Share

Bab 12 Adik Aiden

“Akhirnya kau datang juga, Sayang.”

Dan di sinilah mereka berdua berada, di kediaman keluarga Chayton. Stephanie langsung disambut baik oleh Rose. Sedangkan Aiden, dia diabaikan bahkan tidak diajak berbicara sama sekali.

“Aku masih berada di sini, Mom.

Setelah beberapa waktu mereka berdua berbicara dengan sangat akrab, akhirnya suara Aiden lah yang membuat perbincangan santai mereka terpotong.

Rose hanya bisa menghela napasnya kesal karena Aiden yang sudah memotong pembicaraannya dengan sang menantu. “Kau lebih baik membersihkan dirimu, Aiden. Biarkan Mommy menghabiskan waktu bersama Stephanie. Mommy ingin sekali mengenalnya lebih dalam.”

Aiden menaikkan alisnya, lalu menarik pandangan ke Stephanie yang duduk di samping Rose. “Lebih baik Mommy tanya dulu, apakah Stephanie ingin berbicara kepada Mommy atau tidak.”

“Tentu aku mau.” Stephanie menjawab cepat. Tak lupa dengan tatapan tidak suka yang ia layangkan ke Aiden setelah Aiden selesai berucap. Tanpa ditanya pun Stephanie akan tetap berbicara dengan Rose. Karena setidaknya itu lebih baik daripada berbicara bersama dengan Aiden yang malah membuatnya semakin kesal.

Walaupun baru bertemu tapi Stephanie bisa merasakan kenyamanan saat berbicara dengan Rose. Rose punya kehangatan di matanya yang bahkan bisa sampai merambat ke tubuh Stephanie.

“Sudahlah, Aiden. Jangan goda Stephanie seperti itu. Lebih baik kau pergi. Ini adalah pembicaraan wanita dan dirimu dilarang untuk berada di sini.”

Akhirnya Stephanie tersenyum puas dikarenakan Rose yang membelanya. Kalau dipikir-pikir, ini adalah kemenangan pertamanya dari Aiden .... Tatapan tajam yang bahkan sudah Aiden persemabahkan untuk Stephanie tidak membuatnya merasakan takut. Karena Stephanie tahu kalau Aiden memang tidak bisa membantah Rose.

Stephanie bisa melihat itu disaat kedatangan mereka, dimana Aiden yang langsung berlalu untuk memeluk Rose. Kesan tegas yang Aiden berikan langsung menguap ketika bertemu dengan Rose. Dia menjadi seperti anak kecil .... Tidak, Stephanie tidak berniat untuk mengejek karena dia juga seperti itu saat bersama dengan orang tuanya. Tapi kalau dipikir-pikir ini bisa dijadikan bahan jika Aiden memancingnya.

“Mommy, I’m coming ....”

Dan setelah beberapa puluh menit sejak kepergian Aiden ke kamar, suara lain terdengar memenuhi ruang keluarga. Suara yang terdengar seperti perempuan itu berhasil membuat Stephanie penasaran dan pada akhirnya dia menoleh ke sumber suara.

Betapa kagetnya ketika ia melihat wujud seorang perempuan yang memakai pakaian didominasi oleh warna hitam— denim jaket, celana jeans, sepatu boots— semuanya serba hitam. Tak lupa dengan helm yang sudah berada di tangan kiri. Dari sini Stephanie bisa menyadari kalau perempuan ini memiliki sifat tomboy tapi masih terlihat sangat cantik.

“Kemarilah, Sayang. Kau belum berkenalan dengan calon kakak iparmu.”

“Kakak ipar?”

Suara pekikan itu membawa Stephanie tertarik ke dunia sebenarnya. Tersenyum, lalu masuk ke dalam pelukan perempuan yang memiliki nama Clara Chelle Chayton. Stephanie hanya mengenal namanya, tidak dengan bentuk wajah perempuan itu. Dirinya hanya mendapat kabar dari berita kalau selama ini keluarga Chayton menyembunyikan jati diri dari seorang Clara— untuk mengapa, Stephanie juga tidak tahu.

“Akhirnya aku akan mempunyai seorang kakak ipar! Dan lihat dirimu, kau sangat cantik. Bahkan kecantikanku kalah jauh denganmu, Kakak!”

Apa yang Clara katakan tidak sepenuhnya benar menurut Stephanie. Clara sangat cantik— hidungnya yang tinggi, manik yang berwarna abu-abu, kelopak mata yang terbentuk jelas— cukup, Stephanie tidak bisa melanjutnya. Karena hanya dari bagian itu saja bisa membuat kepercayaan dirinya memudar. Biasanya Stephanie akan bersikap biasa saja saat bertemu dengan para wanita bahkan model, karena baginya dia masih menang jauh dari mereka. Tetapi setelah melihat bentukan dari Clara, Stephanie tidak berani mengakui kalau dia yang menang.

“Terima kasih.” Walaupun demikian, Stephanie masih mengucapkan sahutan yang baik. Dia tersenyum manis yang bahkan bisa membuat Clara ikut juga tersenyum. “Kau juga sangat cantik— matamu, aku sangat menyukainya.”

“Terima kasih, Kakak. Tapi kau harus tahu, aku kadang kesal dengan warna mataku.” Apa yang Clara katakan membuat Stephanie menyatukan alisnya bingung. “Kakak Aiden selalu mengatakan aku bukanlah anak dari Dad dan Mom. Pasti Kakak bisa membayangkan betapa kesalnya aku.”

Dan otak Stephanie cepat bekerja. Pantas saja Aiden mengatakan itu dikarenakan warna manik Rose dan Ransom berwarna cokelat. Aiden juga punya mata warna yang sama, berbeda dengan Clara. Kalau orang luar menilai, mungkin saja mereka punya pendapat yang sama dengan Aiden.

“Jangan begitu, Clara. Sudah berapa kali Mommy bilang kalau kau adalah anak Mommy. Warna matamu di dapat dari grandma. Berapa kali Mommy harus menujukkan foto grandma kepadamu, heh?”

Clara memutar bola matanya jengah disaat Rose sudah masuk ke mode ngambek. “Aku percaya, Mom. Aku cuman kesal, itu saja. Sudahlah, candaanku sudah tidak bisa diterima oleh generasi tua—”

“Kau mengatakan Mommy tua?”

Kalimat Clara di potong oleh seorang pria yang baru saja masuk ke ruangan itu. Bau aroma sehabis mandi dapat mereka rasakan. Bahkan hanya karena aroma itu saja bisa membuat getaran yang berbeda di Stephanie— sungguh, Aiden punya pesona yang bisa melumpuhkan seorang Stephanie.

“Ah, tidak— Kakak hanya salah paham.” Clara dengan kekehannya yang malah terdengar seperti ketakutan. Ini normal, apalagi melihat mata Aiden yang berubah menjadi setajam pisau pemotong daging.

“Apa benar, Mom?” Aiden bertanya ke Rose. Dirinya belum percaya dengan apa yang Clara katakan .... Baginya, tidak ada yang boleh menghina Rose, jika ada maka orang itu harus bersiap berhadapan dengan Aiden seorang.

“Tidak, Sayang. Kau tidak perlu sekaku itu. Adikmu hanya berniat untuk bercanda.”

“Nah! Sudah? Harusnya Kakak percaya kepada adikmu,” lanjut Clara yang sudah bisa bernapas lega.

Mengabaikan Clara, Aiden malah mengarahkan pandangan ke Stephanie yang masih diam. Disaat Stephanie bisa menangkap mata Aiden, disitu pula Stephanie kembali tersadar dari lamunannya— selama berhubungan dengan Aiden membuatnya sering melamun.

“Baiklah, tapi Kakak masih belum sepenuhnya percaya.” Dan betapa kagetnya Clara saat mendengar perkataan Aiden. “Aku akan mengecek CCTV nanti. Tapi untuk sekarang, biarkan Stephanie ikut bersama denganku.”

“Oh, tidak bisa!”

Sebelum Stephanie menjawab, suara Clara terdengar lebih dulu. Membuat Stephanie kembali mengatupkan bibirnya. Dia sedikit tersentak disaat tangannya sudah diraih oleh Clara, menandakan kalau tidak ada yang boleh membawa Stephanie.

“Kakak punya banyak waktu dengan Kakak ipar nanti. Tapi kalau aku— belum tentu aku bisa menghabiskan waktu bersama dengan menantu Chayton ini. Jadi ....” Clara menjeda kalimatnya dengan sebuah senyuman yang berhasil dihadiahkan cebikan kesal dari Aiden. Rasa takut Clara perlahan lenyap dikarenakan Aiden tidak berbuat apapun dengannya. “Aku akan membawa Kakak Ipar untuk berkeliling di mansion.”

“Mom ....”

Aiden memanggil Rose dengan tatapan memelas. Berharap kalau sang Mommy akan membantunya kali ini. Tapi sayang, Rose malah membuang mukanya setelah menatapnya beberapa detik.

“Pergilah, Clara. Biarkan kakakmu di sini bersama dengan Mommy.

Sebenarnya dari tadi Stephanie sudah menahan napas dikarenakan cemas dengan jawaban dari Rose. Tapi setelah mendengar itu akhirnya dia bisa bernapas dengan lega. Bukan apa-apa, Stephanie hanya masih malas jika berhadapan lagi dengan Aiden. Takutnya Stephanie kembali merasa kesal. Dia tidak akan membiarkan rasa itu hinggap di dirinya setelah hilang untuk beberapa menit.

***

Clara dan Stephanie saling merangkul satu sama lain. Kaki mereka terus melangkah dengan pelan. Lain halnya dengan Clara yang menatap lurus ke depan, Stephanie malah asyik memperhatikan setiap detail mansion ini sembari menghafal beberapa tempat di otaknya.

Chayton’s Mansion dengan mansion keluarganya mengambil tema yang sama— gaya bangunan kuno dengan warna emas yang lebih dominan. Walaupun temanya sama tapi bentuk ruangan dan perabotan jauh berbeda. Mansion dimana Stephanie berada sekarang jauh lebih mewah. Bahkan Sephanie bisa merasakan kalau ada beberapa hiasan yang digunakan terbuat dari emas asli.

“Apa Casey’s mansion dan mansion ini jauh berbeda?”

Clara bertanya yang membuat Stephanie menghentikan kegiatannya. “Kalau diteliti, jauh berbeda. Tapi hanya temanya saja yang sama.”

“Begitu .... Jujur saja aku bosan dengan bentuk mansion ini.”

“Kenapa?”

“Aku sudah tinggal di sini sejak lahir, Kakak. Tentu aku merasa sangat bosan. Apalagi Mommy yang tidak ingin mengubah sesuatu dari mansion ini.”

“Begitu juga dengan Mommy Diana.” Stephanie menimpali. Umur mereka yang terpaut beda 4 tahun tidak membuat rasa canggung ada diantara mereka. “Mereka selalu beranggapan kalau tema ini adalah tema yang paling mewah.”

“Kenapa identitasmu disembunyikan, Clara?” Setelah duduk di taman belakang akhirnya Stephanie kembali bertanya. Rasa penasaran sudah mulai memenuhi kepalanya hingga akhirnya dia memutuskan untuk bertanya.

“Ini semua karena Daddy dan Kakak. Mereka sungguh posesif. Saat aku bertanya, mereka akan selalu menjawab kalau ini adalah demi kebaikanmu.” Clara menjawab dengan wajah yang berubah kesal tapi sedetik kemudian sebelum melanjut kalimatnya, wajahnya berubah menjadi berseri-seri. “Tapi nanti di pertunangan Kakak Ipar, Daddy sudah berjanji untuk mengenalkanku ke publik.”

Pertunangan .... Stephanie kembali teringat— tidak. Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal ini.

“Well, aku juga merasa hal demikian. Tapi aku turut berbahagia mendengar berita ini.”

Clara menggeleng. Dia meraih tangan Stephanie. “Justru aku yang sangat bahagia. Akhirnya kehidupan Kakak Aiden tidak lagi monoton,” sahut Clara. “Tapi .... Apa Kakak sudah mengetahui masa lalu Kak Aiden?”

“Masa lalu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status