Rayhan tidak menyangka bahwa niat papa dan mama nya ternyata serius. Ya, Rayhan akan dijodohkan oleh kedua orangtuanya, karena gagal membawa calon menantu ke hadapan mereka pada waktu yang telah mereka tentukan.
Otaknya terus berpikir bagaimana caranya ia bisa membawa calon mantu untuk kedua orang tuanya, sedang ia terlalu sibuk mengurusi perusahaannya dan ia sama sekali enggan berdekatan dengan makhluk yanga berjenre perempuan.
Yuda, asisten pribadinyapun angkat tangan. Rayhan menetapkan begitu banyak persyaratan yang sangat sulit dipenuhi. Tinggi badan tidak boleh melebihi dirinya dan tidak boleh membuat dirinya membungkukkan badan ketika harus berbicara dengan gadis itu, tidak boleh terlalu cantik, tidak boleh jelek, harus pintar, dan harus bisa membuatnya tertawa lepas.
Yuda hampir gila memikirkan persyaratan yang Rayhan tetapkan. Bagaimana ia tidak pusing tujuh keliling jika Rayhan sendiri tidak ingin dipertemukan dengan gadis-gadis yang dibawa oleh Yuda untuk diperkenalkan padanya. Bersalamanpun ia tidak mau apalagi berdiri berdekatan dengan gadis asing yang tidak ia kenal sama sekali. Harus dimana ia menemukan gadis yang sesuai dengan kriteria Rayhan, yang bisa membuat Rayhan tergerak sendiri mendekati dirinya.
Dan, pagi ini, acara ramah tamah dengan teman, rekan bisnis papanya, secara tidak terduga, Rayhan menarik dan memeluk seorang gadis asing, dan mengakuinya sebagai calon istrinya. Yuda yang saat itu sedang berdiri tidak jauh dari Rayhan dan sedang membawa beberapa nampan berisikan makanan ringan yang baru saja diantar oleh Siti, merekam kejadian itu dari awal sampai akhir, dari mulai Rayhan yang secara tiba-tiba menarik gadis asing kedalam pelukannya, dan berdiri begitu dekat sambil berbisik di telinga gadis itu.
Yuda pun mengernyitkan keningnya. Sungguh kebetulan sekali. Gadis itu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Rayhan. Rambut lurus sepanjang bahu, ekspresi wajah yang jelas memperlihatkan bahwa ia bukanlah gadis yang bisa dikadalin, tegas dan pantang menyerah.
Tiba-tiba ponsel di tas pinggang Siti berdering. Dilepaskannya tangannya dari lengan kokoh Rayhan. Membalikkan badan dan berjalan menjauh dari Rayhan.
Rayhan tertegun. Siapa gadis yang bersamanya tadi. Mengapa gadis itu bersikap biasa saja ketika bertemu dengannya? Tidak seperti gadis-gadis lain yang langsung salah tingkah ketika berada di dekatnya? Apa dia tidak pernah mengenali wajahku? Berbagai pertanyaan melintas di kepala Rayhan. Dirinya merasa tidak terima karena ada seorang gadis yang sama sekali tidak tertarik dengannya, bahkan berani membalas tatapan tajamnya.
Siti langsung mengangkat ponselnya.
"Ya halo, Bu.. Iya, minta tunai Bu..ini sekarang Siti sedang menunggu pembayarannya," jawab Siti sambil netranya mencari-cari wanita paruh baya yang menerima nota darinya tadi. Wajahnya seketika sumringah karena tampak tak jauh dari ia berdiri, wanita yang ia maksud sedang bergegas mendatanginya."Sudah dulu ya Bu, ini mau menghitung jumlah uangnya.. Iya, terimakasih bu."Siti mengakhiri panggilan tersebut dan berjalan mendekat ke arah wanita tadi."
"Kemana saja mba...saya cari kesana sini kok menghilang begitu saja," si Ibu itu bertanya sambil mengatur nafas keliatannya beliau benar-benar mengitari rumah dan halamannya demi mencari dirinya."Diteras Bu, tadi kebetulan bertemu dengan langganan di toko roti Bu," jawab Siti berbohong. Tak apalah berbohong, toh bukan berbohong dengan emak dan bapaknya, batin Siti. Meski sebenarnya ia tadi sedang disandera oleh pria asing yang narsis, yang mengaku-akui Siti sebagai calon istri kepada orang-orang yang Siti tidak kenal sama sekali.Andaikan Siti tahu, bahwa pria yang tadi menyanderanya adalah anak dari si ibu ini. Artinya Siti secara tidak langsung sudah bertemu dengan calon mertua palsu nya.
Siti menghitung uang yang diberikan kepadanya. Pas. Saatnya balik ke toko, ucapnya dalam hati. Setelah memasukkan uang tersebut ke dalam tas pinggangnya, Siti berpamitan dan berjalan ke arah mobil operasional toko rotinya. Dibukanya pintu mobil di samping kiri, ternyata rekan drivernya sudah standby, menunggunya daritadi."Ayok, tancap gas, kita balik ke toko. Keburu mister ganteng idolaku datang. Jangan sampai Asih yang melayani dia. ntar si mister ogah lagi beli kue dan roti ditempat kita," perintah Siti kepada rekannya driver yang bernama Maman itu. Maman tersenyum mendengar ocehan Siti. Siti dan Asih memang musuh bebuyutan, namun jika salah satu dari mereka tertimpa masalah, maka mereka akan rukun, saling menghibur dan mendukung layaknya saudara kandung padahal bukan.Lima belas menit kemudian, Siti tiba di toko. Secepat kilat ia masuk dan segera mencari bu Ida untuk menyetorkan uang pelunasan pesanan hari ini tadi. Ia tidak mau berlama-lama membawa uang toko. Takut kalau-kalau ada tuyul yang tahu jika ia membawa uang banyak, bisa-bisa berkuranglah jumlah uang dari yang seharusnya, dan Siti yang harus bertanggung jawab, mengganti uang yang hilang itu. Bila itu terjadi, habislah ia disidang emak bapaknya semalam suntuk, dan Siti tidak mau hal itu menimpa dirinya. Lebih baik segera ia setorkan uang itu, dan segera bergegas menjaga toko, menunggu mister idolanya.
Siti melepas tas pinggangnya dan meletakkan dibawah meja kasir. Ponselnya ia pindahkan ke meja kasir. Siti mencatat transaksi yang terjadi hari ini, dari nota pembelian dicatat ke buku, yang nantinya akan di input ke komputer.Ting ting.
Terdengar seseorang membunyikan bel order. Siti menengadahkan wajahnya mencari sosok yang membunyikan bel itu, dan ia menatap senang sosok idamannya telah datang. Tuan mister idolanya sudah datang.
"Selamat Siang Tuan Arken?" sapa Siti beranjak berdiri dari duduknya di belakang meja kasir.Yang disapa hanya menganggukkan kepalanya, lalu mulai konsentrasi memilih cake dan roti yang hendak di belinya."Untuk sendiri atau untuk oleh-oleh tuan?" tanya Siti mencoba memberi bantuan karena sedari si mister belum juga menentukan pilihannya."Nenek,"sahutnya datar."Oh untuk diberikan ke nenek.. Kalau begitu tuan bisa membawakan puding tiramisu ini tuan, rasa puding ini tidak terlalu manis tapi pas untuk orangtua karena mengandung kadar gula yang rendah.. Puding ini pun teksturnya lembut, jadi bisa langsung ditelan tanpa harus dikunyah terlebih dulu," Siti menerangkan panjang lebar."Oke, puding tiramisunya satu dan puding stroberinya satu, kemasannya tolong dipisah ya.."jawab Arken singkat, lalu ia berjalan ke meja kasir dan membayar puding pesanannya. Siti menerima pembayaran dari laki-laki itu, lalu berkata,"Silahkan tunggu sebentar ya tuan. Biar dikemas dulu orderannya,". Arken kembali mengangguk lalu berjalan menuju sofa di tengah ruang, menunggu orderannya dikemas. Siti mengantarkan pesanan yang telah selesai ia kemas. Ia berjalan menghampiri pria yang sedang bermain dengan benda pipih berwarna perak di tangannya."Silahkan, Tuan. Pesanannya sudah selesai dikemas. Terimakasih atas kedatangannya. Kami tunggu kedatangan selanjutnya," ucap Siti sambil menyerahkan paperbag berisi dua puding ke tangan Arken. "Oke, sama-sama. Terimakasih Sizuka," jawab Arken, beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar, lalu menghilang masuk ke dalam mobil merahnya.Pagi itu, Rayhan bangun kesiangan. Ia lupa bahwa ada rapat yang harus dihadiri jam 8 pagi. Ia menggeliatkan tubuhnya diatas kasur, masih dengan mata terpejam. Setelah puas merenggangkan otot-otot badannya, Rayhan perlahan membuka kelopak matanya. Berkejap-kejap untuk beberapa detik. Ia lalu bangun dari tidurnya dan duduk sejenak di pinggir kasurnya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja kecil persis di samping tempat tidurnya. Ia mematikan ponselnya semalam karena menghindari teror telpon dari salah satu perempuan yang di jodohkan dengannya. Begitu tombol on ia tekan, terdengar nada notifikasi berkali-kali dan begitu banyak pesan yang masuk. Baru saja ia hendak meletakkan kembali ponselnya di atas meja yang sama, ponselnya berdering. Tanpa melihat siapa yang memanggil, Rayhan menjawab panggilan itu. "Halo?" jawabnya datar. "Bos, saya sudah membawa semua berkas yang diperluk
Siti terus menyunggingkan senyum manisnya sepanjang ia menjaga kasir hari ini. Ia merasa hari ini adalah hari keberuntungannya. Mengapa? Karena hari ini ia bertemu 3 cogan. Yang pertama adalah pelanggan baru sedang yang kedua baru 3 kali ini Siti bertemu dan yang terakhir, siapa lagi jika bukan Tuan Arken, pria idamannya, pria tampan berlesung pipi di pipi kanannya, berperawakan tinggi, berkulit putih, bola mata berwarna coklat gelap dan berhidung mancung. Cogan pertama, datang di pagi hari, tak lama setelah gerai dibuka, tepatnya tiga puluh menit setelah ia dan rekan-rekannya selesai menata roti-roti dan kudapan yang baru saja keluar dari dapur. Menggunakan setelan jas dan celana panjang berwarna navy dengan kemeja berwarna biru langit dibalik jasnya yang berwarna senada dengan celana panjangnya. Berkulit putih dengan mata tajamnya yang dinaungi alis berwarna hitam pekat bak busur panah. Hidungnya yang mancung dengan &nb
Siti masih tidak percaya dengan penglihatannya. Mengapa keberuntungannya hanya sampai sore hari, dan kini berganti dengan kemalangan? Mengapa dirinya harus bertemu dengan pria gila itu lagi? Beraneka pertanyaan bermunculan di kepalanya sedangkan indera penglihatannya masih sibuk mengamati pria yang berada di samping kanannya, yang duduk di belakang kemudi. Rayhan masih menatap Siti dengan senyuman yang hanya dirinya sendiri yang mengerti arti dibaliknya. Tampak kebahagiaan terselip di balik senyumannya. Satu masalah selesai. Ya, permintaan kedua orangtuanya yang mengharuskannya membawa calon istri pura-puranya untuk makan malam bersama di rumah mereka besok malam minggu, menjadi masalah besar bagi Rayhan. Namun, masalah itu kini sudah ia temukan solusinya. Karena secara tidak sengaja ia bisa kembali bertemu dengan calon istri pura-pura-nya itu berkat Siti. Rayhan sebenarnya dalam perjalanan pulang dari kantor.
Siti tidak menyangka bila pria arogan di sampingnya ini, ternyata berani bersikap kurang ajar pada dirinya. Menggendong dirinya tanpa minta ijin lebih dulu. Mata Siti menatap Rayhan dengan penuh dendam. "Kenapa? Dirimu kesal karena aku menggendongmu tanpa ijin dulu, begitu?" tanya Rayhan menebak dengan benar apa yang menjadi kekesalan Siti saat ini. "Kalau aku minta ijin dulu belum tentu juga kamu akan memberiku ijin, yang ada justru tendangan mautmu yang akan melayang ke wajahku yang tampan ini," sahut Rayhan sambil mengelus-elus wajahnya. Bersikap narsis biar Siti semakin menjadi sebal. "Hoeeek!! Tampan dilihat darimana,hah? Dilihat dari puncak gunung lawu pake sedotan, masuk akal itu," jawab Siti sarkas sambil matanya menerawang lalu terbahak-bahak sendiri. Rayhan menjadi kesal sendiri. Maksud hati ingin membuat Siti kesal justru dia yang kena batunya. Dia menambah kec
Sudah dua hari ini, sejak dirinya bertemu dengan si pria arogan, hidup Siti menjadi kacau dan galau. Setiap hari dirinya harus mendengarkan ceramah pagi ala sang emak mengenai bagaimana cara menjadi istri yang baik bagi suaminya. Seperti pagi ini. Siti yang masih bersembunyi dibalik selimut, semakin enggan meninggalkan kasurnya karena mendengar ocehan emaknya sedari subuh. Pria arogan menyebalkan itu sudah merusak semua tatanan kehidupan yang sudah susah-susah Siti bangun. Siti semakin membenci laki-laki itu. Meski tampan tapi menyebalkan, Siti ogah berhubungan lebih lama lagi. Ia harus menghindari laki-laki itu. Gedoran di pintu kamarnya terdengar untuk kesekian kalinya. Dengan rasa malas, Siti beranjak bangun dari balutan selimut tebalnya. Setelah merapikan kamarnya, Siti meraih handuk barunya dari dalam lemari, lalu membuka pintu kamarnya dan berjalan ke arah kamar mandi tanpa mengindahkan sang emak yang masih saj
Siti membanting tas ranselnya ke atas kasur. Lagi, pria itu membuatnya kehilangan kesempatan untuk bercakap-cakap dengan idolanya. Untuk kesekian kalinya, Tuan Arken meninggalkan toko roti itu dengan wajah masam. Sebenarnya, Siti agak bingung juga dengan sikap Tuan Arken yang tiba-tiba ngambek karena kehadiran si manusia arogan yang Siti benci bukan kepalang. Laki-laki tampan itu pergi begtu saja dengan wajah kesal, setelah Rayhan meminta ijin untuk berbicara dengan Siti sambil menarik pergi gadis itu.Teringat percakapannya dengan pria angkuh yang ia benci sampai sumsum tulang belakangnya. Mengancam akan menghancurkan segala usaha yang sedang dirintis kedua orang tuanya, bila dirinya mangkir dari acara makan malam bersama dengan orangtua pria angkuh itu nanti malam.Ketika ia hendak menumpahkan kekesalannya, dengan cara meneriaki nama orang yang membuatnya kesal, Siti baru ingat bahwa ia tidak tahu nama calon suami pura-puranya itu. Ia hanya memberi nama Rayha
Rayhan membawa Siti ke sebuah toko baju yang terkenal di kota itu. Ia memilihkan sendiri pakaian yang harus dikenakan Siti. Bisa dibayangkan Rayhan yang berjalan bolak-balik dari satu rak ke rak yang lain mengambil baju dan menempelkannya ke badan Siti yang berada di belakangnya. Siti hanya mengikutinya dari belakang. Ingin rasanya ia duduk saja di kursi tunggu dan membiarkan calon suaminya itu berjalan kesana kemari sendiri tapi harapannya itu sia-sia karena tangan Rayhan tidak lepas dari pergelangan tangannya.Siti tidak berani banyak protes karena ia takut akan diancam harus membayar semua baju yang dipilihkan Rayhan nantinya. Ia ikuti terus langkah tubuh tegap di depannya. Andai kau benar-benar pria yang aku cintai dan kita benar-benar saling mencintai, aku sangat ingin memelukmu dari belakang, khayal Siti melihat punggung tegap Rayhan dari belakang. Ditengah keasyikannya mengkhayal, Siti terpaksa harus merelakan hidungnya yang setengah mancung itu mencium punggung
Setelah menjadikan foto dirinya sendiri sebagai wallpaper ponselnya, barulah Siti duduk tenang sembari bersenandung kecil, tapi masih bisa terdengar oleh Rayhan. Rayhan kembali mengingat sudah berapa kali dirinya dan Siti berdiri berdekatan dan tak jarang sampai bersentuhan kulit, namun rasa tidak nyaman dan panik seperti biasanya, tidak pernah ia rasakan. Anak kecil ini justru dengan bebasnya berada di sekeliling dirinya dan itupun tidak mendapat penolakan dari tubuhnya. Dirinya malah merasa nyaman seperti bila ia berdekatan dengan sang mama. Mobil Rayhan berhenti setelah membelok ke kanan dan berhenti tepat di sebuah rumah besar, sangat besar menurut Siti. Tak berapa lama, gerbang putih yang tinggi menjulang itu terbuka dan masuklah mobil Rayhan dengan perlahan. Ia kemudian keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Siti. Tatkala Siti menjejakkan kakinya ke tanah, Siti menjerit. Rayhan langsung mendelik kaget. "Ada apa?" tanya Rayhan menatap Siti bingung.&n