Share

Part 3

Alea mendatangi Chandra di kantin dan membawa laki-laki itu keluar dari sana menjauh dari teman-temannya. Padahal di sana juga ada Leon, namun untuk sementara ini Leon tidak menarik di mata Alea, urusannya kali ini jauh lebih penting daripada mendekati Leon.

“Ada apa, Al? Tumben lo nyariin gue?” tanya Chandra, ia merasa heran karena tiba-tiba Alea mencarinya dan menariknya ke sebuah lorong yang sepi.

“Gue mau nanya Chan, Lo bilang kakak Lo punya kafe ‘kan?” Alea langsung to the point dengan maksud dan tujuannya mencari Chandra.

“Ah itu, iya, kakak gue baru buka kafe sebulan yang lalu. Emangnya kenapa, Al?”

“Gini, Lo tahu kan kalau gue punya hutang banyak banget sama Juna. Sekarang gue butuh kerjaan, Lo bisa enggak bantuin gue biar kerja di tempat kakak Lo. Gue butuh banget kerjaan buat nyicil utang gue sama Juna, tempat laundry tetangga gue dijual,” pinta Alea. Wajahnya terlihat memelas sekali.

Chandra terkejut baru kali ini Alea memelas meminta bantuan, karena biasanya Alea tidak akan seperti ini. Bukan Alea sekali meminta bantuan kepada orang lain apalagi sampai meminjam uang kepada temannya sendiri.

Chandra tahu jika Alea punya hutang kepada Juna sebanyak lima juta untuk melunasi SPP yang nunggak selama tiga bulan sekaligus membayar SPP bulan ini.

Sepertinya Alea memang benar-benar sedang kesusahan, walaupun Alea bukan orang susah sebenarnya. Secara Om Fian ‘kan pemilik perusahaan percetakan dan kakek-nenek Alea dari pihak ibu maupun pihak ayahnya pemilik perusahaan terbesar di Indonesia

“Ya udah, pulang sekolah nanti Lo ikut gue ke kafe kakak gue, siapa tahu dia lagi butuhin karyawan baru,” ujar Chandra.

Mata Alea langsung berbinar. “Serius Chan? Makasih banget, Lo emang sahabat terbaik gue!” kata Alea yang benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

Chandra tersenyum kecut. Cuma sahabat, ya?

“Chan makasih ya, gue bener-bener hutang budi sama Lo,” ujar Alea sekali lagi.

Chandra terkekeh “Iya sama-sama, santai aja elah kayak ke siapa aja kita ‘kan best friend,” balasnya.

Alea tersenyum bahagia, ia benar-benar bahagia. Sangat, akhirnya dia akan segera punya pekerjaan untuk bisa bertahan hidup.

“Sekali lagi thanks ya Chan! Kalo gitu gue balik ke kelas dulu, sorry tadi udah ganggu waktu Lo sama temen-temen Lo,” pamitnya.

“Enggak ikut ke kantin? Ada Leon di sana, tumben enggak nempel sama dia,” ledek Chandra, pasalnya ia tahu Alea memang selalu menempel pada Leon. Di mana ada Leon pasti di situ ada Alea.

Alea tertawa seraya mengangkat bahunya acuh. “Enggak ah, males enggak ada si cabe juga di sana,” balas Alea.

Kening Chandra berkerut. “Maksudnya? Gue enggak ngerti deh, Al.”

Siapa yang dimaksud si cabe oleh Alea.

Alea terkekeh lalu menepuk bahu laki-laki itu. “Bukan apa-apa, udah ah sana Lo balik ke temen Lo, gue mau ke kelas!” ucap Alea sebelum akhirnya pergi dari sana meninggalkan Chandra sendirian.

Kalau Alea jadi bekerja di tempat kakaknya, ia jadi bisa lebih dekat dengan gadis itu bukan?

****

“Papa, malam ini nginep lagi di sini, ya. Qila mau tidur sama papa lagi,” pinta Qila yang tengah bergelayut manja di lengan Fian.

Saat ini Fian dan keluarga kecilnya tengah menikmati makan malam di kediaman mereka. Sudah tiga hari Fian tidak pulang ke rumah Alea, karena Qila sempat sakit dan ingin di rawat olehnya. Mau tidak mau Fian terpaksa harus menginap di sana, meninggalkan Alea di rumah sendirian.

“Besok pagi-pagi papa ke sini lagi, ya. Papa harus pulang, kasihan Alea sendirian di rumah.” Fian mengusap rambut Qila lembut mencoba memberi pengertian kepada putri bungsunya itu.

“Pulang kemana sih, Pa?! Ini 'kan rumah Papa juga, aku juga anak Papa! Harusnya Papa tinggal di sini! Bukan bolak-balik ke rumah itu!” ketus Qila. Ia marah, hanya karena Alea Papanya itu sampai rela bolak-balik ke sana-kemari.

Mila hanya diam menyimak pembicaraan suami dan putrinya. Ia menikmati makan malamnya dengan tenang. Mila sudah lelah dengan sikap suaminya yang selalu mengutamakan Alea dan menomor duakan Qila. Padahal Qila juga anaknya.

“Sayang Papa mohon kamu ngertiin posisi Papa ya—“

“Kenapa enggak dia aja sih yang tinggal di sini sama kita?! Kalau kaya gitu 'kan Papa enggak harus capek bolak-balik!” protes Qila. Kenapa juga Alea tidak ingin tinggal bersama mereka.

Bukannya Fian tidak ingin mengajak Alea tinggal bersama, Fian ingin sekali keluarga kecilnya ini utuh, akur, hidup berdampingan. Namun Alea selalu menolak dengan berbagai alasan. Seperti kemarin saat ia mencoba membujuk Alea tinggal bersama dengan Mila.

“Itu keluarga Papa , bukan keluarga Alea. Jadi Papa aja yang tinggal sama mereka, Dara sendirian juga enggak apa-apa!” tegas Alea

Fian tidak punya siapa-siapa lagi selain mereka bertiga. Ia di usir oleh orang tuanya karena telah mempermalukan keluarga besarnya dengan berselingkuh dengan adik angkat istrinya.

Fian diusir, tidak dianggap anak oleh mereka, dan ia pergi tanpa membawa apa-apa.

Waktu itu Alea diberi pilihan untuk tetap tinggal bersama kakek dan neneknya di mansion mewah itu atau ikut bersama papanya. Dan ternyata Alea lebih memilih ikut dengan sang papa.

“Sayang bukan gitu, Papa sayang kalian berdua—“

“Kalau Papa sayang sama Qila, Papa nginep di sini lagi malam ini!” tegas Qila.

Fian membuang napasnya kasar, lalu ia merogoh kantong celananya. Mengambil ponselnha dan mengirim pesan kepada putrinya yang mungkin sekarang tengah menunggunya pulang.

Setelah mengetikan beberapa kata lalu mengirimnya kepada Alea.

“Oke, Papa nginep di sini lagi,” ujar Fian pada akhirnya. Yang membuat Mila dan Qila sama-sama mengulas senyum. Mereka berhasil memonopoli Fian kembali.

****

Papa

Sayang, malam ini papa lembur jadi enggak bisa pulang. Jangan nungguin, ya. Love You.

Alea berdecih saat membaca pesan dari papanya itu.

“Pembohong besar!” maki Alea.

Alea menahan sesak yang menjalar ke hatinya. Padahal malam ini ia sudah memasak untuk makan malam, tadinya ia ingin makan malam bersama sang papa karena sudah lama Alea tidak makan bersama papanya.

Tadi papanya bilang akan pulang malam ini, namun lagi-lagi papanya itu bohong.

Alea tahu papanya itu bukan lembur, melainkan pulang ke rumah istri dan anak kesayangannya.

Dengan perasaan sesak Alea menyantap makan malamnya sendirian lagi. Ia menelan bulat-bulat nasi yang ada di mulutnya.

Andai saja dulu Alea memilih tinggal bersama nenek dan kakeknya pasti sekarang Alea akan hidup bahagia, namun waktu itu Alea belum mengerti apa-apa, ia hanya mengikuti permintaan terakhir sang mama untuk ikut bersama papanya.

Alea tidak paham apa maksud ucapan mamanya yang mengatakan bahwa ia harus merebut papanya kembali, namun sekarang Alea paham. Alea harus merebut papanya dari kedua perempuan devil itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status