Share

BAB 4

"Aku terlalu lelah untuk berlari.. ini sudah dibatas kemampuanku". sembari merebahkan tubuhku bersandar di salah satu batang pohon besar ditengah hutan. Suasana yang tidak asing bagiku, tapi entah dimana aku berada sekarang.

"Teruslah berjalan Aqueene, sebentar lagi kau akan sampai". Suara itu terus saja memacu ku untuk berlari entah kemana arahnya.

Langit mulai tampak gelap, tapi aku tetap bisa melihat dengan jelas suasana disekelilingku, angin menembus tajam masuk ke kulit, tapi aku tidak merasakan dingin sedikitpun.

"Larilah Aqueene! LARI.."

Suara yang berbeda memintaku untuk lari.

"Papa!".

Aku meyakinkan diriku jika yang terdengar adalah suara ayahku. Suasana bertaut menjadi kelam, kabut embun dimana-mana menutupi pandanganku.

"Teruslah berjalan Aqueene!"

"Lari Aquenne! Lari.."

Suara-suara itu terus menyaut secara bergantian menghiasi isi kepalaku. Aku melihat sekeliling mencari jalan, tapi yang ku temui hanyalah ribuan pasang mata berwarna merah terang mengintai dari kegelapan. "Apa ini ancaman?" Sekuat apapun aku berlari mereka terus mengejar dan...

"Aaaa.... Hah, Hah, Hah"

Aku terbangun dari mimpi yang beberapa hari ini terus menghantuiku. Setelah kejadian yang terjadi dikampus beberapa waktu lalu, dan mengenai percakapan terakhirku bersama papa dan mama, tentang apa yang terjadi mendatangkan banyak hal aneh. Pertama-tama mimpi yang terus berulang dan berikutnya adalah wolfku yang semakin sering tidak kuasa untuk ku kontrol lagi. Dami.., wolfku bernama 'Damicielle' sudah terbangun dari tidurnya.

Beberapa hari yang lalu, Dami memperkenalkan diri padaku dan juga pada kedua orang tuaku. Yang tentu saja membuat mama dan papa tunduk hormat padanya. Kata papa wolfku spesial, tapi dia tidak begitu ku spesial'kan apalagi seperti saat ia tidak patuh dan tidak ingin dikontrol olehku.

"Ene..." Papa menghampiriku dengan gerakan lembut mengusap rambut dan punggungku, sedikit menenangkan dari mimpi buruk yang ku alami.

"Papa, mimpi itu datang lagi". Peluhku bercucuran, hanya sekedar mengingat mimpi itu saja membuatku takut. Papa mencoba menenangkan dan menemaniku hingga tertidur lelap.. apa aku tidur??? Tentu saja tidak. Terlalu takut untukku mengulang lagi kejadian buruk dalam klise mimpi malam ini, jadi ku putuskan untuk bertemu dengan Dami, serigala yang mendiami tubuhku..

Aku diberi karunia lebih untuk bisa mengunjungi alam sadarku dan berbicara langsung dengan wolfku.

"Sangat gelap disini..." Ucapku pelan sembari terus berjalan yang entah kemana tujuannya.

"Kau disini Ene?! Ada apa?". Suara Dami terdengar dari dalam kegelapan.

"Aku hanya ingin mengunjungimu Dami-ku, mimpi buruk itu datang lagi dan diluar sana papa sedang berusaha menidurkanku"..

Aku melihat sepasang mata abu-abu nampak dalam kegelapan, perlahan wolf Dami keluar dari persembunyiannya.

Sangat elegan dan menawan, mata yang indah.. bulu putih bersih halus dan lebat. "Beginikah wujud wolfku" aku tersenyum seketika melihat Dami dengan posisi duduk tepat di hadapanku. "sangat cantik". Dikepala Dami terdapat tanda 'Α' , bukan luka ataupun tempelan. Tanda itu hanya terlihat menyatu begitu saja.

Tanganku terulur mengelus pucuk kepalanya, tanda sayang. Tapi Dami bukanlah pets diluaran kebanyakan manusia punya, Dami adalah aku! Bagian dariku yang tidak akan pernah bisa dipisahkan.

Dami hanya terdiam tunduk dengan memejamkan mata saat tanganku begitu lihai mengelus kepalanya berlanjut ke sekujur bulu ditubuhnya.  Berdiam diri bersama Dami membuatku lebih tenang dibandingkan bersama yang lain, kami berdua hanya terdiam untuk beberapa saat.

Suara nafas beratku bahkan terdengar membuat mata Dami yang tadinya terpejam kembali terbuka memperlihatkan warna matanya yang indah.

"Kembalilah Ene.. ini sudah pagi".

Aku terkesiap bangkit ketika Dami menyadarkanku.

"Pagi?.. bagaimana bisa? Aku baru saja disini beberapa menit yang lalu". Belum aku mendengar sanggahan dan jawaban dari pertanyaanku, mataku tiba-tiba saja terbuka dengan hardikkan cahaya matahari yang menembus sela-sela horden jendela kamarku..

Aku bangkit dari tempat tidur menuju ruang makan, terlihat mama sedang menyiapkan sarapan untuk kami. "Pagi ma..". Satu kecupan mendarat dikeningku seperti biasanya.

"Pagi sayang.. nikmati sarapanmu sebelum berangkat ke kampus, Lucia datang menjemput" ucap mama tenang tanpa tambahan kata lagi, mendengar hal itu, mataku menyergap ke sekeliling arah rumah.

"Dimana Lucia ma?". Aku menengok disekeliling tapi tak kutemui setitikpun batang hidung seorang Noblesse yang mengaku sebagai penjaga sekaligus pelayanku itu.

"Lucia pergi kepinggir hutan menemani papa jalan-jalan pagi" aku hanya terdiam, masih terlalu pagi memikirkan hal-hal rumit yang terjadi antara papa dan lucia. Anggap saja mereka hanya sekedar berjalan dan berkenalan seperti biasanya - batinku.

"Dimana El...? Ene tidak melihatnya beberapa hari ini".

Baru saja aku tersadar jika adik sematawayangku sudah tidak nampak beberapa hari setelah kejadian itu. Aku mendengar mama menarik nafas berat sebelum berbalik menatapku dengan senyum khasnya.

"Kau lupa, Elrayeen adikmu sedang melatih karunia alami yang diperolehnya setelah bertemu dengan Damicielle". Aku terdiam sejenak seraya mengingat kejadian yang dimaksud.

"Ah.. Ene lupa mama.. Kapan El pulang?"..

"Mungkin malam ini, bertepatan dengan purnama"..

Tidak ada lagi percakapan diantara kami sampai aku selesai dengan sarapanku dan berpamitan untuk bersiap-siap ke kampus.

Sembari di kamar aku mencoba membuka mindlink untuk berkomunikasi dengan El dan juga mencoba untuk mengaktifkan kendaliku agar bisa melihat dimana dia berada sekarang.

"Ene.. " panggil Dami membuyarkan konsentrasiku.

"Ada apa?"...

"El sedang berada pada tahap terakhir membangkitkan kekuatan werewolf dalam dirinya. Jangan mengganggunya..".

Dami sungguh membuatku kesal dengan perkataannya. "Sarkastik sekali nada bicaramu Dami! Aku tidak akan mengganggunya". Ucapku seraya memutuskan mindlink antara kami, sang wolf menyebalkan..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status