Share

Bab 5 Pergi

“Silahkan duduk, Mr. Chayton,” seru Sean ketika Aiden telah masuk dan berada di ruang tamu mansion milik keluarga Casey.

Aiden menurut, dia memilih duduk di single sofa lalu kembali mengarahkan fokus kepada Sean.

“Aku tidak menyangka kalau seorang Chayton akan menjadi adik iparku,” seru Sean. Beberapa pelayan yang mengantarkan makanan dan juga minuman tidak membuat Sean memberhentikan kalimatnya. “Well, aku hanya bingung kenapa orang tuaku mau menjodohkan putrinya kepada seorang billionaire yang sangat sombong.”

Aiden berdecak pelan. Walaupun kalimat itu sangat menohok tapi Aiden tidak memasukkan ke dalam hati. Memang mereka sudah lama menjadi kolega bisnis. Saling melengkapi lebih tepatnya. Beberapa bulan lagi mereka juga akan bekerja sama menciptakan sesuatu yang menggencarkan dunia. Oleh sebab itu pertemuan kedua pria itu akan sering terlaksana.

Lagi pula Aiden telah mengecek semua informasi pribadi keluarga Casey. Saat mengetahui kabar tentang perempuan yang akan menjadi istrinya, disitu pula dia meminta kepada Alex untuk mencari tahu tentang mereka lebih mendetail. Untuk seorang Chayton pekerjaan itu sangat mudah. Dia punya beberapa orang dalam yang tersebar sampai kepelosok dunia. Maka dari itu Aiden telah mengetahui beberapa sifat dari keluarga Casey, termasuk Sean.

“Kedatanganku ke sini bukan untuk mencari ribut, Mr. Casey,” jelas Aiden sesudah ia menyeruput sedikit kopi yang ada di hadapannya.

“Siapa yang mencari ribut?” tanya Sean sambil mengedikkan kedua bahu. “Aku harap kau tahu bagaimana sifatku. Di luar dan di rumah hanya beda sedikit. Jadi, jangan pernah bermain-main denganku, Aiden.”

Aiden tersenyum karena merasa topik pembicaraan kali ini mulai terasa lebih menarik. Dia membiarkan Sean untuk melanjutkan kalimatnya.

“Stephanie adalah perempuan yang terhormat, dan sialnya kau mendapatkan dia. Padahal begitu banyak pria di luaran sana yang jauh rendah hati daripada dirimu.” Sean berbicara dengan nada serius, sama seperti ketika mereka berbicara mengenai pekerjaan. “Jika sampai aku melihat atau mendapatkan kabar kalau kau menyakiti adikku, maka kau akan mendapatkan balasannya langsung dari diriku.”

Sikap sean Sean yang terkenal ramah dan basa-basinya mendadak hilang. Ini adalah pembicaraan yang serius. Kehidupan selanjutnya dari Stephanie, adik kesayangannya akan dipertaruhkan. Terlepas dari itu semua, Aiden adalah orang yang dingin. Tidak pernah sekalipun Sean mendengar tawa yang keluar dari bibir seksinya. Jadi, untuk apa bersikap ramah atau mengeluarkan canda tawa saat berhadapan dengan Aiden?

“Ka—”

“Satu lagi, aku belum mengeluarkan pernyataan apapun tentang perjodohan ini.”

Aiden mengangguk pelan ketika dirasa Sean sudah cukup mengeluarkan unek-uneknya. Semua gaya yang Aiden keluarkan seperti dirancang khusus untuknya. Sampai-sampai gaya memegang gelas pun patut diberi pujian yang luar biasa.

“Tapi aku tidak butuh persetujuan darimu—”

“Kenapa kau tidak mengatakan kepadaku kalau Mr. Chayton telah datang.” Suara berat itu membuat mereka mengurungkan niat untuk melanjut percakapan. Biarlah pembahasan ini hanya terjadi diantara mereka.

“Aku mengulur waktu, Dad. Supaya bisa berbicara lebih lama dengan calon menantu kita,” sahut Sean ramah. Nada bicaranya mendadak berubah menjadi lebih bersahabat.

Aiden tersenyum tipis ketika melihat Sean yang berubah dengan cepat. Teknik berbohong yang dia lakukan sungguh tidak layak untuk dinilai.

“Begitukah? Tunggu sebentar, Aiden. Diana

sedang memanggil Stephanie di kamarnya.”

“Dengan senang hati, Mr. Chayton,” sahut Aiden sambil mengangguk singkat.

“Oh, Tuhan! Sepertinya rumah tangga adikku akan kaku sekali,” jerit Sean horor. “Bagaimana bisa kau memanggil calon mertuamu dengan sebutan itu?!”

Mendengar kekehan dari Erland membuat Aiden sedikit merasa canggung ... dan sedikit dipermalukan. Memang dasarnya Aiden yang selalu menganggap apapun dengan serius.

“Kau bisa memanggiku Daddy, Aiden. Tidak perlu terlalu formal,” seru Erland bersahabat.

Pembicaraan mereka berlanjut dengan baik dan diakhiri dengan kedatangan dua perempuan. Tiga pria itu langsung memusatkan perhatiannya kepada perempuan dengan balutan jumpsuit yang sangat cantik. Stephanie yang ditatap begitu akhirnya memilih menunduk. Ditatap dengan tiga pria tampan membuatnya merasa malu.

“Ekhem.” Deheman keras dari sang Kakak membuat Aiden kembali tersadar. “Kau tidak perlu menatap adikku seperti itu, Mr. Chayton.”

“Sudahlah, Sean. Tidak masalah jika dia ingin melihat Stephanie. Sebentar lagi mereka akan menjadi suami istri,” kekeh Erland.

Aiden hanya bisa tersenyum. Lihat saja nanti, dia akan membuat perhitungan kepada Sean.

“Kalau begitu, aku meminta izin untuk membawa Stepahnie pergi.”

“Izin diterima,” kata Erland bersahabat.

“Kalian pasti akan bersenang-senang,” timpal Diana.

“Sepertinya aku harus membuat aturan. Stephanie harus pulang ke mansion sebelum—”

“Sean,” potong Erland mengingatkan putranya.

***

Otak Stephanie mendadak buntu, tidak tahu harus melakukan apapun. Sudah beberapa menit mobil yang dikemudi Aiden berjalan tapi tak satupun dari mereka yang bersuara.

Sedangkan Aiden. Dia hanya menatap jalanan bahkan melalui ujung mata untuk menatap Stephanie tidak dilakukan.

“Kau mau membawaku kemana?” tanya Stephanie yang akhirnya memberanikan diri. Dia menatap Aiden dari samping. Hidung tinggi Aiden terlihat menawan dilihat dari samping.

“Jangan berpikir kalau aku akan mengajakmu untuk makan malam atau berbelanja,” kata Aiden dengan suara beratnya.

Perkataan Aiden membuat Stephanie menyatukan alisnya bingung. Masih berusaha memahami maksud Aiden.

“Apa maksudmu?”

Cittttt ...

Rem mendadak yang Aiden berikan membuat Stephanie terdorong ke depan begitu saja. Dadanya hampir saja mengenai bagian dashboard. Untung saja tangannya siap menahan.

Stephanie membuang napasnya kesal. Dia kembali menatap Aiden dengan tajam. Bahkan pria bermanik cokelat itu tidak membantu atau mengatakan maaf. Apa yang Aiden mau?

“Kalau kau tidak bisa mengendarai mobil setidaknya beritahu aku agar aku yang menyettir!” kata Stephanie kesal. Persetan dengan rasa canggung atau malu! Ini bukanlah masalah sepele menurut Stephanie. Rem mendadak itu bisa saja membuat dirinya terluka.

“Kau berani membentakku?” tanya Aiden yang menaikkan alisnya satu.

“Maaf, Mr. Chayton. Yang kau lakukan sungguh tidak aman. Kalau kau merasa tersinggung itu lebih baik. Lain kali kau harus mengendarai dengan hati-hati.”

“Oh, jadi ini kualitas seorang putri dari Casey yang mau djodohkan dengan ku? Sepertinya orang tua ku telah salah memilih dirimu. Belum apa-apa kau sudah membentakku.”

Stephanie berhasil dibuat melongo. “Sepertinya memang begitu. Aku juga tidak menyangka kalau Mr. Chayton terkenal dengan kesembongan dan perkataannya tidak bisa disaring—”

Dengan sekali gerakan Aiden menarik Stephanie mendekat. Tubuh bagian atas mereka sudah bersentuhan dengan tangan Aiden yang menahan di punggung perempuan cantik itu. Manik mereka saling menatap, mengusik lebih dalam.

Mendadak Aiden menarik kedua bibirnya, tersenyum mematikan. Senyuman yang berhasil membuat Stephanie blank seketika.

“Kau benar. Aku memang sombong. Kau akan melihat lagi sifatku yang lain setelah kau menyandang gelar Chayton. Kuharap kau tidak gila karena itu,” bisik Aiden. Terpaan napas beraroma mint mengenai wajah Stephanie, menyapu bersih wajah mulus yang dibalut make up hingga dia mengerjapkan matanya.

Karena sudah tersadar, Stephanie langsung mendorong dada Aiden. Tapi sayang, tenaganya tidak sebanding dengan Aiden.

“Kau harusnya meminta maaf kepadaku karena telah menabrakku pada waktu itu. Tapi nyatanya kau malah membentakku hanya karena rem mendadak,” kata Aiden mengabaikan Stephanie yang sedang berusaha keras untuk menjauh.

Pukulan demi pukulan berhasil mengenai dada Aiden. Karena mengganggu pemandangan, akhirnya Aiden memutuskan untuk menggenggam tangan Stephanie dengan erat. Kulit dingin yang Aiden punya berhasil membuat sengatan aneh merambat ke tubuh Stephanie.

“Kenapa kau mau menjauh dariku, heh? Bukannya ini impian setiap wanita di luaran sana?”

“Benar. Tapi aku tidak. Aku berbeda dengan wanita yang pernah kau temui di luaran sana.” Walaupun dalam ketakutan, Stephanie masih berusaha menjawab.

Harusnya Aiden marah, tapi kali ini tidak. Dia malah tersenyum miring. Jari panjang itu membenarkan rambut Stephanie, menyelipkannya di belakang telinga.

“Kenapa dengan tubuhku?” batin Stephanie. Sial seribu sial. Tubuhnya mendadak membeku diikuti dengan jantungnya yang semakin bergemuruh di dalam sana. Kulitnya seakan menikmati sentuhan panas dari sang billionaire sombong yang ada di hadapannya.

Stephanie tidak bisa menahan pesona yang Aiden punya. Pria itu punya karisma yang luar biasa. Hanya menatap matanya saja dia bisa membius semua orang.

“Sepertinya kehidupan pernikahan ini tidak akan membosankan,” tutur Aiden. Aiden kira Stephanie itu pendiam yang membuat dirinya yang akan mendominasi. Tapi nyatanya tidak. Baiklah kalau begitu. Aiden malah lebih suka. Kita akan melihat sejauh mana perempuan cantik ini akan berusaha.

“Kita pergi makan malam setelah itu aku akan memulangkanmu.”

“Aku tidak—”

“Kalau begitu kau bisa turun sekarang,” potong Aiden. Ancaman itu berhasil membuat Stephanie tidak berkutik. Bagaimana bisa Stephanie diturunkan di jalan raya yang ada banyak mobil dengan kecepatan tinggi. Turun sama saja mencari ajal. Tapi ikut juga— ah, sudahlah. Setidaknya itu pilihan yang terbaik.

“Good girl,” puji Aiden yang tersenyum tipis. Dia tidak mungkin memulangkan Stephanie secepat ini. Yang ada dia malah akan mencari masalah.

Dengan senang hati Aiden mendorong pelan tubuh Stephanie hingga bersentuhan dengan sandaran kursi kemudi. Ditariknya seat belt, lalu memasangkannya untuk Stephanie.

“Kenapa kau diam saja, heh?” tanya Aiden sesudah berhasil memasang kan alat pengaman itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status