Doni dan Ikhsan masih setia menunggu pria tersebut. Tidak lama kemudian, Alma pun datang menghampirinya sembari menanyakan pihak keluarga pria itu. Namun, sayang sekali, ponsel milik pria itu lowbat dan tidak bisa digunakan.
"Boro-boro mau menghubungi keluarganya, ponselnya saja mati," sahut Doni yang sudah terlihat kelelahan.
"Terus gimana dong? Apa kita laporin saja ke manager kita? Atau lapor polisi?" tutur Alma kebingungan.
"Ke kantor polisi saja deh, lagian percuma kita lapor ke manager, orang dianya lagi ke luar kota," usul Ikhsan.
Mendengar dirinya akan dibawa ke kantor polisi, pria itu langsung sadar dan seketika marah, namun masih dalam keadaan mabuk pria itu berkata, "Aku tidak mau ke kantor polisi, kalau kalian nekat membawa aku kesana, kalian akan tau akibatnya!"
"Yey, malah mengancam dia. Eh Tuan! Bagaimana tidak lapor polisi, dirimu saja sudah dalam keadaan begini, udah gitu belum bayar minuman pula," cetus Alma.
"Uangku banyak, nih kalian ambil saja semau kalian, tapi ijinkan aku tidur disini," ucap pria itu sembari mengeluarkan isi dompetnya dan setelah itu, ia langsung tepar lagi di tempat duduk yang sudah tersedia di bar itu. Kebetulan tempat duduknya ada empat kursi dan satu meja.
"Gimana? Ambil saja kah uangnya? Dan meninggalkan pria ini disini sendirian?" tutur Doni ragu.
"Mau gimana lagi, waktu sudah tidak memungkinkan, kita terpaksa meninggalkan pria ini disini. Dan untuk masalah uang itu, aku tidak berani mengambilnya. Mendingan ambil kartu identitasnya saja, jika nanti dia mengelak gak mau bayar, kan bisa lapor polisi," usul Ikhsan.
"Kan tadi dia sudah bilang, ambil saja uangnya. Kalau ngambil kartu identitas saja, ya buat apa? Pasti urusannya beda lagi," ujar Doni.
"Bener juga, darimana kita dapat kartu identitasnya kalau bukan dari dompetnya?" ujar Alma. "nanti disangkanya kita ambil isinya lagi!"
"Terus bagaimana dong? Aku sudah lelah ingin segera beristirahat," cetus Ikhsan.
"Sama aku juga," ujar Alma dan Doni dengan serempak.
Mereka bertiga duduk didekat pria itu sembari kebingungan, entah harus bagaimana lagi, mau melapor polisi pun mereka takut ancaman pria itu, sementara, mereka sudah kelelahan akibat bekerja seharian.
Melihat situasi seperti ini, Alma pun merasa kasian kepada kedua rekan kerjanya. Ia pun memutuskan untuk menjaga pria itu sampai benar-benar sadar dan berharap ada pihak keluarga yang menjemputnya. Sementara ia menyuruh rekan kerjanya untuk pulang terlebih dulu.
"Kamu serius? Nanti kalau terjadi sesuatu dengan kamu bagaimana? Sudah larut malam loh," ujar Doni khawatir.
"Tenang, Mas, aku bisa jaga diri. Kalian pulang saja, jangan khawatirkan aku. Keluarga di rumah pasti sedang menunggu kalian, kalau aku kan hanya sendirian di kos-an. Jadi santai saja, gak bakalan ada yang cemasin aku," ucap Alma dengan senyuman manisnya.
"Ya sudah kalau begitu, tapi janji ya, kalau ada apa-apa, hubungi kita," ucap Ikhsan.
"Baik, Mas,"
Kedua rekan kerjanya langsung meninggalkan Alma bersama pria itu, mereka merasa tidak enak hati kepada Alma, namun apa boleh buat mereka harus pulang, karena anak istrinya pasti sedang menunggu mereka di rumah.
Sementara, Alma masih setia menjaga pria itu sampai benar-benar tersadar, ia pun duduk didekat pria itu yang sedang tertidur pulas. Semakin malam, cuacanya semakin dingin, apalagi mereka berada di luar dan sudah pasti hal itu membuat mereka semakin kedinginan.
Ketika suasana dalam keheningan, pria itu mengigau, "Dingin!"
Alma yang sedang duduk disampingnya pun terperanjat kaget. Ia kebingungan, harus bagaimana lagi menghadapi pria itu, sementara ia pun kedinginan juga. Namun pria itu mengigau terus, saking tidak teganya, Alma terpaksa membuka jaketnya untuk pria itu. Ia tidak mempedulikan bagaimana nasib tubuhnya yang sama-sama sedang kedinginan juga.
*****
Waktu terus bergulir dengan begitu cepat. Alma pun akhirnya tertidur juga saking lelahnya sehabis bekerja. Ia tertidur didekat pria itu, hingga sang mentari pun telah menampakan sinar cahayanya kepada wajah gadis itu. Karena cahaya mentari itu menyilaukan matanya, ia pun terpaksa terbangun dari tidurnya. Dengan berat ia membuka matanya yang berwarna coklat secara perlahan-lahan. Setelah dalam situasi yang sadar, Alma terperanjat kaget karena pria itu sudah tidak ada lagi disisinya. Jaket yang telah ia berikan untuk menghangatkan tubuhnya pun, kini sudah kembali lagi ke tangan Alma, dimana saat pria itu mengembalikannya, dirinya masih dalam keadaan tertidur pulas.
"Loh, pria itu kemana? Dan jaket ini kenapa bisa ada padaku
lagi?" kata Alma dalam hatinya.*
**Bersambung...Flashback onDari kejauhan, terlihat dua orangBodyguar sedang mencari seseorang, yang tak lain adalah Bosnya sendiri. Sejak malam itu, mereka mencarinya ke setiap tempat namun tak kunjung juga menemukannya. Mereka juga sembari menanyakan kesetiap orang yang ada dijalanan, sambil memperlihatkan sebuah foto Bosnya, berharap ada orang yang mengenalinya.Benar saja, ketika duaBodyguard itu sedang menanyakan keseseorang dijalanan, orang itu mengetahui dimana Bosnya berada. Langsung saja kedua Bodyguard itu segera mencari ke tempat yang sudah diberitahu oleh orang yang tak dikenal itu. Dan akhirnya usaha mereka membuahkan hasil, mereka menemukan Bosnya di sebuah bar, dimana Alma dan pria itu sedang tertidur pulas di kursi luar yang sudah tersedia di tempat itu."Lihat! Ada orang di sana! Ayo kita hampiri saja," ucap salah satu bodyguarditu.
Waktu sudah menunjukan jam delapan pagi, dimana pagi itu, Alma baru saja sampai ke kos-annya setelah tertidur di luar bar bersama pria yang tak dikenalnya. Namun, keberuntungan pada perempuan itu adalah dia hanya tertidur dikursi tanpa melakukan hal-hal yang negatif."Ya ampun! Badanku serasa remuk semua, ini gara-gara laki-laki itu ngigau terus, aku sampai masuk angin. Udah ditolongin malah kabur," gerutu Alma sembari mengambil air minum.Gadis itu lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Ia hendak beristirahat lagi karena waktu untuk bekerjanya nanti adalah jam lima sore. Dan ini kesempatan bagi Alma untuk melanjutkan istirahatnya lagi. Namun tetap saja, meski bisa rebahan, ia tetap harus mencari sesuap nasi untuk mengisi perutnya yang sedari tadi berbunyi karena lapar. Untung saja, ada tukang bubur yang suka nawarin ke tempat kos-annya.Waktu pun begitu cepat, sehingga
Alma menatap Daffa dengan sorotan mata yang tajam. Ia tidak habis pikir, dalam benaknya, pria itu orang yang galak yang pernah ia temui. Namun kenyataannya tidak begitu, hampir beberapa kali Daffa meminta maaf kepada Alma atas prilakunya yang kurang mengenakan hati. Seketika Alma menarik nafas dalam-dalam seolah ingin membuang jauh-jauh rasa lelahnya, tanpa berpikir panjang lagi, ia pun langsung memberikan nomor ponselnya kepada pria itu dengan begitu mudahnya.Biasanya gadis itu pelit mengenai soal yang berhubungan dengan kepribadiannya, bahkan lebih pelit dari Nyi Endit. Namun, untuk seorang Daffa, ia malah memberikan nomor pribadinya itu dengan begitu saja, entah apa yang merasuki gadis itu, bisa-bisanya memberikannya dengan cuma-cuma.*****Daffa dan keduabodyguardnya masih berada di dalam bar. Mereka masih asyi
Pertanyaan Alma membuat kedua bodyguard itu tercengang. bagaimana tidak, ia melontarkan pertanyaan dengan begitu banyaknya sehingga keduanya tidak bisa menjawabnya."Kenapa kalian diam saja?" tegas Alma."I-itu! Dia masih disana," tunjuk Akmal sembari gelagapan."Kalau begitu kami permisi dulu, Nona!" ucap Farhan sembari menarik lengan Akmal agar secepatnya pergi dari tempat itu.Melihat gelagat kedua bodyguard itu, membuat Alma keheranan. Namun ia sudah tidak peduli lagi karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam itu."Dasar orang aneh, ditanya begitu saja, seperti ditanya hantu!"*****Ketika bar itu sudah mulai sepi, Daffa berusaha mendekati Alma yang sedang membereskan botol minuman. Daffa ingin lebih dekat dengan gadis itu, karena ia mulai menyukainya. Sesuatu yang disukai,
Sejenak gadis itu terdiam membisu. Apa yang dikatakan seorang Ceo sungguh membuat gadis itu terpana bahkan situasinya semakin gugup."Ke-kenapa nungguin aku? Kalau mau pulang ya pulang saja!" ucap Alma menyunggingkan bibirnya."Lagian, kenapa tadi tidak ikut pulang sama teman-teman kamu?" tambah Alma."Teman? Teman yang mana? Aku disini tidak punya teman, selain kamu," tutur Daffa."Loh! Tadi yang ngobrol sama kamu di dalam bar siapa? Masa tiba-tiba amnesia? Lagi pula, di sini siapa yang mau temanan sama kamu?" ucap Alma mengkerlingkan matanya."Oh, mungkin yang dimaksud dia, bodyguard aku," ucap Daffa dalam hatinya."Oia, maaf aku lupa hehe," ucap Daffa cengengesan."Tapi, bukankah kita sudah menjadi teman?" ucap Daffa dengan pedenya."Sejak kapan?" Alma malah balik tanya."Ya ampun! Bukannya tadi di dalam bar ki
Kamar Alma begitu kecil, di dalamnya terdapat satu buah kasur kecil dan kamar mandi saja. Tidak ada lemari maupun televisi. Ia sengaja memilih tempat tinggal yang sangat murah, karena yang paling penting bagi dirinya adalah bisa tidur dan bisa mandi. Saat mereka berdua masuk ke dalam, suasananya menjadi hangat. Bahkan diantara mereka berdua sudah tidak ada rasa canggung dan gugup lagi. Mereka mengobrol seperti sudah terbiasa, sementara di luar hujannya sangat deras."Biasanya pulang kerja, aku suka langsung tidur sampai pagi! Tapi berhubung kamu membawakan aku makanan, jadi aku akan makan. Tapi sepertinya kita makan bareng saja, soalnya kamu bawa makanannya banyak banget, siapa lagi yang akan makan kalau bukan kita!" tutur Alma mengawali percakapannya."Oke! Setuju!" ujar Daffa sumringah.Mereka berdua pun akhirnya makan bersama meski waktu sudah menunjukan pukul satu malam, karena akan mubazir jika makanan itu dibuang.
Waktu semakin bergulir dan mereka berdua masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi dibarengi dengan pelukan yang hangat, membuat keduanya enggan untuk terbangun dari mimpi indahnya. Mereka berdua terlihat begitu dekat dan belum ada tanda-tanda untuk sadarkan diri.Tidak lama kemudian, sinar mentari mulai menyambut indahnya pagi hari. Suara burung pun berkicau kian terdengar syahdu mengiringi kabut setelah hujan semalaman. Serta jam beker juga telah berbunyi sangat nyaring sehingga membangunkan Daffa dari mimpi indahnya.Pria itu mulai membuka matanya pelan-pelan. Namun ada sesuatu yang membuat dirinya merasakan sesak dan terasa berat di dadanya. Seperti tertimpa sebuah benda berat yang menutupi semua badannya. Setelah matanya terbuka lebar, akhirnya ia pun tau apa yang telah menimpa pada dirinya. Ya, sebuah tangan dengan jari yang lentik mendarat di dadanya. Begitu juga dengan kaki yang kecil nan panjang menghimpit kaki Daffa hingga ia tak bisa
Sementara, Daffa yang sedang memainkan ponselnya ikut panik karena ia tidak tau harus bagaimana mengatasinya."Duh! Gimana ini! Bukain pintu apa enggak ya?" gumam Daffa yang begitu bimbang. Ia pun segera mengumpat dibalik pintu meski tidak akan ada yang bisa melihatnya karena masih dalam keadaan tertutup gorden."Pasti kamu sedang mandi ya, Al? Bibi tungguin aja deh disini," kata tukang bubur itu sembari duduk-duduk di depan kos-annya.Dan tidak lama kemudian, para pembeli yang sudah menjadi langganannya, saling menghampiri untuk membeli bubur buatannya. Mereka saling menanyakan Alma karena pintunya masih dalam keadaan tertutup. Bahkan ada sebagian orang yang saling menanyakan juga siapa pemilik mobil mewah itu. Karena sedari tadi, tidak ada yang mengakuinya. Mereka saling ngerumpi lagi sembari menunggu Ama selesai mandi.Dan beberapa menit kemudian, Alma pun selesai mandi, namun karena ia masuk dengan terburu