Share

Lamarkan

Setelah menjadikan foto dirinya sendiri sebagai wallpaper ponselnya, barulah Siti duduk tenang sembari bersenandung kecil, tapi masih bisa terdengar oleh Rayhan. Rayhan kembali mengingat sudah berapa kali dirinya dan Siti berdiri berdekatan dan tak jarang sampai bersentuhan kulit, namun rasa tidak nyaman dan panik seperti biasanya, tidak pernah ia rasakan. Anak kecil ini justru dengan bebasnya berada di sekeliling dirinya dan itupun tidak mendapat penolakan dari tubuhnya. Dirinya malah merasa nyaman seperti bila ia berdekatan dengan sang mama. 

Mobil Rayhan berhenti setelah membelok ke kanan dan berhenti tepat di sebuah rumah besar, sangat besar menurut Siti. Tak berapa lama, gerbang putih yang tinggi menjulang itu terbuka dan masuklah mobil Rayhan dengan perlahan. Ia kemudian keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Siti. Tatkala Siti menjejakkan kakinya ke tanah, Siti menjerit. Rayhan langsung mendelik kaget.

"Ada apa?" tanya Rayhan menatap Siti bingung.  

"Itu...." jawab Siti sambil menunjukkan kakinya yang masih menggunakan sepatu kets. Rayhanpun melongo lalu menepuk keningnya. Sial. Ia lupa, karena terlalu konsentrasi pada penampilan gaun dan wajah Siti, ia sama sekali tidak memperhatikan sepatu yang dikenakan Siti. Ia pikir Siti sudah mengerti bila memakai gaun seperti itu maka yang dipakai adalah high heels bukannya sepatu kets seperti sekarang yang ia pakai. 

Karena sudah terlanjur sampai di rumah orang tuanya, Rayhanpun pasrah. Semoga mama nya tidak mempermasalahkan sepatu kets yanag dikenakan Siti. Ia menarik tangan Siti dari duduknya, lalu mereka berjalan beriringan memasuki rumah besar bercat putih itu.     

Mendengar langkah kaki yang berjalan memasuki rumahnya, mama Rayhan pun keluar dari kamarnya dan bergegas menuruni anak tangga, hendak melihat siapa yang datang. Ia menantikan kedatangan putranya yang berjanji akan mengajak calon istrinya makan malam bersama dengan dirinya dan suami. Ketika kakinya menapak lantai setelah turun dari anak tangga terakhir, terdengar suara percakapan dua orang yang salah satunya mirip dengan suara sang anak.

"Rayhan!" panggil wanita itu.

Rayhan memalingkan wajahnya dari perempuan di sebelahnya, ke arah suara wanita itu.

"Ma.." jawabnya sambil melangkahkan kakinya lebih cepat sambil menggandeng tangan Siti agar tidak terlepas dari genggaman tangannya. Ia lalu mencium kedua pipi sang mama lalu mengenalkan Siti pada sang mama.

"Ini ma, calon istri Rayhan, Siti namanya." Rayhan menggandeng tangan Siti lalu  memperkenalkannya pada sang mama.

Wanita paruh baya itu melihat Siti dengan seksama. Ia merasa pernah bertemu dengan gadis yang berdiri di hadapannya ini. Wajah manis ini pernah liat deh, tapi dimana ya,batin mama Ray mengalihkan pandangannya ke langit-langit rumah, seakan disana memutar ulang memorinya untuk beberapa hari ke belakang.

"Hai, tante. Saya Siti..." suara Siti yang renyah dan ramah membuat mama Ray kembali menatap Siti. 

"Kamu..." Ia ragu-ragu untuk melanjutkan perkataannya. Takut salah mengenali orang.

"Iya tante, Saya yang seminggu lalu mengantar pesanan snack untuk acara keluarga tante," Siti tanpa malu menceritakan siapa dirinya sebenarnya. Berharap bila wanita anggun di depannya ini akan menolak mentah-mentah kemauan putra semata wayangnya yang ingin memperistri dirinya.

"Aaaah, kamuuuu..." Siti kaget mendengar teriakan kecil mama Ray, hingga tak mampu mengekspresikan kebingungannya. Ia melihat beberapa kali ke arah Rayhan, berharap Rayhan akan memberitahukan arti teriakan sang mama. Namun, Rayhan diam saja, karena dirinya jugga tidak mengerti arti teriakan mamanya itu. 

Mama Ray berjalan mendekati Siti dan langsung memeluknya tanpa basa-basi, menambah kebingungan Siti.

"Sini-sini, ayo kita duduk disini dulu sembari menunggu papanya Ray yang masih sibuk di kamar," ajak mama Ray sambil menarik tangan Siti, dan menepis tangan Rayhan yang masih memegangi tangan Siti.  Siti hanya mengikuti kemana dirinya dibawa. Pasrah adalah kuncinya, gumamnya dalam hati. Ditariknya nafas dengan pelan lalu membuangnya masih dengan perlahan.

"Ehmm, tante benar-benar tidak menyangka jika yang dimaksud Rayhan adalah kamu. Kalau saja waktu acara itu Rayhan memberitahu tante tentang kamu, pasti saat itu tante dan oom langsung memperkenalkan kalian kepada tamu undangan. Jadikan, nggak sia-sia mereka datang. Tapi ya sudah, kemarin ya kemarin, sekarang ya sekarang," Mama Ray berucap panjang lebar.

Hohoho... kenapa urusannya jadi serius begini batin Siti menatap Rayhan meminta pertanggungjawaban.

" Jadi kapan bisa diumumkan acaranya?" Mama Rayhan mengambil kacamata bacanya di meja televisi sembari memegang kalendar meja yang berada tepat di samping kacamata baca yang sekarang membingkai kedua matanya. 

"Acara apa,Tan?" Siti semakin depresi. Pembicaraan ini lama kelamaan membuat dirinya merasa di ujung jalan buntu, yang membuatnya terpaksa menyerah, karena ia  tidak punya pilihan lain selain menyerah. Rayhan melihat kepanikan di wajah Siti dan ia tidak bisa menyalahkannya , karena ia pun tidak mengira bahwa pertemuan ini, yang dipikirnya hanya untuk perkenalan biasa ternyata justru menjadi pembicaraan yang lebih serius. Jauh dari bayangan dan perkiraannya. 

"Loh ya jelas acara pertunangan kalianlah, atau mau langsung acara pernikahan?" tanya mama Rayhan tersenyum lebar. Ia sama sekali tidak mengira bahwa tipe gadis seperti ini yang mampu menyandera hati anak semata wayangnya. Terlebih lagi,  ia bahagia karena kelainan Rayhan yang selalu merasa tidak nyaman bila berdekatan dengan lawan jenisnya menghilang bila ia berdekatan dengan Siti. Buktinya, Rayhan bisa memegang tangan Siti. Berdiri berdekatan dengan Sitipun tidak menimbulkan kepanikan seperti sebelum-sebelumnya.

"Nanti kateringnya pakai tempat kamu saja ya... Tante suka  makanan-makanan sederhana di sana, jadul tapi tetap rasanya sama dengan rasa jaman dulu." Mama Rayhan kembali meletakkan kalendar berwarna dasar kuning pucat itu. Ia kemudian melangkah ke ruang makan setelah melihat sang suami sudah keluar dari ruang kerjanya. Rayhan  menyusul di belakangnya setelah menarik tangan Siti, tarikan yang bermakna perintah untuk mengikuti sang mama. 

Makan malam hari itu berjalan lancar secara keseluruhan. Makan malam yang sangat berkesan bagi Siti karena ia tidak akan melupakan seberapa tegang dirinya menghadapi pertanyaan-pertanyaan calon mertua pura-puranya. Andai tidak ingat dengan ancaman pria angkuh itu, ia akan berteriak bahwasanya dia bukanlah siapa-siapa bagi Rayhan kecuali hanya seorang calon istri bayaran yang disewa sang anak.

Setiap kali ia diberi pertanyaan atau sekedar dimintai pendapat, Siti akan selalu melemparkan pandangan membunuhnya ke arah Rayhan sebelum memberi jawaban, karena pria angkuh itu sama sekali tidak membantunya. Hingga pertanyaan yang ke tujuh, Siti mulai kehabisan kesabaran, berniat memberitahukan apa yang sebenarnya kepada kedua orang tua Rayhan.

"Jadi begini, oom  tante sekalian,  sebenarnya  awal mulanya dari pertemuan tidak sengaja kami.  Rayhan dan saya hendak mengakhiri  acara kami masing-masing. Saat itu..." jawaban Siti terputus, membuat mama Ray mengalihkan pandangan ke arah Rayhan karena perkataan putranya yang tiba-tiba memutuskan perkataan Siti.

"Minggu depan, Pa. Minggu depan Papa tolong lamarkan Siti untuk Rayhan," Rayhan mengucapkan dengan lantang hingga membuat Siti membulatkan matanya dengan sempurna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status