Share

Part 7

Hari minggu pagi, Fian dan keluarga kecilnya baru saja selesai sarapan, sekarang laki-laki itu tengah menonton TV di ruang keluarga dengan secangkir kopi buatan Mila.

Qila kebetulan juga ada di sana, duduk di sofa menunggu Leon yang katanya hari ini akan main ke rumahnya.

“Pa, hari ini kita jalan-jalan yuk. Aku kangen, udah lama kita enggak jalan-jalan,” ajak Qila pada papanya. Bertepatan dengan Mila yang datang dari arah dapur sambil membawa nampan yang berisi kue buatannya.

“Iya Pa, udah lama kita enggak pergi sama-sama.” Mila setuju dengan ajakan putrinya, kini perempuan itu duduk di samping suaminya.

“Leon juga mau kesini, sekalian aja kita jalan-jalan berempat,” ucap Qila lagi.

Fian mengambil cangkir yang berisi kopi kemudian meneguknya.

“Iya, Papa setuju. Kalau gitu Papa telepon Alea dulu, kita ajak dia, ya,” ujar Fian sesaat setelah kembali menaruh cangkirnya pada piring tatak.

Qila mendengkus, sementara itu Mila memutar bola matanya malas. Lagi-lagi Alea! Papa itu selalu saja begitu, tidak pernah melewatkan Alea dalam hal apa pun. Qila dan Mila jadi kesal ‘kan jadinya. Maksud Qila mengajak jalan-jalan pada papanya itu, jalan-jalan keluarga. Hanya ia, papa, Mama, dan Leon. Tidak ada Alea. Alea bukan bagian dari mereka.

“Enggak bisa ya, Pa, kita pergi berempat aja? Enggak usah ajak Lea, Qila enggak suka!” Qila menolak keras keinginan papanya yang ingin mengajak Alea pergi bersama mereka. Yang ada nanti Alea memonopoli papa, dan papa lupa dengan keberadaannya dan juga mama jika ada Alea di antara mereka.

Kening Fian berkerut heran, sedang Mila mengangguk setuju.

“Kenapa? Kamu sama Alea berantem lagi?” tanya Fian.

“Enggak sih, Pa. Aku enggak pernah ngajak Alea ribut, tapi dia yang selalu mulai cari gara-gara sama aku! Papa tahu enggak, sih, di sekolah dia suka gangguin aku kalau lagi sama Leon. Apa-apaan banget coba. Anak kesayangan Papa nyebelin banget tuh!” Qila mengadu.

Selalu begitu, Qila bilang jika Alea anak kesayangan papanya, sedangkan Alea bilang jika Qila adalah anak kesayangan papa. Jadi sebenarnya yang anak kesayangan itu siapa?

Sebenarnya Fian tidak pernah membedakan kasih sayang antara Qila maupun Alea. Fian menyayangi keduanya, hanya saja rasa sayang Fian pada Alea itu berbeda. Alea lahir dari perempuan yang dicintainya, sementara Mila lahir dari perempuan cinta sesaatnya.

Ya, Mila adalah cinta sesaatnya. Sampai sekarang Fian menyesali perbuatannya yang menyeleweng dari Jihan. Fian butuh seseorang untuk menyalurkan kebutuhan biologisnya, waktu itu Jihan tengah mengandung, usia kandungannya masih sangat muda dan tidak disarankan berhubungan intim. Lalu datang Mila, menawarkan sebuah hubungan yang sampai saat ini Fian sesali. Tapi walaupun begitu, kelahiran Qila tidak pernah disesalinya. Karena bagaimana pun Qila adalah darah dagingnya.

Alea dan Qila selalu bersaing untuk mendapatkan perhatian papa. Mereka seakan berkompetisi saling merebut perhatian sang papa untuk membuktikan siapa orang yang menempati posisi pertama di hati papa mereka.

“Papa harap, kamu sama Alea bisa akur! Mau gimana pun Alea itu kakak kamu,” ujar Fian pada putrinya.

“Qila sih mau-mau aja nerima dia sebagai kakak, tapi Alea-nya mau enggak nerima aku sebagai adik? Selama ini aku udah berusaha bersikap baik ya, Pa, sama Alea,” balas Qila yang tentunya bohong.

Qila tidak sudi harus menganggap Alea sebagai kakaknya. Alea adalah musuhnya.

“Selama ini Mama juga berusaha buat ambil hati Alea, tapi selalu gagal. Yang ada Alea malah semakin benci sama Mama. Kayaknya sampai kapan pun Alea enggak akan nerima Mama sama Qila. Alea udah terlanjur benci sama Mama dan Qila,” timpal Mila menambahi kebohongan putrinya agar suaminya percaya jika selama ini ia dan Qila berusaha mengambil hati Alea.

“Alea masih labil, Papa mohon sama kalian untuk terus bersabar. Papa yakin suatu saat nanti Alea bisa nerima semuanya. Kita nanti bisa hidup bahagia sama-sama,” ujar Fian mencoba membuat istri dan putrinya mengerti dan bersabar dengan Alea.

Fian yakin semua akan indah pada waktunya.

“Sampai kapan Pa? Sabar terus, semua orang juga punya batas kesabarannya kali, apalagi ngehadapin orang kayak Alea. Papa tahu enggak, kemarin dia dipanggil ke ruang TU gara-gara nunggak uang SPP selama tiga bulan!” adu Qila.

Awalnya dia tidak ingin mengadukan hal ini kepada papanya, namun melihat papanya yang selalu membela Alea, ia jadi membongkarnya. Bukan bermaksud caper pada sang papa menunjukkan jika ia lebih baik dari pada Alea, namun Qila ingin papanya itu tahu bagaimana kelakuan Alea yang sebenarnya.

Qila ingin papanya tahu jika Alea tidaklah sebaik apa yang papanya katakan selama ini. Alea juga sama seperti anak broken home lainnya.

Fian terkejut mendengar perkataan Qila. Apa katanya tadi, Alea belum membayar uang SPP-nya selama tiga bulan? Uang yang selama ini ia transfer ‘kan kepada Alea dipakai untuk apa?

“Enggak mungkin Alea nunggak uang SPP-nya selama tiga bulan. Papa tiap bulan kasih dia uang buat bayar sekolah bahkan papa lebihin karena papa jarang pulang ke sana akhir-akhir ini!” ucap Fian.

Karena Fian sekarang lebih sering bersama mereka dari pada Alea. Fian realistis walaupun ia sayang pada Alea, namun Fian juga butuh Mila untuk memenuhi kebutuhan biologisnya sebagai seorang laki-laki. Fian manusia biasa, ia mempunyai hawa nafsu sebagaimana orang pada umumnya.

“Mungkin karena waktu kecil Alea, maaf, kurang dapat didikan dari almarhum mamanya jadi dia kaya gitu.” Mila menambahkan ucapan Qila.

Mila sengaja berkata demikian agar suaminya tidak lagi memuji-muji Alea dan mendiang Jihan yang sudah lama meninggal.

Iya, mungkin karena Alea hidup dalam keluarga yang broken home. Mamanya meninggal waktu Alea masih kecil, lalu papanya punya istri lagi. Alea jadi kurang dapat perhatian, makanya sekarang Alea jadi seperti itu. Fian berpikir demikian.

“Sama Mama juga dia enggak ada sopan-sopannya, tapi Mama sabar aja, karena mau bagaimana pun juga dia tetep anak Mama walaupun bukan anak kandung.”

Mila dan Qila bergantian menjelek-jelekkan Alea di depan Fian. Mereka berdua sengaja melakukan itu supaya papanya membenci Alea. Dan mereka berdua menjadi satu-satunya prioritas papa.

Fian diam, dia memikirkan ucapan-ucapan yang anak dan istrinya katakan tentang Alea. Apa benar Alea seperti itu? Apa ia salah mendidik Alea selama ini makanya sekarang Alea berubah menjadi pribadi seperti itu?

Selama ini yang Fian tahu Alea itu anak penurut, tidak pernah melakukan hal aneh-aneh, Alea anak yang patuh ia selalu menghormati orang tua, kecuali dengan Mila. Fian memakluminya karena bagaimana pun Mila telah merebut dirinya dari mamanya.

“Menurut Mama Alea seperti ini gara-gara almarhumah Jihan, dia—“

“Cukup!”

Seketika Mila menghentikan perkataannya.

“Jangan sekali-kali kalian menjelekkan almarhumah Jihan! Apa kalian enggak malu menjelekkan orang yang sudah meninggal! Jika benar Alea seperti ini, itu bukan gara-gara mamanya, tapi gara-gara Papa! Papa selalu fokus dengan kalian hingga lupa dengan Alea!”

Setelah mengatakan itu Fian pergi ke depan. Ia tidak terima anak dan istrinya menjelek-jelekkan Jihan yang notabenenya adalah ibu dari anaknya, perempuan yang sangat ia cintai hingga saat ini.

Sementara itu, Mila sakit hati saat Fian membentak dirinya demi membela Jihan yang orangnya sudah lama meninggal. Ada atau tidaknya Jihan, posisinya tidak akan pernah special di hati suaminya. Maka dari itu, Mila membenci Jihan! Mila juga membenci Alea yang merupakan anak Jihan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status