Alea mendatangi Chandra di kantin dan membawa laki-laki itu keluar dari sana menjauh dari teman-temannya. Padahal di sana juga ada Leon, namun untuk sementara ini Leon tidak menarik di mata Alea, urusannya kali ini jauh lebih penting daripada mendekati Leon.
“Ada apa, Al? Tumben lo nyariin gue?” tanya Chandra, ia merasa heran karena tiba-tiba Alea mencarinya dan menariknya ke sebuah lorong yang sepi.
“Gue mau nanya Chan, Lo bilang kakak Lo punya kafe ‘kan?” Alea langsung to the point dengan maksud dan tujuannya mencari Chandra.
“Ah itu, iya, kakak gue baru buka kafe sebulan yang lalu. Emangnya kenapa, Al?”
“Gini, Lo tahu kan kalau gue punya hutang banyak banget sama Juna. Sekarang gue butuh kerjaan, Lo bisa enggak bantuin gue biar kerja di tempat kakak Lo. Gue butuh banget kerjaan buat nyicil utang gue sama Juna, tempat laundry tetangga gue dijual,” pinta Alea. Wajahnya terlihat memelas sekali.
Chandra terkejut baru kali ini Alea memelas meminta bantuan, karena biasanya Alea tidak akan seperti ini. Bukan Alea sekali meminta bantuan kepada orang lain apalagi sampai meminjam uang kepada temannya sendiri.
Chandra tahu jika Alea punya hutang kepada Juna sebanyak lima juta untuk melunasi SPP yang nunggak selama tiga bulan sekaligus membayar SPP bulan ini.
Sepertinya Alea memang benar-benar sedang kesusahan, walaupun Alea bukan orang susah sebenarnya. Secara Om Fian ‘kan pemilik perusahaan percetakan dan kakek-nenek Alea dari pihak ibu maupun pihak ayahnya pemilik perusahaan terbesar di Indonesia
“Ya udah, pulang sekolah nanti Lo ikut gue ke kafe kakak gue, siapa tahu dia lagi butuhin karyawan baru,” ujar Chandra.
Mata Alea langsung berbinar. “Serius Chan? Makasih banget, Lo emang sahabat terbaik gue!” kata Alea yang benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
Chandra tersenyum kecut. Cuma sahabat, ya?
“Chan makasih ya, gue bener-bener hutang budi sama Lo,” ujar Alea sekali lagi.
Chandra terkekeh “Iya sama-sama, santai aja elah kayak ke siapa aja kita ‘kan best friend,” balasnya.
Alea tersenyum bahagia, ia benar-benar bahagia. Sangat, akhirnya dia akan segera punya pekerjaan untuk bisa bertahan hidup.
“Sekali lagi thanks ya Chan! Kalo gitu gue balik ke kelas dulu, sorry tadi udah ganggu waktu Lo sama temen-temen Lo,” pamitnya.
“Enggak ikut ke kantin? Ada Leon di sana, tumben enggak nempel sama dia,” ledek Chandra, pasalnya ia tahu Alea memang selalu menempel pada Leon. Di mana ada Leon pasti di situ ada Alea.
Alea tertawa seraya mengangkat bahunya acuh. “Enggak ah, males enggak ada si cabe juga di sana,” balas Alea.
Kening Chandra berkerut. “Maksudnya? Gue enggak ngerti deh, Al.”
Siapa yang dimaksud si cabe oleh Alea.
Alea terkekeh lalu menepuk bahu laki-laki itu. “Bukan apa-apa, udah ah sana Lo balik ke temen Lo, gue mau ke kelas!” ucap Alea sebelum akhirnya pergi dari sana meninggalkan Chandra sendirian.
Kalau Alea jadi bekerja di tempat kakaknya, ia jadi bisa lebih dekat dengan gadis itu bukan?
****
“Papa, malam ini nginep lagi di sini, ya. Qila mau tidur sama papa lagi,” pinta Qila yang tengah bergelayut manja di lengan Fian.
Saat ini Fian dan keluarga kecilnya tengah menikmati makan malam di kediaman mereka. Sudah tiga hari Fian tidak pulang ke rumah Alea, karena Qila sempat sakit dan ingin di rawat olehnya. Mau tidak mau Fian terpaksa harus menginap di sana, meninggalkan Alea di rumah sendirian.
“Besok pagi-pagi papa ke sini lagi, ya. Papa harus pulang, kasihan Alea sendirian di rumah.” Fian mengusap rambut Qila lembut mencoba memberi pengertian kepada putri bungsunya itu.
“Pulang kemana sih, Pa?! Ini 'kan rumah Papa juga, aku juga anak Papa! Harusnya Papa tinggal di sini! Bukan bolak-balik ke rumah itu!” ketus Qila. Ia marah, hanya karena Alea Papanya itu sampai rela bolak-balik ke sana-kemari.
Mila hanya diam menyimak pembicaraan suami dan putrinya. Ia menikmati makan malamnya dengan tenang. Mila sudah lelah dengan sikap suaminya yang selalu mengutamakan Alea dan menomor duakan Qila. Padahal Qila juga anaknya.
“Sayang Papa mohon kamu ngertiin posisi Papa ya—“
“Kenapa enggak dia aja sih yang tinggal di sini sama kita?! Kalau kaya gitu 'kan Papa enggak harus capek bolak-balik!” protes Qila. Kenapa juga Alea tidak ingin tinggal bersama mereka.
Bukannya Fian tidak ingin mengajak Alea tinggal bersama, Fian ingin sekali keluarga kecilnya ini utuh, akur, hidup berdampingan. Namun Alea selalu menolak dengan berbagai alasan. Seperti kemarin saat ia mencoba membujuk Alea tinggal bersama dengan Mila.
“Itu keluarga Papa , bukan keluarga Alea. Jadi Papa aja yang tinggal sama mereka, Dara sendirian juga enggak apa-apa!” tegas Alea
Fian tidak punya siapa-siapa lagi selain mereka bertiga. Ia di usir oleh orang tuanya karena telah mempermalukan keluarga besarnya dengan berselingkuh dengan adik angkat istrinya.
Fian diusir, tidak dianggap anak oleh mereka, dan ia pergi tanpa membawa apa-apa.
Waktu itu Alea diberi pilihan untuk tetap tinggal bersama kakek dan neneknya di mansion mewah itu atau ikut bersama papanya. Dan ternyata Alea lebih memilih ikut dengan sang papa.
“Sayang bukan gitu, Papa sayang kalian berdua—“
“Kalau Papa sayang sama Qila, Papa nginep di sini lagi malam ini!” tegas Qila.
Fian membuang napasnya kasar, lalu ia merogoh kantong celananya. Mengambil ponselnha dan mengirim pesan kepada putrinya yang mungkin sekarang tengah menunggunya pulang.
Setelah mengetikan beberapa kata lalu mengirimnya kepada Alea.
“Oke, Papa nginep di sini lagi,” ujar Fian pada akhirnya. Yang membuat Mila dan Qila sama-sama mengulas senyum. Mereka berhasil memonopoli Fian kembali.
****
Papa
Sayang, malam ini papa lembur jadi enggak bisa pulang. Jangan nungguin, ya. Love You.
Alea berdecih saat membaca pesan dari papanya itu.
“Pembohong besar!” maki Alea.
Alea menahan sesak yang menjalar ke hatinya. Padahal malam ini ia sudah memasak untuk makan malam, tadinya ia ingin makan malam bersama sang papa karena sudah lama Alea tidak makan bersama papanya.
Tadi papanya bilang akan pulang malam ini, namun lagi-lagi papanya itu bohong.
Alea tahu papanya itu bukan lembur, melainkan pulang ke rumah istri dan anak kesayangannya.
Dengan perasaan sesak Alea menyantap makan malamnya sendirian lagi. Ia menelan bulat-bulat nasi yang ada di mulutnya.
Andai saja dulu Alea memilih tinggal bersama nenek dan kakeknya pasti sekarang Alea akan hidup bahagia, namun waktu itu Alea belum mengerti apa-apa, ia hanya mengikuti permintaan terakhir sang mama untuk ikut bersama papanya.
Alea tidak paham apa maksud ucapan mamanya yang mengatakan bahwa ia harus merebut papanya kembali, namun sekarang Alea paham. Alea harus merebut papanya dari kedua perempuan devil itu.
Leon berdecak kesal saat Alea menghalangi jalannya.“Lo bisa enggak sih jauh-jauh dari gue!” bentak Leon, bahkan ia tak segan-segan mendorong tubuh Alea agar menjauh darinya.Hampir saja Alea jatuh tersungkur, namun Alea sangat baik dalam menjaga keseimbangan tubuhnya hingga ia tidak jadi jatuh.“Leon kdrt mulu sama Lea! Baru juga pacaran gimana nanti kalo kita udah nikah coba?” ucap Alea tanpa dosa, padahal di samping Leon ada Qila, namun Alea tidak peduli. Alea menganggap Qila seperti sosok yang tak kasat mata.“Apaan, sih! Dasar cewek gila!” maki Leon tepat di depan wajah Alea.Bukannya marah Alea justru tertawa. “Iya, Leon. Alea juga sayang kok sama Leon,” balasnya sambil terkikik geli.Alea sama sekali tidak sakit hati dengan ucapan Leon. Sudah biasa Alea mendengar Leon mengatainya dengan kata-kata kasar lainnya. Alea tidak peduli, sangat tidak peduli. Lagi pula ada yang lebih sakit diband
Ini adalah hari pertama Alea bekerja di kafe milik kak Alya. Kakak perempuan Chandra. Kemarin Chandra membawanya ke kafe kakaknya dan mengenalkannya kepada kak Alya.Sesuai janjinya kepada Alea, Chandra meminta bantuan kepada kakaknya untuk memperkerjakan Alea di kafe milik kakaknya itu.Awalnya Alya tidak setuju karena ia tidak tega memperkerjakan anak sekolah, namun setelah mendengar cerita adiknya, akhirnya Alya pun luluh dan mengizinkan Alea bekerja di kafenya, dengan catatan Alea hanya bekerja paruh waktu.“Al, udah waktunya kamu pulang sayang. Udah, itu simpan aja. Biar nanti karyawan lain yang anter.” Suara Alya menginterupsi kegiatan Alea yang sibuk melayani para pengunjung.Alea menoleh, ia mendapati kak Alya yang tengah tersenyum ke arahnya. Ya ampun, senyuman kak Alya mengingatkannya dengan senyuman Chandra. Mentang-mentang keduanya adik-kakak.“Besok kamu 'kan harus sekolah, pulang aja, enggak apa-apa kok,” titah
Oh mengapa kau tinggalkan aku..Sean memetik gitar sedangkan Alea bernyanyi. Mereka sekarang berada di kontrakan Sean sesuai permintaan Alea tadi perempuan itu ingin main sebentar di sana.Kebetulan kontrakan Sean tidak ada batasan tamu mau bertamu jam berapa dan apa pun jenis kelaminnya.Sean mengontrak sebuah rumah di salah satu komplek. Kontrakan Sean juga memiliki pagar cukup tinggi hingga orang-orang tidak bisa melihat dengan jelas siapa saja tamu yang berkunjung.Papa....Oh...Papa.....Memperhatikan raut wajah gadisnya yang begitu menghayati lirik lagu yang dinyanyikannya. Hati Sean berdenyut nyeri melihat Alea yang selalu menyembunyikan rasa sakitnya.Alea selalu tersenyum untuk menutupi luka yang dibuat oleh papanya. Sean tahu Alea menderita karena papanya yang selalu tega membohonginya demi bersama keluarga barunya.Oh mengapa kau tinggalkan pergi...Papa....Oh...
Hari minggu pagi, Fian dan keluarga kecilnya baru saja selesai sarapan, sekarang laki-laki itu tengah menonton TV di ruang keluarga dengan secangkir kopi buatan Mila.Qila kebetulan juga ada di sana, duduk di sofa menunggu Leon yang katanya hari ini akan main ke rumahnya.“Pa, hari ini kita jalan-jalan yuk. Aku kangen, udah lama kita enggak jalan-jalan,” ajak Qila pada papanya. Bertepatan dengan Mila yang datang dari arah dapur sambil membawa nampan yang berisi kue buatannya.“Iya Pa, udah lama kita enggak pergi sama-sama.” Mila setuju dengan ajakan putrinya, kini perempuan itu duduk di samping suaminya.“Leon juga mau kesini, sekalian aja kita jalan-jalan berempat,” ucap Qila lagi.Fian mengambil cangkir yang berisi kopi kemudian meneguknya.“Iya, Papa setuju. Kalau gitu Papa telepon Alea dulu, kita ajak dia, ya,” ujar Fian sesaat setelah kembali menaruh cangkirnya pada piring tatak.Qi
“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, lima puluh, wah! Lea dapet tujuh ratus lima puluh!” Alea girang, ia baru saja menghitung upah hasil dari cuci baju dan setrika baju milik tetangganya.“Kalau tiap hari aku dapet segini terus, aku bisa cepet lunasin hutang aku sama Juna!” ucap Alea. Ia senang bukan main. Ini adalah penghasilan terbesarnya selama ia bekerja sebagai buruh cuci baju dan setrika baju tetangganya. Bahkan saat ia masih bekerja di tempat laundry milik Bu Sari, Alea hanya mendapatkan upah sebesar delapan puluh ribu tiap harinya.“Minggu depan aku gajian dari kafe! Uang aku jadi banyak nih, Kak!” Alea heboh sendiri. Ia memamerkan penghasilannya kepada Sean.Sean terkekeh melihat kehebohan Alea. Pacarnya itu heboh sendiri ketika menghitung penghasilannya hari ini. Mungkin Alea senang karena dapat uang dari hasil keringatnya sendiri. Selain itu upahnya kali ini lebih besar dari upah sebelumnya.Mereka saa
Pagi ini Alea ceria sekali. Alea berjalan sambil bersenandung, wajahnya tak henti-henti menampilkan senyum manisnya.Penasaran apa yang membuat gadis itu bahagia? Sederhana saja, tadi pagi ia sarapan bersama sang papa, lalu berangkat ke sekolah juga diantar oleh papa, tak lupa sebelum tadi Alea turun dari mobil papanya itu memberikan kecupan hangat di keningnya.Uh! Alea bahagia sekali pokoknya. Kebahagiaannya tidak bisa di deskripsikan.Belum lagi sewaktu ia bangun tadi, pertama kali ia mengecek ponsel, Alea mendapat pesan manis dari sang pujaan hati. Siapa lagi kalau bukan Sean, ditambah lima hari lagi ia akan gajian di kafe kak Alya! Lengkap sudah kebahagiaan Alea.Alea mudah sekali memaafkan papanya, walaupun papanya itu sering kali berbohong padanya, tapi Alea tetap tidak bisa membenci laki-laki yang menjadi cinta pertamanya itu.Sering kali Alea bilang jika nanti papanya pulang, ia tidak akan mau peduli lagi. Alea akan masa bodoh dengan sang
Alea dan Leon berjalan berdampingan. Kali ini tidak ada keributan yang terjadi. Leon tampak tenang dan tidak ada tanda-tanda Leon akan mengamuk atau marah-marah seperti biasanya jika ia berdekatan dengan Alea.Orang-orang yang melihatnya pun merasa heran. Bahkan ada beberapa siswa laki-laki yang iseng nyeletuk ke Leon.“Yon, kok kagak marah-marah kayak biasanya? Sekarang akur ya, sama si Neneng geulis,” celetuk salah satu murid laki-laki yang mempunyai mulut lemes kayak perempuan.Leon dan Alea tampak tidak mempedulikan ocehan murid laki-laki itu. Mereka fokus dengan pikiran mereka masing-masing.Alea heran, kenapa Leon tidak marah-marah atau sebagainya saat berdekatan dengannya?Sementara itu, Leon masih merasa bersalah kepada Alea. Dimaafkan semudah itu oleh Alea, membuatnya semakin merasa bersalah dan menjadi laki-laki pengecut yang tega main fisik sama perempuan. Jika mamanya tahu, pasti ia akan kena hukuman dan ceceran lain-lain dari m
Sekarang ini Sean ada di rumah Alea atau istilah gaulnya mah, Sean lagi ngapelin pacarnya.Kebetulan juga Alea sendirian di rumah, karena papanya belum pulang. Entah papanya akan pulang atau tidak, Alea belum tahu. Papanya belum memberi kabar.Tapi, jika jam delapan nanti papa tidak pulang, maka Alea akan menginap di kontrakan Sean.Bukan sekali, dua kali Alea menginap di kontrakan Sean. Alea sering menginap di sana. Tapi tenang saja, Alea dan Sean tidak pernah berbuat macam-macam. Tidur saja mereka terpisah. Alea tidur di kamar Sean, sementara itu Sean tidur di kamar adiknya.“Semoga aja Papa enggak pulang malam ini, ya, Kak.”Saat ini Alea tengah duduk di pangkuan Sean. Alea sibuk mengelus rambut hitam legam Sean.“Emangnya kenapa kalau Papa pulang? Bukannya kamu seneng, ya, kalau Papa pulang?” tanya Sean heran. Tidak biasanya Alea berharap seperti itu.Alea tersenyum, ia mencubit gemas hidung mancung Sean yang mirip perosotan itu. “Kan ka