Share

Mereka Datang

Malam itu Venus tak bisa tidur. Ia pergi ke halaman belakang rumah Ildara yang megah. Halaman itu tersambung dengan hutan lebat yang gelap dan tampak menakutkan.

Venus melatih dan mengerahkan Bakat-nya dengan kegilaan yang tak kunjung mereda. Sekali Ildara pernah menegur Venus karena terlalu berlebih-lebihan dalam mengerahkan Bakat Petir, sehingga menciptakan guntur dan petir di mana-mana.

Beberapa pohon di dalam hutan tampak terbakar. Namun, dalam ketidaksadaran, ia juga menurunkan hujan lebat di atasnya, sehingga api cepat padam.

Venus membentak liar pada Ildara dan mengusirnya dengan percikan-percikan listrik. Setelah itu si kuyang tak lagi muncul untuk menegurnya.

Venus membentak ke udara saat beberapa pohon di tepi hutan tercerabut dan terlempar satu-dua meter jauhnya.

Belasan banaspati tiba-tiba melesat dan melemparkan api ke arah Venus. Namun, makhluk-makhluk itu tak mendapatkan ketakutan Venus, sehingga ukuran dan kekuatan mereka tak lebih baik dari sebelumnya.

Venus menggertak lagi. Ia menggempur makhluk-makhluk berapi itu dengan tanah dan air yang berasal dari air hujan. Begitu para banaspati itu lenyap tak berbekas, Venus ambruk telentang ke atas tanah.

Ia melepas semua Bakat dalam sekali sentakan. Yang tersisa kini hanyalah gerimis nan semakin berkurang.

Venus menutup mata saat rintik hujan membasahi wajahnya. Ia menghela tubuhnya hingga terduduk dengan perasaan kebas. Venus tahu saat ini ia sedang merasakan apa.

Sakit hati. Dendam. Kebencian.

(Bagaimana rasanya, Putri Bizura? Bagaimana rasanya?)

Venus terkeranjat. Ia menoleh ke sana kemari dengan bingung. Namun, ia tak mendapati siapa-siapa. Anak itu menyeka air hujan dari wajah dan mengusap rambut sebahunya yang basah ke belakang.

Venus ragu-ragu. “Mustaka?”                 

(Bukan, Bizura. Bukan.)

Kata-kata yang seakan bernada … Venus mengingatnya.

“Kaisar?” ia berkata tak percaya. “Itukah kau? Bagaimana—”

(Aku bisa bertelepati pada siapa pun yang kumau, Bizura. Aku bisa.) Suara itu terkekeh di pikiran Venus. (Kulihat kau sudah mulai memberikan kepercayaanmu padaku.)

Venus telentang lagi. Matanya menatap awan-awan gelap yang kini berangsur-angsur menjauh dari atas sana. Hujan sudah reda sepenuhnya.

“Aku masih belum paham akan konsep itu, Kaisar,” desah Venus pelan. Kepalan tangannya membuka-tutup dengan gamang. “Aku hanya … marah, kau tahu? Aku benci pada mereka. Semuanya menganggapku—”

(Aku paham, Bizura. Aku paham.)

Venus tiba-tiba tertawa ironis. “Aku baru teringat satu hal, Kaisar.”

(Aku mendengarkan. Sungguh mendengarkan.)

“Giris Druiksa—” Venus memejamkan matanya sesaat. “—maksudku Kakek. Dulu dia pernah menginginkan aku mati. Tapi, kenapa sekarang justru sebaliknya?”

Angin malam yang menusuk tulang bertiup pelan, menggigilkan tubuh Venus. Venus duduk kembali dan mencoba memeluk dirinya sendiri seperti anak kecil.

(Pernahkah aku mengatakan alasan kenapa aku tertarik padamu?) Kaisar bertanya.

Dia pernah, jadi Venus mengangguk. “Tapi ia juga berkata bahwa kalian menjagaku sejak … sejak Langit membuangku. Ketidaksinkronan informasi itu membuatku benar-benar bingung.”

(Kau pengamat yang baik, Bizura. Pengamat yang baik,) puji Kaisar halus. (Apa alasannya, katamu? Alasannya karena Amerta.)

Venus menghela napas lelah. “Dia lagi.”

(Dia lagi. Ya, dia lagi,) ulang Kaisar bernada. (Saat itu Amerta meminta bantuan pada Druiksa untuk memberimu peringatan di dalam mimpi.)

“Setelah Virzash memberitahunya tentang siapa diriku,” sambung Venus dengan nada tertahan. Kebenaran yang satu itu masih mengganjal hatinya sampai sekarang.

Kaisar bergumam menyetujui. (Druiksa hanya berniat menggertakmu saat itu, Putri Bizura. Hanya menggertak.)

“Namun toh dia tak mengungkitnya lagi,” gumam Venus, semakin merapatkan tubuhnya.

(Kau mengharapkan kata maaf, Bizura. Kata maaf.) Kaisar berdendang lancar.

Venus hanya terdiam. Ia sendiri tak yakin. Namun, ingatannya tentang betapa ia ketakutan saat itu menghantui Venus lagi. Suara Druiksa yang mengerikan masih tersimpan jelas di ingatannya.

Venus mengalihkan pikiran itu. Matanya menatap rumput yang basah di bawahnya. (Pasukan Amerta … siapa saja mereka?)

Kaisar mendesah. (Sebagian besar bukan manusia, Bizura. Bukan manusia.)

Venus bergidik sedikit, tapi bukan karena kedinginan.

Benaknya berbisik lagi. (Apa saja?)

Kaisar seakan-akan tengah bernyanyi. (Makhluk-makhluk gelap dari Bumi Ketiga, Bizura. Makhluk-makhluk gelap yang tak pernah dibayangkan oleh para volt. Sungguh mengerikan. Begitu mengerikan.)

• •

Keesokan harinya Venus tak bisa menemukan Ildara di mana-mana. Ia bahkan sampai turun ke bawah tanah yang gelap, dan hanya menemukan bangkai-bangkai tikus yang bau.

Ketidakadaan Ildara berlanjut hingga hari-hari berikutnya. Semakin hari emosi Venus semakin menjadi-jadi.

Venus terus memantau perkembangan berita tentang dirinya di televisi. Sama seperti Venus, emosi para penduduk negeri juga semakin memuncak.

Suatu kali Venus menonton aksi demonstrasi di depan istana kevrosidenan. Ia tersenyum saat mendengar ketakutan mereka, sekaligus geram saat mereka menginginkan tindakan yang lebih banyak dari vrosiden dalam upaya penangkapan Venus.

«Kami bisa merasakan kegelapan mulai terbentuk di udara!» Kata si orator menggunakan mikrofon digital, menaikkan semangat gelap dalam diri Venus. «Beberapa orang melihat makhluk-makhluk besar nan hitam melayang di langit, menuju suatu tempat dengan cepat! Kami bahkan mulai membaui aroma busuk khas Ebu Gogo si pemakan bayi! Ratusan banaspati beterbangan ke mana-mana dalam koloni-koloni besar! Bahkan para Orang Bati si kera merah bersayap kelelawar juga melakukan hal yang sama! Apa Anda ingin negeri Dasina dilanda kengerian seperti saat-saat Amerta dahulu kala?! Kami menuntut tindakan yang lebih signifikan dari pemerintah!»

Venus termenung saat mendengar nama-nama makhluk itu disebutkan. Apa itu bagian dari pasukan yang sedang dikumpulkan Ildara? Di mana pula ia mengumpulkan makhluk-makhluk itu?

Venus menyeringai dengan kesenangan yang tak wajar. Hatinya menggembung seakan ia akhirnya mendapat apa yang selama ini begitu didambakan.

Ya, pikir Venus. Kegelapan memang sedang menuju ke sini, orang-orang malang. Dan kalian akan merasakan bagaimana rasanya berhadapan dengan kematian dan ketakutan.

Yang sebenar-benarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status