Perjalanan dari London menuju Indonesia cukup melelahkan.
Seorang laki-laki berperawakan tinggi menjulang dengan kostum santai ala ABG kekinian terlihat berjalan keluar dari arah pintu kedatangan luar negeri. Dia menarik kopernya perlahan ke arah luar
Bandara Soekarno Hatta.Empat tahun ternyata cukup membuatnya merasa asing dengan tanah airnya sendiri. Kehidupannya yang serba bebas di London cukup menjadikannya pribadi yang berbeda.
Dia bukan laki-laki sepolos dulu yang bahkan tidak tahu rasa dan caranya berciuman.
Dia bukan laki-laki selugu dulu yang kesehariannya hanya dia habiskan untuk belajar dan berkutat mencari uang di jalanan.
Dia bukan laki-laki sebodoh dulu yang cuma bisa menangis saat hatinya tersakiti karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Kini, dia adalah seorang laki-laki dengan segala kepribadian yang sempurna. Bermodalkan gelar master yang dia peroleh saat ini, dia percaya bahwa hidupnya akan berubah seratus delapan puluh derajat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
"Permisi, dengan Mas Bayu Dharmawangsa?" sapa seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi dan tegap. Laki-laki itu menghampiri Bayu yang sedang memesan taksi setelah memastikan kembali bahwa pemuda bersetelan santai itu adalah pemuda yang sama dengan seseorang yang ada di dalam foto yang sedang dia genggam. Ya, dia yakin, pemuda ini adalah orangnya. Dia, Bayu Dharmawangsa, anak dari sang Majikan yang memerintahkannya untuk menjemput pemuda itu di Bandara.
"Iya, saya Bayu, ada apa ya?" tanya Bayu sopan. Dia menyimpan ponsel di tangannya ke dalam saku celana.
"Perkenalkan, saya Hans. Saya diperintahkan oleh seseorang untuk menjemput Mas di sini. Sekarang, Ibu Mira sedang menunggu Mas di kediaman Nyonya Helen Anastasya," jelas laki-laki bernama Hans itu.
"Ibu Helen? Siapa dia?" tanya Bayu balik. Dia masih belum mengerti maksud dari pria berseragam serba hitam dihadapannya sekarang. Lagipula, sepengetahuannya, Ibunya itu tidak memilki kenalan bernama Helen di Bandung.
"Nanti semuanya akan di jelaskan oleh Ibu Mira dan Nyonya Helen, sesampainya Mas Bayu di kediaman Nyonya Helen," jelas Hans.
Dengan hati setengah terpaksa, akhirnya Bayu pun mengikuti ajakan Hans.
***
"Mari Mas silahkan masuk. Kedatangan anda sudah di tunggu oleh Ibu Mira dan Nyonya Helen, beliau baru saja sampai dari luar kota,"
Bayu Hendak mengambil kopernya di bagasi, namun sudah lebih dulu di ambil alih oleh laki-laki lain yang juga berseragam serba hitam.
"Kopernya biar saya saja yang bawakan. Mas masuk saja, mari silahkan,"
Bayu mengangguk pelan dan mulai melangkah sungkan.
Sepanjang perjalanan, Bayu terus berpikir, ada apa sebenarnya? Siapa itu Helen? Ada hubungan apa antara wanita itu dengan dirinya maupun Ibunya, Mira?
Kini, Bayu mulai mengikuti langkah seorang bodyguard berjas hitam yang berjalan di depannya.
Dia berjalan melewati sebuah halaman depan yang luas di mana terdapat sebuah air mancur buatan yang ukurannya sangat besar di tengah-tengah halaman. Bunga-bunga berwarna-warni serta pepohonan pakis dan palem nan asri berdiri anggun mendiami sudut-sudut taman. Hawa sejuk merasuk sesaat memenuhi rongga pernafasannya. Halaman yang indah, gumam Bayu membatin.
Laki-laki berpostur bak tentara dengan potongan rambut cepak itu menuntun Bayu memasuki sebuah istana yang membentang megah dihadapan mereka.
Rumah berarsitektur modern glass house yang terlihat sangat kokoh dan mewah dari tampak depan dengan pintu utama yang besar dan berdesign modern serta tidak terlalu banyak jendela yang di tampilkan, namun rumah ini dominan dengan kaca-kaca yang bening
Gaya arsitektur yang satu ini merupakan perpaduan antara gaya arsitektur rumah modern dan arsitektur minimalis, diwujudkan dengan mengaplikasikan atap datar dan rendah dengan bangunan yang dikelilingi oleh kaca. Tujuannya bukan hanya untuk mendapatkan intensitas pencahayaan, tapi juga karena material kaca menonjolkan kesan mewah dan elegan pada rumah. Desain arsitektur rumah Modern Glass House juga mengadaptasi konsep bangunan kontemporer.
Ya, Bayu tahu banyak hal tentang desain interior rumah karena dia memang mengambil jurusan arsitektur di Oxford.
Ketika mereka mulai memasuki rumah, Bayu di sambut dengan sebuah ruangan yang luas membentang dihadapannya. Bahkan bisa dia pastikan, ukuran satu ruangan di dalam rumah ini, mungkin lebih besar dari ukuran rumahnya di Bandung.
Tampak terlihat kursi bergaya eropa, lantai yang terbuat dari marmer, serta beberapa vas bunga besar dan dinding-dindingnya yang terukir serta dipenuhi oleh berbagai macam pernak-pernik hiasan dinding. Ketika melihat ke atas terlihat susunan lampu-lampu yang indah seperti lampu-lampu yang ada di hotel berbintang lima. Lampu-lampu yang akan mengundang perhatian di malam hari, dengan tarikan magnet kuat pencahayaannya yang pastinya sangat menawan.
Hingga akhirnya, sampailah Bayu di ruang keluarga di mana Bayu mendapati Ibunya tengah duduk di atas kursi roda bersama seorang wanita berbusana formal dan pashmina yang melilit di lehernya, wanita itu duduk di sofa tepat di samping Mira.
Bayu sempat berdiri mematung di sisi lemari besar yang membatasi ruangan utama dengan ruangan keluarga. Dia menatap bergantian ke arah dua orang wanita dihadapannya.
Seulas senyum tipis terukir di wajah manis dan lugunya. Tatapannya berhenti pada wajah sayu Mira yang menatapnya dengan tatapan sarat kerinduan. Bayu berhambur memeluk Mira yang di sambut isak tangis wanita tua itu.
"Bayu? Ibu kangen sekali sama kamu, Nak," ucap Mira lirih. Dia mendekap tubuh Bayu lebih erat.
"Bayu juga kangen sekali sama Ibu. Maaf ya, Bu, Bayu terlalu lama perginya," ucap Bayu penuh haru. Dia sungguh senang saat melihat keadaan Mira baik-baik saja. Bahkan Mira terlihat lebih bugar dari sebelumnya.
Tanpa pernah Bayu sadari, ada sepasang mata yang sejak kedatangannya tadi terus menatap terkesima dengan penuh kekaguman ke arah Bayu. Sang bayi mungilnya yang dulu hilang kini telah kembali dan menjelma menjadi sesosok laki-laki dewasa yang begitu sempurna.
Helen ingin sekali meraih Bayu ke dalam pelukannya, namun dia harus menahannya. Dia dan Mira masih harus menjelaskan semuanya dari awal pada Bayu.
Dan Helen tau, itu bukanlah hal yang mudah.
***
Helen dan Mira baru saja selesai membongkar fakta yang sebenarnya tentang Bayu.
Bayu masih mendengarkan dengan seksama. Tak ada reaksi berlebih atau reaksi yang terlihat mengkhawatirkan dari gelagat Bayu sampai detik ini.
Laki-laki itu masih diam. Tak sama sekali bergeming sedikit pun. Bahkan dia tak membalas pelukan hangat Helen padanya.
Bayu sendiri masih bingung menilai perasaanya saat ini. Apakah dia harus senang atau sedih? Haruskah dia membenci atau memaafkan?
Sungguh, Bayu tak merasakan apapun saat ini. Bayu tidak terharu, atau pun tersentuh. Dia tidak senang apalagi bahagia. Karena yang dia rasakan sekarang hanyalah, sebuah perasaan di mana dia merasa asing terhadap sesuatu dan dia tidak nyaman dengan hal itu sehingga membuatnya ingin cepat-cepat pergi meninggalkan rumah mewah ini. Meninggalkan semuanya. Termasuk, Mira.
Wanita itu telah membohonginya selama ini?
Wanita itu telah menyembunyikan fakta bahwasanya Bayu bukanlah anak kandungnya, melainkan hanya seorang anak pungut yang dia temukan bersama suaminya di sungai.
Wanita itu sungguh keterlaluan!
"Maafkan Ibu, Bayu," Mira kembali memohon. Berharap Bayu masih mau menerimanya dan mengakuinya sebagai orang tuanya. Bagaimana pun, Mira sudah berjuang dalam membesarkan Bayu dengan segenap jiwa dan raganya selama 24 tahun ini. Dan perasaan sayang Mira pada Bayu itu tulus tanpa sedikit pun pernah terpikir olehnya untuk memanfaatkan dan mendapat keuntungan apapun di masa depan. Mira menyayangi Bayu layaknya anak kandungnya sendiri.
"Bayu nggak menyalahkan siapapun, Bu. Tapi, sepertinya Bayu butuh waktu untuk menerima semua ini,"
Bayu pergi setelah mengucapkan kalimat itu. Bahkan panggilan Helen tak juga di gubrisnya.
Pikirannya sungguh kacau malam ini.
***
Bayu memang pernah bermimpi suatu hari nanti hidupnya bisa berubah. Itulah sebabnya Bayu bekerja keras, belajar mati-matian tanpa mengenal kata lelah hanya demi menggapai mimpinya di masa depan. Bayu lelah dengan kehidupannya yang serba berkekurangan. Bayu bosan terus menerus di rendahkan hanya karena dia orang miskin. Lantas, sekarang di saat perjuangannya itu hendak mencapai titik akhir, hanya tinggal satu langkah lagi, Bayu bisa mencapai semua impiannya.
Tapi dengan sangat jahat, kenyataan mempermainkan kehidupannya. Kini, Bayu tahu bahwa dirinya adalah anak dari seorang gubernur, Helen Anastasya yang menikah dengan seorang pria bernama Jonas Michael Dirgantara, seorang pengusaha kaya pemilik Dirgantara Grup yang kini sedang mendekam di penjara.
Harusnya, dia tidak perlu hidup menderita selama ini, seandainya Mira dan Dadan tidak menyembunyikan dirinya dari keluarga aslinya.
Jika boleh jujur, Bayu marah pada Mira, meski Bayu tidak mampu menumpahkan semua beban dihatinya pada Mira secara langsung. Bayu cukup tahu diri untuk tidak berbuat kasar pada orang yang selama ini telah mengurusnya sejak kecil.
Tapi baginya, perlakuan Mira dan almarhum Dadan tetap salah. Sebab, karena mereka hidup Bayu jadi menderita selama ini.
Dan parahnya, kini Bayu harus menerima bahwa laki-laki bernama Bastian Dirgantara adalah Kakak kandungnya sendiri. Laki-laki yang dulu menjadi satu-satunya saingan terbesarnya dalam merebut hati Raline.
Bagi Bayu, semua kenyataan ini terlihat seperti sebuah lelucon konyol.
Mungkin saja, seandainya dulu Raline tahu, bahwa dirinya dan Bastian itu berasal dari keluarga yang sama, bisa jadi Raline lebih memilihnya dari pada laki-laki berhati dingin dan berandal macam Basti.
Basti adalah laki-laki biang masalah di sekolah mereka dulu. Dia itu laki-laki dengan kepribadiannya yang aneh. Lebih banyak diam dan menyendiri daripada bergabung dengan sesama teman satu kelas mereka. Seandainya ada pekerjaan kelompok, Basti pun jarang hadir, apalagi ikut andil dalam menyelesaikan tugas secara bersamaan. Dia itu pemalas, tidak pernah mengerjakan PR dan tukang mencontek pekerjaan rumah orang lain. Basti itu hanya laki-laki bodoh bermodal tampang dan harta kekayaan orang tuanya. Dan dia, jelas bukan tandingan Bayu.
Dalam hal apapun.
Irama music house terdengar mendentum-dentum memenuhi seluruh ruangan di dalam club itu. Hingar bingar tertawaan anak-anak remaja dan dewasa berbaur menjadi satu. Mereka berjoget bebas, lepas, dan berjingkrak seolah dunia milik mereka pribadi. Di sudut ruangan beberapa muda-mudi terlihat asik dalam cumbuan romantis mereka. Bibir- bibir mereka saling berpagut mesra dengan gejolak asmara yang membakar jiwa.
Sepasang manik mata hitam seorang laki-laki paruh baya, bertubuh tegap dengan potongan rambut klimisnya terlihat seksama memperhatikan sosok Bayu dari kejauhan.
Bayu yang kini asik tenggelam dalam dunianya dengan botol-botol minuman keras yang sedari tadi dia tenggak. Bahkan dia terlihat sudah sangat teler, saking banyaknya minum.
Sepertinya, anak muda itu terlihat sangat frustasi, dengan kenyataan yang kini harus dia hadapi.
"Ini baru permulaan, Nak. Mungkin setelah ini, kamu akan mengetahui fakta yang lebih membuatmu terpukul lagi. Siapkan mentalmu Bayu," ucap laki-laki itu. Dan dia pun meneguk kembali satu gelas minuman keras miliknya.
Bastian DirgantaraSetelah keluar dari terik matahari yang membakar diri, aku tergelincir jatuh dari tempatku bernaung sebelum ini.Tempat di mana pertama kalinya kita bertemu.Saat itu, waktu seolah berhenti di sana.Aku masih berjalan pada jalur yang sama. Aku masih memandang pada titik yang sama.Langit di tepi pantai ini.Saat aku melihatnya lebih dalam, Langit itu melebur dan berubah menjadi kaca. Tapi setelahnya langit itu membeku dan berubah menjadi sebuah cermin.Langit itu membentuk bayangan wajahmu.Raline Septia Wulandari...Hanya wajahmu, tak ada yang lain.Aku memang berpura-pura telah melupakanmu selama ini, semua itu aku lakukan demi Stella, demi Aksel.Tapi sekarang, aku kembali sendirian. Tanpa mereka. Aksel m
"Bu, ayo dong Bu, cepetan! Ibu lama banget nih dandannya! Kita udah kelaperan tau, Bu..." panggil Delisha yang begitu bersemangat saat dia tahu sang Kakak Devano, mengajaknya ke resort yang dulu pernah jadi milik mereka. Katanya sih mau di undang makan malam sama orang kaya gitu. Terus ikutan nimbrung acara bakar ayam di tepi pantai. Pasti seru banget deh!"Aduh... Ibunya Devano udah kayak Abg aja deh, dandan pake lama daritadi, nanti kita keburu kehabisan makanannya, Bu," kali ini Devano yang protes. Pasalnya, dia sudah mati pegal daritadi harus gendong rindu yang nggak mau di taruh sama sekali."Iya, sabar... Nggak enakkan kalo dateng ke acara resmi Ibu keliatan kucel," Raline mempercepat kegiatan make upnya. Merapikan posisi pakaiannya sekali lagi, barulah setelah itu dia keluar dari dalam kamar.Devano sempat terpana melihat penampilan sang Ibu yang tidak seperti biasanya. Devano memang tidak memungkiri lagi, baginya, Raline adalah wanita tercantik di dunia.
Devano pulang ke rumah dengan wajah sumringah. Nyeri di sekujur tubuhnya seolah tak lagi dia rasa karena saat ini dia pulang dengan membawa berita gembira."Assalamualaikum, Bu, Ibu... Devano pulang, Bu..." teriaknya seraya berlari kecil ke dalam rumahnya yang terbilang sangat sederhana."Asik, Mas Dev bawa makanan," seru Delisha salah satu adik Devano. Delisha dengan sigap merogoh ke dalam kantong plastik yang di bawa sang Kakak. Dia terlihat sangat gembira."Ibu mana, Dek?" tanya Devano pada Delisha saat tak di dapatinya sang Ibu. Sementara ke dua adiknya yang lain, Rania yang baru berumur empat tahun dan Rindu yang berumur dua tahun, terlihat sedang tertidur pulas di kamar."Tadi, Pak De Kahfi ke sini jemput Ibu, katanya sih mau ajak Ibu ke rumah sakit, perginya buru-buru banget, terus Ibu titip Rania sama Rindu ke Delisha. Untung Rindu nggak rewel. Delisha cape daritadi, jagain mereka, Mas lama banget pulangnya, terus itu muka kenapa coba, biru-biru b
"Jangan bawa saya ke kantor polisi, Om. Kasihan Ibu di rumah, Om..." tangis bocah itu terdengar miris. Mengiris hati Basti."Sekarang, kamu tunggu dulu di mobil, Om. Om urus dulu masalahmu dengan orang-orang ini di dalam ya?"Basti mengajak bocah itu memasuki mobilnya di mana Aksel dan Keyra tengah menunggunya di dalam. Dan setelah itu, Basti beranjak kembali menuju resort tadi."Iyyuuuwwhh bauuu! Papah apa-apaan sih? Sampah dibawa masuk ke mobil! Idih!" Keyra berteriak dengan ekspresi jijiknya yang kelewat lebay. Dia menggerutu sendiri dan memilih keluar dari dalam mobil. Aksel pun jadi ikutan keluar. Masalahnya mereka sedang di pinggir jalan raya."Keyra, nggak boleh bicara seperti itu! Ayo masuk lagi, bahaya ini pinggir jalan," ajak Aksel yang mencoba menarik tangan anaknya untuk kembali masuk ke dalam mobil.Keyra menepis kasar tangan sang Bunda. Dia cemberut dan
Delapan tahun berlalu.Semua berjalan dengan baik dan sesuai dengan harapan.Keyra tumbuh menjadi anak yang cantik, manis, pintar, enerjik dan sangat menggemaskan.Aksel menjelma menjadi sosok ibu yang baik dan sangat feminim. Dan hal itu jelas membuat Basti semakin tergila-gila padanya."Kenapa sih, liburan sekolah tahun ini kita cuma ke Jogya? Biasanya juga keluar negeri," gerutu Keyra di jok belakang. Bibir mungilnya terus cemberut di sepanjang perjalanan. Dia memilin kepang kudanya seraya memeluk boneka teddy bear coklat kesayangannya, yang dia beri nama, Devano, sama seperti nama aktor tampan asal malaysia, sahabat Tantenya Anggun, yang sangat dia idolakan."Ke luar negeri kemana lagi sih? Semua penjuru dunia udah kita datenginkan? Sekali-sekali kita liburan di dalam negerikan nggak apa-apa, cantik... Sekalian Papah bisa membantu meringankan pekerjaan Om Bayu,"
Hari berganti. Musim berubah. Waktu berputar pada porosnya. Detik demi detik berlalu. Menyisakan asa pilu yang menggerogoti diri pun mengikis nurani. Penyesalan itu pun datang kian bertubi-tubi.Laki-laki itu tetap diam tanpa kata. Tetap dengan tatapannya yang kosong dan menerawang jauh ke depan.Tubuhnya terlihat lebih kurus, wajahnya tirus dan tidak terawat, hingga di tumbuhi janggut-janggut tebal yang tumbuh tak beraturan di seputaran dagunya. Sinar bola mata coklat maroon itu meredup tak bercahaya bahkan selalu terlapisi oleh cairan bening yang berkaca-kaca. Rambutnya yang awut-awutan dan sudah memutih, terlihat seperti sarang burung yang kotor.Laki-laki itu terdiam dalam duduknya yang tepekur di lantai, di dalam sebuah panti rehabilitasi khusus lansia pengidap gangguan jiwa. Dia terlihat mengukir sebuah nama di lantai itu menggunakan jari telunjuknya.BASTIAN, anakku...Satu titik air matanya jatuh tanpa mampu lagi dia tahan.*