Malam ini, keluarga Kisyan kembali kedatangan tamu. Rumah sederhana itu terlihat ramai oleh tamu-tamu mereka.
"Ini, nih Mah, yang namanya Aksel. Dia ini anak Pak Johanes, rekan usaha Papa di Jakarta dan ini Kakaknya Aksel, namanya Marcel. Dia ini stylish jebolan The John's Salon. Jago make over dan sudah terkenal namanya di kalangan artis-artis ternama sekarang, Mamah mau di make over nggak sama Marcel, biar tambah cantik?" jelas Narendra, suami Kisyan. Dia melirik genit ke arah Kisyan yang langsung mencubit perutnya.
Kisyan berkenalan dengan Aksel dan Marcel.
"Aksel ini masih kuliah atau sudah bekerja juga?" tanya Kisyan setelah dia mempersilahkan para tamu-tamunya itu untuk duduk.
"Aku sekarang, bekerja sebagai kru film Tante. Sebagai Casting Director," jawab Aksel dengan suara bassnya.
"Wah, Om Aksel sering ketemu sama artis dong?" tanya Ganesha yang di susul jitakan pelan sang Mama. Ganesha sontak cemberut sambil mengusap-usap kepalanya yang sakit.
Narendra jadi tertawa kecil, sementara Marcel justru malah tertawa keras. Dia mengacungkan sebelah ibu jarinya ke arah Ganesha.
"Kok, Nesha pinter sih?" ucap Marcel yang masih terus tertawa. Dia terus melirik ke arah adiknya, Aksel yang duduk di sebelahnya. Aksel yang hanya bisa cengar-cengir malu.
Pasalnya, ini bukan yang pertama kalinya dia di panggil Om oleh seorang anak kecil. Bahkan dia juga seringkali di panggil dengan sebutan Mas oleh beberapa wanita atau anak muda yang tidak mengenalnya. Postur tubuh Aksel yang kurus, rata depan belakang, rambut bondol abis, dan suara bassnya yang seolah memberi kesan tegas dan maskulin di dirinya sudah cukup mengelabui siapapun orang yang belum mengenalnya dengan baik. Karena tak akan ada yang menyangka, dari penampilan Aksel yang hampir 90% seperti laki-laki itu, kenyataannya justru dia adalah seorang wanita.
Wanita tulen.
"Panggilnya, Tante Aksel, bukan Om, Nesha," beritahu Kisyan. Dia jadi tak enak hati pada Aksel yang sebenarnya sih santai-santai saja. Aksel tidak pernah merasa terganggu sedikit pun oleh panggilan apapun selama itu masih dalam batas normal dan wajar.
"Mungkin malam ini Mereka akan menginap di sini Mah, untuk beberapa hari. Sebab mereka sedang ada project syuting di sini," jelas Narendra lagi.
"Sebenernya tadi kita ada niat untuk menyewa hotel, tapi Om Naren paksa kami ikut ke sini," sahut Marcel sedikit sungkan.
"Ah, tidak apa-apa. Justru kami senang kalian ada di rumah kami. Rumah jadi terasa ramai. Kebetulan Pah, Basti juga sedang ada di sini," beritahu Kisyan pada sang suami.
"Oh ya? Mana dia?" tanya Narendra sumringah. Ke dua bola mata laki-laki itu terlihat melebar.
"Sayang, panggilkan Om Basti di belakang ya? Bilang, Papah sudah pulang," perintah Kisyan pada Ganesha. Bocah kecil itu pun langsung menuruti perintah sang Mama. Dia berlari ke arah belakang rumah di mana Basti terlihat sedang melamun.
Tak lama kemudian, Basti terlihat sudah bergabung di ruang tamu. Kisyan dan Ganesha membawakan minuman dan beberapa cemilan untuk para tamu-tamunya.
"Kebetulan, Basti ini ke sini mau sekalian cari pekerjaan, Pah." ucap Kisyan di sela-sela percakapan mereka.
"Wah, kebetulan banget kalau begitu," ucap Aksel yang langsung menyela. "Gue lagi ada kerjaan bagus nih," tambahnya dengan penuh antusias.
"Ah, jangan percaya sama Aksel, dia suka PHP'in orang," seru Marcel meledek. Dia tertawa kecil yang di barengi pelototan mata Aksel ke arahnya.
Pertama kali melihat wajah Basti, sontak Aksel cukup terkejut. Kenapa dunia begitu sempit, pikir Aksel dalam hati. Wanita itu terus mencuri-curi pandang ke arah Basti selagi mereka melakukan percakapan santai.
Dia jadi teringat dengan percakapannya tempo hari di Jakarta, dengan seorang sutradara senior yang sudah lama berkecimpung di industri film tanah air. Bahkan beberapa film karyanya banyak yang berhasil menduduki tangga box office film terlaris se-Asia.
Januar Lubis. Itulah nama sutradara handal itu. Kini, dia berencana membuat sebuah film bergenre romantis yang di angkat dari sebuah novel best seller berjudul 'Perfect Love'.
Tapi, satu hal yang membuat Aksel bingung adalah, saat tiba-tiba Januar memperlihatkan sebuah foto kepadanya.
*
"Nih Sel, namanya, Bastian Dirgantara. Dia anak pertama Helen Anastasya dari suami pertama Helen, Jonas Michael Dirgantara, pemilik Dirgantara Grup. Foto-foto dia sekarang lagi viral banget di instagram sejak Ibunya naik jadi Gubernur DKI. Dia ini target utama gue buat jadi aktor utama di film gue selanjutnya. Tapi, gue nggak yakin dia bakal mau, gimana kalo lo bantu gue? Lo cari keberadaan dia sekarang dan usahain gimana pun caranya supaya dia bersedia tekan kontrak untuk bermain di film gue. Gue percaya sama lo, Sel. Sebagai casting director, gue yakin lo bisa,"
*
Dan perasaan Aksel mengatakan, Januar pasti memiliki alasan lain kenapa dia menjatuhkan pilihannya pada laki-laki bernama Basti, selain karena tampang dan body laki-laki itu yang memang oke.
Sebab, Aksel tau persis, Januar bukan tipe orang yang sembarangan memilih aktor dalam film yang akan dia kerjakan. Apalagi mengingat Basti ini belum berpengalaman sama sekali dalam dunia akting. Pastinya akan sulit menariknya untuk bisa bekerja sama.
"Kalo boleh tahu, pekerjaan apa ya?" tanya Basti menyadarkan lamunan Aksel.
"Jadi pemeran utama di film terbaru garapan sutradara Januar Lubis," jawab Aksel penuh keyakinan.
Sontak, seluruh pasang mata manusia di dalam ruangan itu terbelalak kaget.
Tak terkecuali Basti sendiri.
"Apa? Aktor?" pekiknya, tak yakin.
Satu bulan kemudian...Kisah RalineSatu bulan belakangan cukup menjadi waktu yang panjang bagi Raline melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. Saat dirinya harus terpaksa berlelah diri mencari pekerjaan dalam keadaan hamil muda.Bahkan tanpa adanya peran suami di sisinya.Namun, semua ini terjadi atas kehendak Raline sendiri. Meski terkadang, ada saatnya dia merasakan kerinduan menusuk relung hatinya yang terdalam.Basti telah benar-benar mengabulkan permintaan Raline untuk menghilang dari pandangannya. Laki-laki itu pergi bahkan tanpa dia berpamitan pada Raline."Lin, Raline?" teriak Rani dari luar rumah. Wanita sete
Perjalanan dari London menuju Indonesia cukup melelahkan.Seorang laki-laki berperawakan tinggi menjulang dengan kostum santai ala ABG kekinian terlihat berjalan keluar dari arah pintu kedatangan luar negeri. Dia menarik kopernya perlahan ke arah luarBandara Soekarno Hatta.Empat tahun ternyata cukup membuatnya merasa asing dengan tanah airnya sendiri. Kehidupannya yang serba bebas di London cukup menjadikannya pribadi yang berbeda.Dia bukan laki-laki sepolos dulu yang bahkan tidak tahu rasa dan caranya berciuman.Dia bukan laki-laki selugu dulu yang kesehariannya hanya dia habiskan untuk belajar dan berkutat mencari uang di jalanan.Dia bukan laki-laki sebodoh dulu yang cuma bisa menangis saat hatinya tersakiti karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan.Kini, dia adalah seorang laki-laki dengan segala kepribadian yang sempurna. Bermodalkan gelar master yang dia peroleh saat ini, dia percaya bahwa hidupnya akan berubah seratus delapa
Malam ini, Rani dan Ibnu sungguh di buat terkejut dengan kepulangan Basti ke rumah setelah hampir satu bulan lebih laki-laki itu berpamitan untuk mencari pekerjaan ke luar kota.Kedatangan Basti di sambut baik oleh ke dua Ibu dan Bapak mertuanya. Malam itu, Basti membawa banyak barang belanjaan sebagai buah tangan untuk seluruh keluarga Raline. Meski, kedatangannya kali ini hanya untuk mengantar sebuah berita buruk.Surat perceraiannya dengan Raline sudah di tangan, namun belum dia tanda tangani. Entah kenapa, rasanya berat sekali bagi Basti untuk melepaskan Raline. Dia tidak perduli jika dia harus di anggap sebagai seorang laki-laki yang telah ingkar janji, tapi Basti terus berpikir dan mencari cara untuk memecahkan masalah ini tanpa harus ada kata cerai. Hingga akhirnya dia pun memutuskan untuk pulang.Sebelum Basti benar-benar menandatangani surat itu, ada baiknya dia kembali memastikan apa Raline masih tetap pada keputusannya untuk bercerai, atau mungkin ada se
"Aku ke sini cuma mau mengantar surat perceraian kita, Lin..." ucap Basti memecah keheningan yang tercipta di antara dirinya dan Raline sejak lima belas menit yang lalu, sekembalinya sang istri dari kamar mandi.Suasana kian terasa semakin canggung, persisnya setelah insiden tadi. Sebuah insiden yang hampir saja membuat Basti kehilangan kendali dan lepas kontrol, karena saking takjubnya melihat pemandangan indah yang terpampang jelas didepan mata kepalanya sendiri. Sebuah ketidaksengajaan yang memanjakan mata dan menyegarkan pikiran."Tapi aku belum menandatangani berkas itu. Dan alasan aku datang ke sini malam ini, aku cuma mau memastikan lagi, apa iya kita ini memang harus bercerai Lin? Apa nggak ada jalan keluar lain untuk menyelesaikan masalah kita selain bercerai?" lanjut Basti lagi. Dia mulai mengutarakan niat utamanya kenapa dia kembali mendatangi rumah Raline. Sungguh
Raline tahu saat kejadian pemerkosaan itu dirinya tidak benar-benar kehilangan kesadaran. Dia masih bisa mendengar suara-suara di sekitarnya meski samar. Dia masih bisa melihat meski hanya dalam bayang-bayang. Terlebih dia bisa merasakan, saat sesuatu tengah merobek liang senggamanya secara paksa. Menyiksanya tanpa ampun dengan hentakan-hentakan kasar dan penuh keberingasan. Tanpa mereka perduli dengan rintih kesakitan yang terus di teriakan oleh Raline. Suaranya yang sangat pelan jelas tak mampu menyaingi bunyi berisik di dalam ruangan bercahaya redup itu. Dan pada akhirnya, hanya air matalah yang menemani. Seiring berjalannya waktu yang saat itu terasa sangat panjang bagi Raline. Sampai pada saatnya, Raline merasa tubuhnya kehilangan tenaga dan semakin melemah. Hingga setelahnya, Raline benar-benar kehilangan kesadaran dan tak tahu lagi apa yang
"Tato ular..." ucap Raline pelan. Kening Basti mengkerut, apa maksudnya? Tato ular apa? Pikirnya membatin. Basti benar-benar tak mengerti dengan apa yang terjadi malam ini. Dan ketidakmengertiannya terus berlanjut saat tiba-tiba Raline bangkit dari pojok kasur dan beranjak mendekat ke arah Basti. "Buka baju kamu, Bas!" perintah Raline dengan nada suara tegas dan serius. Tatapannya lurus ke arah Basti. "Kamu itu kenapa sih Lin? Aku nggak memaksa kamu melakukannya. Kalau kamu memang nggak mau ya udah nggak usah tarik ulur kayak gini!" ucap Basti yang mulai dilanda perasaan kesal. Dia merasa dipermainkan oleh Raline. "CEPET BUKA BAJU KAMU!" teriak Raline lagi. "OKE-OKE, FINE! Tapi kamu jangan teriak-teriak begitu. Nggak enak kalo di dengar orang dari luar," Basti mendengus jengkel. Dia membuka kausnya dan mengedikkan bahu. "Apalagi sekarang?" tanyanya dengan nad
Pagi ini, Bayu bangun lebih awal. Dia tidak ingin terlalu larut dalam pikirannya tentang ketidakadilan yang selama ini dia peroleh. Kini Bayu sudah mulai menerima Helen sebagai Ibu Kandungnya. Pun menyanggupi permintaan Helen untuk mengambil alih seluruh tanggung jawab perusahaan sang Papi, Jonas Michael Dirgantara, untuk di tangani langsung oleh Bayu. Mulai hari ini, Bayu dan Mira sudah tinggal menetap di kediaman Helen. Helen dan Mira sangat terkesima saat melihat penampilan Bayu pagi ini. Laki-laki itu terlihat begitu tampan dengan balutan jas hitam kantornya. Dia berjalan ke arah Mira dan Helen yang sedang sarapan di meja makan. "Morning, beautiful ladies," sapa Bayu dengan senyuman termanis yang dia miliki. Dia mengecup pipi Helen dan Mira sebelum dia duduk untuk bergabung di meja makan. Helen sangat senang dengan perub
"Mih? Mamih? Hellowww..." panggil Bayu yang mengibas-ngibaskan sebelah tangannya di depan wajah Helen. Tak lama Helen pun tersadar dari lamunannya. Dia tersenyum pada Bayu. "Kok Mamih malah ngelamun, pikirin apa sih Mih?" tanya Bayu lembut. Dia sudah pindah posisi di samping Helen. Bayu menggenggam lembut jemari Helen dan mengusapnya pelan. Seolah memberi support pada Helen untuk tidak terus larut dalam kesedihan. "Jujur, Mamih kangen banget sama Basti, kakakmu, Bayu... Mami merasa sudah sangat jahat selama ini karena Mamih selalu menggagalkan usaha Basti setiap kali dia mendapat pekerjaan. Mamih cuma nggak mau Basti harus lelah bekerja demi menafkahi wanita itu. Tapi, setelahnya Mamih sadar dengan kekeliruan Mamih, itu sebabnya Mamih meminta bantuan sutradara kenalan dekat Mamih untuk mengajak Basti ikut dalam project film baru garapannya. Dan untungnya dia setuju, Kakakmu justru mendapat peran utama dalam filmnya. Dia bilang, Basti