chiaki meletakkan satu jam pasir yang berukuran kecil ke atas meja. "Jika pasir ini belum habis dan kau telah mencapai puncak, maka kau kalah dalam permainan kita."
"Apa kompensasinya?"
"Kau harus menuruti semua keinginanku selama satu Minggu dan jika aku kalah, aku akan menuruti semua keinginanmu."
Crystal tersenyum sinis, samar, nyaris tidak terlihat. Alisnya sedikit terangkat sambil berucap, "Bukankah aku telah menyerahkan diriku padamu?"
Chiaki tidak menjawab, ia menanggalkan kaus yang dikenakannya lalu melepaskan celananya. Pria itu lalu membantu Crystal membuka kancing kemeja yang dikenakan oleh Crystal hingga mereka berdua menjadi polos.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE! RATE!
Salam manis dari istri Acheron yang manis.
🍒
EpilogueEpilogueTian baru saja keluar dari sebuah sekolah anak-anak, ia baru saja selesai mengajar anak-anak bermain piano di sana. Secara tidak sengaja ia melihat Crystal menuntun anak kecil, ia segera mengejar Crystal."Crys," sapanya sambil mengendurkan dasinya."Hei, Tian. Kau di sini? Apa kau mengajar?""Ya," jawab tian sembari melirik anak kecil yang dituntun oleh Crystal. "Siapa dia?Crystal menatap Nicky. "Sayang, dia teman Mommy."Nicky mengangguk, sedangkan Tian ternganga. "Mommy? Maksudmu?"Crystal tersenyum lebar, pipinya tampak merona. "Aku telah menikah dan dia... kau mengerti... maksudku...." Ia tidak ingin mengatakan di depan Nicky jika ia bukanlah ibu kandung Nicky yang sejak pertemuan pertama mereka Nicky yang malang mengira Crystal asalah ibunya."Oh, aku mengerti, selam
EndCrystal mencumbui bibir Chiaki, setelah mendengarkan pengakuan suaminya, ia merasakan dorongan kuat, menggebu-gebu, ia merasa jika cintanya kepada Chiaki tidak terbendung lagi. Ia tergila-gila pada suaminya.Crystal masih duduk di atas pangkuan suaminya dengan posisi mengangkanginya. Entah sudah berapa lama bibir mereka bertaut seolah hanya ciuman yang bisa menggambarkan besarnya perasaan di dada masing-masing, mereka seolah enggan untuk menyudahinya hingga bibir mereka nyaris bengkak, hanya sesekali bibir mereka terlepas, sejenak meraup oksigen dengan terburu-buru."Suamiku, aku menginginkanmu," erang Crystal terdengar mendamba di sela ciuman mereka.Chiaki menangkup pipi Crystal, menatap wajah cantik istrinya yang memerah, pasrah oleh gairah. "Aku juga menginginkanmu, sayangku."Crystal kembali mengecup bibir Chiaki, lembut menggoda meski hanya sekilas.
The Only OneKarina, lima tahun yang lalu gadis itu duduk di bangku sekolah menengah atas. Gadis itu belum diadopsi hingga usianya enam belas tahun, anak itu sangat pendiam, juga pemalu. Karina lebih memilih menghabiskan waktunya dengan membaca buku dibandingkan dengan bergaul dengan teman-teman seusianya.Karina mengikuti perlombaan ilmu sains antar sekolah. Crystal berjanji akan membawakan guru les privat untuk Karina, tetapi hingga perlombaan itu tinggal beberapa Minggu lagi ia belum menemukan guru ilmu sains yang cocok sesuai kriteria yang ia inginkan, ia beberapa kali datang ke agen penyedia guru les, tetapi ia selaku menemukan kendala yang membuatnya tidak bisa mendapatkan guru les.Hingga saat ia keluar dari sebuah gedung, karena pikirannya kacau ia menabrak seorang pria menyebabkan buku-buku yang dipegang oleh pria itu berjatuhan ke lantai. Di sanalah ia berpikir jika takdir menuntunnya, buku-buku yang dipegang o
Mrs. StormTiga buah mobil beriringan melaju dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan berkelok-kelok, menanjak, dan menurun. Di dalam Land Rover Discovery, Crystal meringkuk di dalam pelukan suaminya sambil menonton acara televisi yang terpasang di dalam mobil tersebut. Sesekali mereka tertawa karena acara yang mereka tonton adalah acara drama komedi yang sangat menghibur.Sesekali bibir keduanya bertaut, bercumbu, dan saling menggoda. Tetapi, ketika gairah mereka mulai menuntut lebih, keduanya memilih berhenti. Chiaki tahu jika istrinya juga menginginkannya, tetapi ia tidak akan memulainya kecuali Crystal yang memulai karena ia tahu bagaimana rasanya memiliki trauma yang masih segar di dalam ingatan. Seperti dirinya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk kembali memperbaiki kondisi mentalnya yang nyaris tumbang.“Kita akan segera tiba,” ucap Crystal saat mobil melintasi petunjuk arah yang berada di tepi jalan.
Shine After the DarkCrystal dan Chiaki baru saja menikah di sebuah kapel, hanya pernikahan sederhana yang dihadiri oleh kedua orang tua Chiaki dan Edgar, juga Maddie. Tetapi, acara berjalan khidmat juga penuh kebahagiaan yang menaungi mereka.Crystal berdiri di depan cermin, menatap bayangan dirinya yang masih berbalut gaun pengantin. Dulu ia sangat mendambakan bisa menjadi salah satu musisi di Storm Studios, sekarang Tuhan justru berkehendak lain, ia resmi menjadi istri pemilik Storm Studios.Perasaannya nyaris sulit digambarkan, sangat bahagia, seperti pengantin wanita yang lain. Tetapi, ada kabut di benaknya yang masih belum sepenuhnya memudar meski ia menepisnya."Apa yang kau pikirkan, sayangku?" Chiaki mengalungkan kedua lengannya di pinggang Crystal.Crystal tersenyum, telapak tangannya mengelus kulit tangan suaminya, dan matanya menatap bayangan wajah suaminya yang terlihat bers
Treat Each OtherCrystal memasuki rumah dan langsung menuju ke dapur, ia merasa sangat lapar hingga mungkin akan segera pingsan. Sebenarnya mereka bisa saja berhenti di restoran yang mereka lewati, tetapi berhubung keduanya tidak membawa dompet maupun ponsel, Crystal harus bersabar menahan lapar hingga mereka tiba di rumah."Nona, sarapan telah disiapkan," ucap salah satu pelayan saat mendapati Crystal memasuki dapur."Aku tidak ingin memakan Muesli." Crystal menarik hendel pintu lemari pendingin makanan untuk mendapatkan bahan-bahan yang ia inginkan."Nona, biar saya yang melakukannya," ujar pelayan yang tampaknya ketakutan karena mendapati Chiaki memasuki dapur. "Apa yang ingin Anda makan?""Ma Chére, apa yang kau lakukan?" Suara Chiaki tidak kasar, tidak juga lembut, tetapi terdengar tidak menyukai tindakan Crystal.Crystal mengacuhkan Chiaki, ia mengeluar
Our SonChiaki menuntun Crystal ke garasi mobil, mengambil sebuah kunci Ferrari SUV lalu memberikannya pada Crystal. "Aku ingin menikmati duduk di samping pengemudi tercantik di dunia."Crystal menyeringai. "Kau akan terkesima, aku sangat ahli dalam hal balapan liar di jalanan.""Kalau begitu tunjukkan padaku." Chiaki menarik pintu mobil dan segera duduk di bangku samping pengemudi.Crystal menyeringai senang, ia mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi seolah-olah jalanan benar-benar hanya miliknya, apa lagi jalanan itu tidak asing baginya ditambah lagi saat itu masih pukul empat dini hari. Dipastikan hanya ada beberapa mobil yang melintas di jalanan terlebih lagi mereka menuju area pedesaan.Setelah mengendarai mobil hampir satu jam, mereka tiba di pegunungan. Di sana terdapat danau yang airnya tampak masih hitam karena matahari belum muncul, hanya permukaannya yang terli
Speak Through the ToneDua hari telah berlalu, seperti dugaan Chiaki, Crystal memang berpura-pura kuat. Tengah malam ia mendengar sayup-sayup Crystal terisak. Ia membuka matanya dan mendapati Crystal meringkuk di tepi tempat tidur dengan posisi membelakanginya. Ia yakin jika Crystal sering menangis diam-diam di rumah sakit saat ia tertidur pulas di bawah pengaruh obat.Chiaki merasa jika dadanya terasa sangat sakit, lebih sakit dari pada saat ia memangku jasad Chika yang berlumuran darah. Ia tahu rasanya memendam kesakitan sendiri tanpa bisa mengungkapkan kepada orang lain, bahkan kepada orang terdekat.Chiaki beringsut, ia mengalungkan lengannya di pinggang Crystal tanpa mengatakan apa-apa dan memeluk tubuh Crystal erat-erat. Berulang kali ia mendaratkan bibirnya di puncak kepala Crystal berharap bisa menenangkan calon istrinya.Setelah beberapa puluh menit berlalu dan Crystal tidak lagi terisak, Chiaki perl
“Sepertinya aku harus merapikan ini.” Crystal menyentuh jambang Chiaki yang mulai tumbuh. “Kenapa bagian ini cepat sekali tumbuh?” Ia mengalihkan tatapannya ke kepala Chiaki yang kini berubah penampilan, kepala Chiaki bersih tanpa rambut.“Karena mereka suka kau merawatnya, jadi mereka tumbuh dengan cepat,” ujar Chiaki.Ia tersenyum bahagia karena setiap pagi Crystal mencukur bulu yang tumbuh di wajahnya. Tetapi, bukan berarti ia senang dengan penampilan barunya, rambut di kepalanya benar-benar tidak ada karena tim medis memotong dengan asal-asalan saat menjahit luka di kepalanya mengakibatkan ia terpaksa mencukur habis rambutnya dibandingkan harus membiarkan tatanan rambutnya tidak beraturan.“Kurasa setelah rambutmu tumbuh nanti, kau tidak perlu memanjangkannya lagi.”“Kau tidak menyukai rambut panjangku?”Crystal mengecup pipi Chiaki. “Aku menyukai rambutmu yang lembut, tapi aku lebi